Tiga tahun kemudian
"Kita ini mau ke mana, sih, Us?" tanya Anggita dengan sedikit kesal.
"Ish, Nek, kamu itu mau ditraktir sama bestie kok, sewot gitu. Lagian, sok banget pakai kerja dobel jadi tim konten kreator chanel sejarah di Youtube, sih. Gimana melanglang buananya? Udah sampe Sriwijaya?" cetus Usmanda secara sarkas.
Setelah program radio drama kolosalnya usai, Anggita memang mengajukan cuti sebulan. Dan, selama satu bulan itu, banyak digunakannya untuk mengelilingi daerah-daerah yang pernah tercatat dalam kitab Negarakertagama. Ibarat napak tilas, Anggita saat itu bagai tersedot ke masa lampau, termasuk saat dia berkunjung ke situs pendermaan Tribhuana di Watu Ombo dan berada cukup lama di sana.
Melihat peninggalan sejarah, selalu membuatnya rindu pada laki-laki bermata sendu yang membuatnya jatuh cinta. Hingga kini, bahkan saat rindunya sangat kuat, Anggita akan datang ke Trowulan hanya untuk melihat lontar yang terdapat ukiran aksara ciptaan Arya Bhanu. Tiga tahun sudah dilaluinya, dan perasaannya sama sekali tidak pernah pupus.
Melihat Anggita yang mendadak jadi melankolis tiap ingat Mas Majapahit, Usmanda berusaha mengalihkannya. "Nek, tahu nggak bininya si Cakra? Beuh, kemarin aku ketemu dia, Nek, bening banget mana pakaiannya asoy geboy mujaer gitu, Nek, koyok penyanyine Om Sera!" pekik Usmanda yang heboh sendiri.
"Terus?"
"Yo, mosok kamu itu nggak pengin ada yang nyeret ke KUA, kasihan itu Mbah Kung sama Mbah Uti udah pengen gendong cicit, udah mau dua sembilan lho nek, masa itu belum pernah digosok, digeber?" goda Usmanda yang sedikit mesum. "Aku aja udah mau anak dua, Nek," imbuhnya lagi dengan nada bangga karena merasa telah menjadi laki-laki. Setidaknya, jiwa lenjeh itu hanya kumat saat bersama dengan Anggita saja.
"Yo, justru aku ini heran, lho, sama si Markonah, kok, bisa sih bucin sama cowok tulang lunak koyok awakmu iki."
"Lambemu, Nek! Njaluk dijejel sambel jahanam!" (Mulutmu, Nek, minta dimasukin sambal jahanam)
Selama perjalanan menuju tempat makan yang direkomendasikan oleh Usmanda, mereka berdua saling melempar candaan seperti saat-saat bersama dulu. Jika ia tidak sedang dalam pekerjaan untuk membuat konten video sejarah, Anggita akan menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Usmanda—yang sekarang ini memilih untuk membeli rumah sendiri dan tinggal dengan keluarga kecilnya. Istri Usmanda tengah hamil anak kedua, padahal, anak pertama mereka sendiri saat ini belum genap berusia dua tahun. Anggita tidak menyangka bahwa temannya itu benar-benar, ces pleng kecebongnya.
"Ini kita makan ayam geprek, lho, Nek, dijamin ayamnya enak, meski cuma warung tenda. Cuma ya aku ini agak nyesel, sih, kok baru nemu sekarang-sekarang ini, coba kalau dari dulu aku udah tahu ini warung ayam, udah aku geret kamu ke sini, Nek."
"Emang enak, gitu?"
"Enak, dong! Apalagi owner-nya, duh, kayak pengin nyanyi sepanjang jalan kenangan kita selalu bergandeng tangan."
"Edan!"
Usmanda tergelak dengan sindiran Anggita. Ia sendiri sedang deg-degan dan menyembunyikannya. Usmanda tidak berpikir dua kali saat melihat pertama kali pemilik warung tenda yang menjual segala olahan jenis ayam-ayaman. Dengan sok percaya dirinya, Usmanda bahkan mendekati dan mengajak kenalan si pemilik tersebut.
Sengaja memang ia baru mengajak Anggita sekarang, sebab temannya itu terlihat jauh lebih baik dari tiga tahun lalu, dan juga kini tengah fokus menyelesaikan tesis program S2 di jurusan Magister Ilmu Sejarah. Usmanda merasa haru dengan perjuangan Anggita pada kecintaannya pada laki-laki Majapahit itu. Katanya, belajar sejarah membuatnya merasakan keberadaan Arya Bhanu, karena itu saat mendapatkan pekerjaan sampingan sebagai konten kreator chanel Youtube yang berfokus pada ekspedisi dan pembahasan sejarah-sejara di Indonesia, Anggita dengan mudah mengiakannya.
"Nah, tuh, warung tendanya, Nek," ucap Usmanda sembari menunjuk warung tenda yang berwarna biru,
"Kok, sepi sih, Us? Katanya enak dan rame."
"Ya, aku sengaja ngajak pas baru buka dan belum rame, nanti kamu nggak bisa kenalan sama owner-nya."
"Kenapa aku harus kenalan sama owner-nya?" Anggita bertanya dan segera bisa menangkap maksud Usmanda. "Ojo macam-macam nyomblangin lho, ya, emoh, nggak mau, aku."
