Sampai pukul 2 malam, tidak ada tanda Dara ketemu. Yudanta marah besar saat mereka tidak juga mendapatkan hasil. Kekesalannya dia lampiaskan pada Juan tadi, tapi tetap saja rasa khawatir terus saja menghantui dirinya.
Dia terlalu menganggap enteng saat Dara tidak menjawab telepon darinya, sekarang dia yang bingung mencari ke mana Dara berada.
"Ke mana lagi kita harus mencarinya? Akan percuma kau tanya Juan saat dia sedang mabuk berat," ujar Kale.
"Ahhh!!" teriak Yudanta sambil melempar gelas yang dia pegang.
Ketika Yudanta meluapkan kekesalannya. Seorang pentugas keamanan rumahnya berjalan menghadap untuk mengatakan sesuatu. Dia berjalan dengan tubuh membungkuk, tau jika tuannya itu sedang marah.
"Tuan Muda, Nona Dara di depan," ucap salah satu penjaga rumah Yudanta.
Segera Yudanta berlari ke luar tanpa bertanya lebih dan benar saja, ada Dara di sana. Dengan langkah tertatih, dia berjalan masuk. Dibantu oleh penjaga rumah Yudanta. Tubuhnya begitu memprihatinkan, dengan luka lebam di wajahnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Yudanta. Dia langsung menggendong Dara yang tampak babak belur dengan pakaian basah kuyup yang melekat di tubuhnya.
Bukannya menjawab, Dara menangis dalam gendongan Yudanta. Dia memeluk erat dengan tubuh yang bergetar, entah karena takut ataupun kedinginan.
Yudanta segera membantu Dara, mengobati luku di punggung dan wajah gadis polos itu. Coba mengganti pakaian Dara yang basah kuyup dengan telaten tanpa bantuan siapapun. Dia kemudian menyelimuti tubuh Dara dengan selimut tebal miliknya. Memeluk tubuh ringkih Dara yang tampak pucat pasih.
"Apa ini karena kakakmu?" tanya Yudanta dengan emosi tertahan.
Dara hanya menangis. Dia tidak menjawab apa yang dia katakan. Tatapan ketakutan jelas terlihat dari sorot mata Dara.
"Aku akan membunuh orang yang melukaimu. Katakan siapa dia?" Nada bicara Yudanta sedikit keras. Dia benar-benar marah melihat Dara datang dengan luka di sekujur tubuhnya.
"Tidak. Jangan lakukan itu. Dia kakakku. Dia keluarga yang aku miliki. Jangan membunuhnya. Jangan--" Dara memegang erat ujung baju Yudanta, menyandarkan kepala pada tubuh Yudanta dan menangis dengan keras.
Yudanta menghela nafas kasar saat tangis Dara pecah, dia memeluk tubuh Dara yang hanya diam, Yudanta kembali membawa pada pelukannya. Hatinya sakit melihat kondisi Dara seperti sekarang. Ini sungguh jahat untuk Dara, tapi apa yang bisa Yudanta bisa lakukan saat Dara melarangnya untuk membunuh orang yang mencelakai dirinya.
Yudanta membaringkan pelan tubuh Dara menghadap menyamping. Dara tak mau melepas tangan Yudanta yang ada di sampingnya. "Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku sendiri," tutur Dara lirih. Suaranya lemah saat mengatakan itu.
"Aku akan di sini bersamamu. Pejamkan matamu." Yudanta memposisikan diri di samping Dara agar bisa dipeluk oleh gadis polos itu.
Kemarahan Yudanta teredam karena Dara melarangnya untuk pergi darinya. Mungkin saja jika Yudanta tidak bisa mengontrol emosi dan ingat jika Juan juga keluarga Dara, mungkin saja dia sudah membunuhnya. Padahal Yudanta sudah ingatkan untuk tidak mengganggu adiknya, namun Yudanta tidak mendengarkan itu.
***
Keesokan pagi, melihat Dara masih terlelap. Perlahan Yudanta turun dari tempat tidur. Membiarkan Dara tidur seorang diri saat Kale menghampirinya untuk bicara. Di rasa Dara akan tenang, Yudanta pergi ke lantai bawah.
"Siapa yang membawanya ke sini kemarin?" tanya Yudanta pada beberapa orang yang sedang berdiri di hadapannya.
"Aku menemukannya di makam orang tuanya, yang tak jauh dari rumah Juan. Dia pingsan di sana," jelasnya.
"Bagaimana kau tau?" tanya Kale.
"Aku bertanya pada seseorang yang ada di sana. Dan awalnya aku takut untuk memastikan, ternyata memang benar, dia ada di sana."
"Aku mau kalian menjaganya mulai sekarang. Ke manapun dia pergi kalian harus menjaganya, jangan biarkan dia bertemu dengan kakaknya. Jika Juan memaksa, biarkan aku yang mengurusnya. Kalau saja ini bukan karena Dara, aku akan menghabisinya," ujar Yudanta dengan penuh amarah. Dia ingin membebaskan penyiksaan yang Juan lakukan agar Dara aman, nyatanya dia semakin membuatnya terpuruk.
Semalam saja Yudanta terjaga, Dara terus mengigau karena tubuhnya demam. Ini baru juga Dara terlelap, dia harus bicara dengan Kale.
"Kau terlihat lelah. Istirahatlah, dia akan baik-baik saja." Kale meminta sahabatnya agar istirahat, terlihat jelas dari wajah Yudanta. Apalagi beberapa hari ini dia tidak istirahat dengan benar.
"Ya, ingin diriku terlelap, tapi tidak bisa." Yudanta memposisikan tubuhnya berbaring di sofa panjang ruang tengah. Dia berharap bisa tidur dengan lelap, apalagi Dara sedang tidur.
"Kalau boleh jujur, aku lelah sekali," imbuh Yudanta. Dia menutup matanya dengan lengan kirinya, hal yang biasa dia lakukan.
"Tidurlah, aku akan bangunkan saat Dara bangun."
"Hmmm ... aku berusaha untuk itu," jawab Yudanta.
Sejenak suasana rumah begitu sunyi. Kale membiarkan Yudanta tidur di tempat yang sama, dan dia bermain ponsel tak jauh dari Yudanta tertidur.
***
Dara mulai membuka mata perlahan, dia menatap ke sekitar tak melihat Yudanta di sampingnya. Hal yang terjadi selanjutnya dia merasa tubuhnya bergetar, rasa takut menguasai dirinya. Ingatan di mana Juan memukulinya tergambar jelas dalam benaknya.
"Yuda ...." panggilnya lirih. Dara mencengkram erat selimut yang dikenakan, dia juga menutupi telinganya karena suara Juan yang terus bergema, menambah rasa takut pada dirinya.
"Yuda!!" Dara mulai berteriak memanggil Yudanta dari kamarnya.
"Jangan ... tidak ... aku tidak mau. Kakak, jangan," teriaknya dengan tubuh yang terus bergetar.
"Yuda!! Jangan tinggalkan aku."
"Tidak!!" Suara keras Dara terdengar hingga bawah. Kale yang memang terjaga segera berlari ke kamar Yudanta tanpa membangunkan sahabatny itu.
"Ada apa? Apa merasa tidak nyaman?" tanya Kale.
"Tidak! Pergi dari sini. Aku mau Yuda di sini. Yuda!!" Teriak Dara dengan perasaan hancur, dia menjerit memanggil Yudanta. Dia hanya butuh Yudanta sekarang, dia tidak ingin Yudanta meninggalkannya sendiri.
Kale segera turun, mau tidak mau, dia harus membangunkan Yudanta walau belum 1 jam dia tertidur.
"Yudanta, bangunlah. Dara mencarimu. Dia histeris ketakutan," ucap Kale perlahan sampai melihat Yudanta membuka mata.
"Ahh--" Hal yang tidak bisa dilakukan Kale sebenarnya mengganggu tidur Yudanta. Dia akan merasa pusing saat tidurnya terganggu.
"Dara--"
"Tidak!!!" Belum menjelaskan pada Yudanta, terdengar teriakan Dara begitu keras, membuat Yudanta segera beranjak dan berlari ke kamar.
Yudanta dengan khawatir berlari tanpa peduli kepalanya yang terasa pusing. Dia hanya ingin melihat Dara di kamarnya.
Saat membuka pintu kamar, Dara sudah berada di sudut ruang dan duduk di lantai, dengan kaki yang ditekut dan kepala di sembunyikan ke dalam.
"Tidak! Aku ingin Yuda. Aku mau Yuda di sini. Pergi dari sini." Tanpa menunjukan wajahnya, Dara mendorong tubuh Yudanta yang coba untuk melihat kondisi Dara.
"Ini Yuda, lihatlah. Aku Yuda."
Mendengar itu, Dara langsung memeluk tubuh Yudanta dengan sangat erat. "Jangan pergi. Dia akan membunuhku. Tolong jangan tinggalkan aku sendiri," tuturnya dengan suara bergetar, dan air mata jatuh dengan deras.
"Haruskah aku menghukum orang yang membuatmu seperti ini? Hancur hatiku melihatmu seperti ini," jawab Yudanta, tanpa dia sadari, masalah Dara membuat air matanya terjatuh. Kesedihan yang Dara rasakan, juga dia rasakan.
"Tidak ... jangan pergi. Jangan," ujar Dara yang ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch of Heaven (KTH)
Fiksi Penggemardi harap membaca novel berjudul "PROMISE (KTH)" sebelum membaca cerita ini biar tahu bagaimana alur sebelumnya . Happy Reading😊 By: nyemoetdz 01/03/2022