Setelah sholat subuh, Azra telah sibuk berkutat di dapur dengan mertuanya, Uma Rati. Sedari tadi dia sibuk membantu Uma Ratu memasak. Walaupun yang bisa dia lakukan hanya memotong wortel dan tomat. Sembari memotong wortel dan tomat, Azra juga sibuk berbincang-bincang dengan Uma Rati. Rata-rata obrolan mereka berdua hanya seputar Zein. Mulai Zein masih kecil sampai Zein sudah dewasa.
"Zein itu sangat suka dengan buku. Dulu, dia sering menyisihkan uang jajannya untuk ditabung buat beli buku. Sampai teman-temannya memanggilnya 'kutu buku" Ucap Uma Rati.
"Azra boleh tanya sesuatu gak, Uma?".
"Boleh, Sayang".
"Om_ eh maksudnya mas Zein pernah pacaran gak, Uma?" Tanya Azra sedikit kikuk.
"Zein gak pernah pacaran, Nak. Dia sendiri memilihki prinsip untuk tidak akan menjalin hubungan dengan perempuan tanpa ada ikatan pernikahan. Dia sangat menjaga batasannya dengan perempuan."
Mendengar ucapan Uma seperti ada kupu-kupu yang terbang di hati Azra. Apa Azra bahagia? Mungkin.
"Tapi sekarang Zein sudah punya pacar".
Azra mengernyit.
"Siapa pacar mas Zein, Uma?"
"Kamu" Tiba-tiba suara yang sudah tidak asing lagi di telinga Azra terdengar dari arah pintu dapur. Zein berdiri dengan menatap Azra lekat. Sejak kapan dia ada disitu?.
"Nah, itu sudah dijawab sama suami kamu" Uma Rati terkekeh.
Zein berjalan ke arah Azra. Tangannya terulur mengelus kepala Azra. Mendadak tubuh Azra kembali kaku. Sebenarnya dia masih belum terbiasa dengan sentuhan-sentuhan yang Zein berikan.
Bahkan kemarin malam, tepatnya saat malam pertama mereka. Azra dan Zein tidur diatas kasur yang sama tanpa melakukan apa-apa. Jika ditanya bagaimana kelanjutan tentang tragedi saat Zein melihat Azra bertelanjang?. Azra mengamuk bak seekor singa. Zein sampai bergidik ngeri. Padahal dia hanya bercanda. Namun, Azra terus-terusan mengamuk.
"Masih ada Uma!" Ucapku pelan. Zein langsung melepaskan tangannya dari kepala Azra.
"Uma mau ke kamar dulu bentar. Kalian disini saja dulu" Ucap Uma Rati, lalu, pergi dari dapur.
"Besok kita sudah pindah dari sini." Ucap Zein.
"Kamu istirahat saja. Biar saya yang menyiapkan semuanya." Lanjutnya.
"Pindah kemana?" Tanya Azra.
"Kerumah kita. Sebelum kita menikah, saya sudah membeli rumah untuk kita dan anak-anak kita nanti" Azra menunduk malu saat Zein mengatakan tentang anak-anak dengannya nanti.
"Gak ah, Azra mau tinggal disini aja"
"Kamu mau tetap disini?" Azra mengangguk.
"Kamu mau sering ketangkep basah Uma sama Abah?" Azra mengernyit heran. Dia tidak paham dengan maksud Zein.
Azra berdecak. Bicara dengan Zein membuat otaknya harus bekerja dua kali lipat.
"Ketangkep basah gimana?. Azra bukan pencuri ya, Om. Ngapain pake acara ketangkep basah segala?!".
"Kalau saya dan kamu sedang bermesraan. Apa kamu gak takut ketangkep basah Abah sama Uma?" Ucap Zein enteng.
Azra menatap Zein tajam tapi yang ditatap mala menatapnya dengan tatapan polos. Kaya gak punya dosa. Nyebelin banget.
"Dasar mesum" Zein cengengesan mendengar omongan Azra.
"Yasudah ayo ke kamar".
what!
Azra mendelik.
"Azra" Panggil Zein.
"Mau saya gendong?".
Allahuakbar.
"Apa-an sih" Ucap Azra sewot.
"Ayo ke kamar. Jangan banyak gerak dulu, kamu pasti masih capek".
"Terus kalau Azra ke kamar. Siapa yang bantuin Uma?" Tanya Azra.
"Saya".
"Gak a, ntar yang ada kerjaan gak selesai-selesai kalau om Zein ikut urusan dapur" Bukannya gimana, Azra tidak yakin orang seperti ini ahli dalam urusan dapur daripada nanti mala ngerepotin Uma lebih baik Zein diam saja.
Zein diam tidak menjawab perkataan Azra tapi tetap saja pandangannya masih tertuju pada Azra. Sampai akhirnya suara derap kaki terdengar. Uma rati berjalan masuk ke dapur ini, beliau sempat tersenyum sebentar pada Azra dan Zein.
"Nak, kamu bawa istri kamu jalan-jalan dulu. Pengantin baru harus punya waktu berdua biar makin lengket" Ucap Uma Rati sambil diiringi kekekahannya.
Zein mengiyakan perkataan Uma. Zein pamit ke Uma untuk keluar bersama Azra. Setelah itu Azra dan Zein berjalan menuju ke kamar, tiba-tiba saja Azra merasakan tangan Zein yang menggandeng tangannya. Seketika jantung Azra berdetak lebih kencang dari biasanya. Padahal cuma pegangan tangan tapi efeknya luar biasa bagi Azra.
Azra menoleh ke Zein.
"Mau nyebrang, Pak?. Pakek acara pegangan tangan segala" Zein tersenyum mendengar omongan Azra.
"Takut kamu nyasar jadi saya gandeng" ini Zein mau ngelucu atau gimana sih?. Garing banget dan itu tadi apa? Nyasar? Mana mungkin coba.
"Ya, gak mungkin lah!" Ucap Azra sewot. Zein tak mempedulikannya. Tangannya tetap menggandeng tangan Azra.
Kini, Azra dan Zein sudah masuk ke kamar. Azra duduk di tepi ranjang dan Zein yang ikut duduk disebelahnya. Jangan lupakan tangan Zein yang masih menggenggam tangan Azra.
Hening. Suasana sempat hening sebentar hingga akhirnya Zein menoleh ke Azra, Azra pun menoleh sekilas, lalu menatap lurus ke depan. Azra tidak menggubris Zein yang tetap saja melihatnya.
"Bersiap-siaplah saya akan mengajak kamu keluar" Suara Zein sangat lembut kali ini.
"Kemana?".
"Kamu pengennya kemana?".
Azra memikirkan kemana harus keluar jalan-jalan.
"Terserah Om aja yang penting ada tempat mainnya".
"Oke".
Azra dan om Zein sama-sama bersiap-siap untuk keluar. Azra memakai gamis hitam dengan hijab biru dongker, dan Zein memakai sarung hitam dengan baju kokoh berwarna biru dongker tak lupa juga peci hitamnya.
________
Setelah menempuh 20 menit perjalanan akhirnya Azra dan Zein sampai di mall. Zein membawa Azra ketempat makan terlebih dahulu.
"Kita cari makan dulu. Saya gak mau istri saya kelaparan" Ucap Zein.
"Mau pesan apa?" Tanya Zein saat kita sudah sampai ditempat makan.
"Terserah Om aja"
"Disini gak ada menu 'terserah' tapi"
"Om Azra laper lho!" Ucap Azra sambil menahan kesalnya.
"Makin cantik".
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ustadz||END
Storie d'amore"Om cinta gak sama Azra?". "Saya akan menikahi kamu" Apa jadinya jika gadis petikalan seperti Azra bertemu dengan laki-laki asing yang mengatakan ingin menikahi azra?.