"Ish, siapa yang mau nyomblangin, sih, GR banget kamu, Nek. Kan aku cuma bilang, mau ngenalin aja, tapi awas lho, ya, pas dia nyebut namanya kamu nggak boleh ketawa!" kata Usmanda memperingati. "Yok lah turun!"
Begitu turun dari mobil, Anggita membaca dan memperhatikan dengan saksama logo dan nama warung tenda tersebut. Bejo Fried Chicken. Anggita menggumamkan dalam hatinya, seakan nama itu tidak asing baginya. Namun, Anggita hanya menggeleng seakan mengingat sesuatu tapi justru malah tidak menemukan apa pun yang berkaitan dengan nama itu.
Segera saja, Usmanda menggeret Anggita untuk masuk ke dalam tenda dan menyuruh wanita itu duduk. Sedang Usmanda menghampiri seseorang yang memakai sebuah apron hitam. Anggita hanya melihat punggungnya saja saat Usmanda menepuknya dan berbicara dengan pria yang diyakini Anggita adalah teman baru Usmanda—pemilik warung tenda ini.
Anggita mengabaikan pandangannya dan fokus untuk memeriksa ponselnya. Suara dehaman membuat Anggita mendongak. Dadanya berdenyut cepat ketika merasakan penglihatannya bagai sebuah halusinasi. Pria dengan pundak tegap, berkulit kecoklatan tengah menatapnya ramah. Mata sendunya yang khas masih terlihat sama, hanya saja kini terbingkai kaca mata dan rambutnya yang dalam ingatan Anggita adalah panjang bergelombang sebahu, kini hanya dipotong pendek dengan model spike.
Anggita tidak bisa untuk tidak menganga bahkan menolak untuk sadarkan diri. Saat pria di depannya itu meletakkan sepiring ayam geprek lengkap dengan sambal dan lalapan, lalu mengulurkan tangannya, Anggita masih terlena dalam lamunannya.
Pria di depannya tampak bingung dan menoleh pada Usmanda. "Nek, kenalin ini namanya Bejo Suryadi, teman baru dan juga partner bisnis baru, dia yang punya resep ayam geprek viral ini dan kita akan buka cabang setelah dia merintis usahanya lima tahun yang lalu," kata Usmanda berusaha menjelaskan.
Anggita yang masih diam, hanya menyambut uluran tangan pria bernama Bejo Suryadi itu. alih-alih tertawa seperti peringatan Usmanda, justru kini air matanya ingin tumpah. Masih terlalu takut bahwa kenyataan di depannya hanya sebuah ilusi belaka.
"Anggita."
"Bejo, katanya nama saya kurang kekinian, jadi banyak yang manggil saya, Mas Be atau Cak Be," ujar pria itu.
Genggaman tangannya yang hanya beberapa detik itu terasa hangat. Membuat desiran halus itu merambati tubuhnya. Anggita hanya tertunduk dan menatap pada makanan yang disuguhkan padanya.
"Mbak Anggita bisa mencoba ayam geprek saya ini, syukur-syukur kalau suka. Saya membuatnya sendiri dan otak-atik resepnya hanya bermodal nonton video."
Anggita mengambil sedikit bagian daging ayam yang berbalut tepung dan memakannya. Sontak bahunya bergetar, merasakan kerinduan yang begitu hebat. Laki-laki ini memang berbeda dengan Arya Bhanu bahkan cenderung tidak sungkan dan canggung untuk berbicara, tapi mengapa masakannya bisa sama persis rasanya dengan buatan laki-laki Majapahit itu.
Mas Be terlihat panik ketika Anggita menangis dan kembali menatap Usmanda. "Mirip, ya, Nek, kamu pasti nggak akan nyangka. Sama Nek, pas aku menemukan tempat ini nggak cuma kaget tapi juga beneran berasa kayak ketemu dia lagi," bisik Usmanda pada Anggita yang hanya mengangguk.
"Apa Mbak Anggita sedang kangen sama seseorang? Dulu saat saya menemukan resep ini, saya seperti menemukan sebuah jalan pulang untuk ke rumah, betah dan nyaman. Mungkin itu juga yang dirasakan Mbak Anggita saat makan ayam geprek buatan saya."
andai saya tidak lagi berada di sini, saya akan memastikan bahwa setiap langkahmu akan kembali menuju pada saya akhirnya. Kata-kata Arya Bhanu kembali diingatnya. Pulang. Mungkinkah ini adalah sebuah jalan pulang? Anggita tidak tahu dan hanya ingin menikmati dahaga rindunya yang perlahan terpuaskan.
***
Bandung, 19 Agustus 2022
Yeay, sampai epilog. Sekali lagi terima kasih atas waktunya sudah membaca kisah Rajaputri. Bagaimana, ada yang sempat nebak saat si Mas Be ini muncul di bab sebelumnya.
Salam cinta dan sayang dari Mas Arya Bhanu, Mas Be, Anggita, Rajaputri dan juga bestie tulang lunak. Semohga hari kalian selalu menyenangkan sehat dan berasa gajian terus. Amiiiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETED
Historical Fiction--Pemenang Wattys 2022 (Fiksi Sejarah)-- Blurb: Anggita yang bekerja di stasiun radio S di Surabaya, diminta atasannya untuk merancang program drama sandiwara radio, bahkan harus menyiapkan naskah cerita drama tersebut yang harus bertema kolosal. Ke...