6.Berdua

9.1K 424 0
                                    

Author POV

Sedari tadi tatapan Zein tidak lepas dari istrinya, Azra. Zein benar-benar terpaku dengan semua yang ada pada Azra. Meskipun Zein sendiri tahu bahwa Azra masih belum menerimanya dengan baik.

"Aku masih mempunyai waktu seumur hidup untuk membuatmu mencintai ku" Zein yakin bahwa istrinya itu akan mencintainya suatu saat. Semoga saja.

Melihat kembali Azra yang sedang asik memilih-milih baju. Senyum terpancar dari wajahnya ketika melihat mata indah Azra. Bohong jika Zein tidak terpesona dengan kecantikan Azra, baginya Azra memang benar-benar cantik.

Tiba-tiba Zein teringat dengan mantan Azra, Kafka. Dia tahu banyak tentang kehidupan Azra. Dia pun tahu tentang mantan Azra itu. Sebesar apa Azra mencintai mantannya pun Zein tahu.

"Om Zein yang bayar ya. Azra gak bawa uang soalnya" Zein tersadar dari lamunannya tentang Azra dan mantannya.

Tunggu, apa yang tadi istrinya bicarakan?. Bukankah kini Zein sudah resmi jadi suaminya tentu saja Zein lah yang akan membiayai nya.

Zein mengangguk tanda mengiyakan perkataan Azra. Akhirnya mereka berdua pun membayar baju yang telah Azra beli.

"Mau boneka?" Zein melihat toko boneka. Setahu dia bahwa wanita suka dengan hal-hal yang manis salah satunya boneka. Jadi, dia berminat untuk membelikan Azra boneka tapi Azra menggelengkan kepala.

"Azra udah capek om" Zein merasa kasihan kepada istrinya.

"Mas gendong ya?" Mata Zein tidak bisa berbohong bahkan azra sendiri dapat melihat tatapan khawatir Zein.

"Gak a malu."

Lalu, Zein menggandeng tangan Azra menuju tempat parkir mobilnya.

Sesampainya di mobil, Zein menatap dalam kearah Azra tanpa berkedip. Sedangkan, Azra yang sedari tadi merasa dilihat oleh Zein merasa salting sendiri bahkan kini pipinya sudah memerah.

"Kamu sakit?" Zein bertanya itu ke Azra.

"Enggak tuh".

"Kenapa pipinya merah?" Azra dibuat bingung oleh pertanyaan suaminya. Jadi, Zein berfikir bahwa Azra sakit karena pipi Azra yang memerah. Padahal jelas-jelas pipi Azra merah akibat ulah dari Zein yang sedari tadi melihatnya.

"Apa sih" Azra menutup pipinya dengan kedua tangannya. Dia kesal bercampur malu ke Zein kali ini.

"Apa?" Zein kembali bertanya kepada Azra, pasalnya dia masih penasaran kenapa pipi Azra memerah seperti itu dari pada Zein semakin bingung dengan kondisi istrinya, akhirnya dia menempelkan telapak tangannya ke dahi serta pipi Azra tapi suhu badan Azra sedang baik-baik saja. Lalu, Azra kenapa?.

Sedangkan Azra sedari tadi merasa semakin malu karena tangan om Zein yang menyentuh pipinya. Dia pun melepaskan tangan Zein dari pipinya.

"Apa sih om" Azra menoleh ke arah kaca supaya Zein tidak bisa melihat dirinya yang sedang malu-malu kucing.

"Kamu lagi gugup ya?".

"Makanya kalau ngelihat Azra tuh satu atau dua detik jangan se-jam kek tadi" Zein tersenyum mendengar perkataan istrinya.

"Jadi istrinya om Zein ini sedang malu-malu karena dilihatin se-jam kayak tadi" Zein berkata itu dengan senyum yang tak lepas darinya. Azra sangat menggemaskan baginya.

"Menggemaskan" ucap Zein dalam hatinya.

"Sayang" Zein mala berniat sekali untuk menggoda istrinya.

Beda dengan Azra kali ini. Dia benar-benar ingin pingsan saja. Setelah Zein melihatnya tadi, sekarang mala suaminya itu tambah membuat gugup. Sayang? Oh astaga suaminya yang nyebelin itu tadi memanggilnya sayang?..

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang