39. Malam yang Tak Terlupakan

1.1K 207 10
                                    

Selamat Membaca 

****                                                                                                                                                                                                              

Dyah Wiyat tidak bisa untuk tidak memekik girang ketika dirinya lah yang ditunjuk untuk mengalungkan bunga pada para pemenang perlombaan bagi para pangeran dan putra bangsawan. Bukan berarti ingin bersolek, tapi dia sangat ingin keberadaannya disadari oleh pria yang disukainya. Jika sang kakak lebih memilih memendam diam-diam dan hanya mencuri pandang, Dyah Wiyat justru lebih berani menunjukkan sikapnya meskipun tidak terlalu mencolok. Tidak sekali ia menyapa Ra Tanca atau bahkan berpura-pura sakit agar bisa diperiksa oleh Tabib muda itu.

Putri bungsu mendiang Prabu Dyah wijaya itu bahkan berjalan lebih perlahan saat melintasi tempat duduk para Dharmaputra Winehsuka, bahkan matanya dengan terang-terangan berani mencuri pandang ke arah Ra Tanca. Dyah Wiyat sempat terkekeh tipis dan menundukkan kepalanya saat melihat Ra Tanca yang mengerjap dan salah tingkah. Menyenangkan sekali menggoda Tabib muda itu.

Kini dia sudah berdiri di hadapan tiga pemenang yang memenangkan pertandingan balap kuda dan memanah. Saat Dyah Wiyat menuju tempat pemenang pertama, laki-laki tampan dengan alis yang begitu tebal dan sorot mata tajam itu membuat Dyah Wiyat terhenyak untuk sesaat. Laki-laki ini memiliki aura yang luar biasa. Kewibawaannya sangat terlihat jelas hanya dari fisik luarnya saja. Dyah Wiyat tanpa sadar menilai laki-laki di depannya itu hingga panggilan juru Demung membuatnya sadar dari lamunannya.

"Gusti Putri Rajadewi, bisa mengalungkan untaian bunga pada Pangeran Kudamerta dari Wengker yang berhasil menjadi juara pertama."

Pangeran Kudamerta dari Wengker? Dyah Wiyat menghafal nama sosok laki-laki depannya. Jantungnya memang berdetak sedikit lebih cepat saat melihat laki-laki berbadan tegap dan otot-otot yang sangat menonjol di sekitar perut serta lengannya. Namun, Dyah Wiyat segera menampiknya. Baginya, Ra Tanca adalah pujaan hatinya, tapi laki-laki di depannya ini seakan mampu membuatnya tertarik untuk menggali lebih dalam seperti apa sosok laki-laki yang justru balik menatapnya dalam, seolah tidak takut dengan hukuman. Bukankah Wengker adalah kerajaan di bawah naungan Majapahit, tapi mengapa laki-laki di hadapannya itu justru sangat berani beradu pandang dengannya.

Dyah Wiyat mengambil kalung dari untaian bunga dari emban yang berada di sampingnya. Dia melangkah lebih dekat dan hanya berjarak kurang dari sejengkal dengan Pangeran yang bernama Kudamerta. Saat mengalungkan bunga ke leher Kudamerta, Dyah Wiyat berani berbisik pelan pada pangeran tersebut. "Untuk seorang Pangeran dari kerajaan bawahan Wilwatikta, kamu sangat berani menatap Putri dari Raja Agung Prabu Dyah Wijaya."

Setelah mengatakannya, Dyah Wiyat melangkah mundur. Sialnya! Dia pikir Pangeran itu akan membeliakan matanya, atau alis tebalnya itu akan dikerutkan, tapi yang terjadi justru Pangeran Wengker itu terlihat tetap tenang dan bergeming. Sungguh sangat menyebalkan bagi sang Putri. Dia berbalik dan menghentakkan kakinya di atas tanah, sedang Kudamerta hanya menyunggingkan bibirnya samar.

***

Hari ketiga perlombaan adalah khusus untuk para putri. Jika Dyah Wiyat mengikuti lomba berkuda, Tribhuana mengikuti perlombaan memanah. Setidaknya memanah bisa dilakukannnya. Perlombaan pertama adalah berkuda terlebih dulu, dan saat ini Dyah Wiyat tengah bersiap-siap menaiki kudanya, dibantu oleh Magani.

"Hei, Wengi, kita harus memenangkan pertandingan ini, ya! Jangan sampai kamu membuatku malu, dengar itu, Wengi." Dyah Wiyat berbicara dengan kuda berwarbna hitam gelap yang akan ditunggangginya. Dia pun berbalik pada Magani yang berada di belakangnya, lalu merentangkan kedua tangannya.

TRIBHUANA TUNGGADEWI (Kemelut Takhta dan Cinta) - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang