4. Lailatuz Zafaf

10.8K 455 3
                                        

Badan Azra panas dingin rasanya saat sudah berada di dalam kamar Zein yang kini sudah menjadi kamar Azra juga.

"Daripada suami lo jajan di luar. Mending lo layani aja. Kalau di ajak sama suami, gas aja!".

Ucapan Najwa masih terngiang di telinga Azra. Najwa itu memang sedikit gesrek otaknya tapi jika dipikir-pikir lagi, perkataan Najwa tadi ada benarnya. Bagaimana kalau  Zein jajan di luar?.

Zein sekarang sedang mengambil air putih di dapur untuk Azra. Tadi Azra sempat ngomong ke Zein kalau dia haus, namun, sebenarnya Azra tidak haus sama sekali saat ini. Hanya saja itu akal-akalan Azra karena takut jika harus berdua-duaan dengan Zein di kamar ini mengingat bahwa malam ini adalah malam pertama mereka berdua.

Pintu terbuka dan memperlihatkan Zein. Zein berjalan ke arah Azra dengan menenteng segelas air putih. Zein memberikan segelas air putih itu ke Azra. Dia beralih duduk disamping Azra. Hening. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Azra atau pun Zein sama-sama saling diam. Atmosfer di ruangan itu terasa dingin dan canggung. Kedua pengantin baru itu sibuk dengan pikirannya. Azra yang sebelumnya terkenal pecicilan, sekarang nyalinya nyiut.

"Capek?" Seketika Azra menoleh kearah Zein yang juga sedang menatapnya lekat.

"Jangan gitu kenapa sih ngelihatnya, Om. Mana matanya bagus banget gitu" Batin Azra.

Azra mengangguk. Detik berikutnya, tiba-tiba tangan Zein menyentuh kaki Azra. Azra terkejut bukan main melihat serangan tiba-tiba Zein.

"Om mau ngapain, sih?" Azra langsung berusaha menyingkirkan kakinya dari tangan Zein.

"Katanya capek" Zein masih  menatapku lekat.

"Ya, terus kenapa kalau Azra capek?. Om mau khilaf ke Azra, ya??" Azra menyipitkan kedua matanya. Namun, yang ditatap mala ketawa. Baru kali ini Azra melihat Zein ketawa walaupun hanya kekehan kecil. Gantengnya nambah.

"Saya hanya ingin memijat kakimu. Katanya capek" Tangannya dengan telaten memijat kaki Azra. Pijatan Zein terasa begitu nikmat di kaki Azra. Ini baru di kaki, kalau yang lain?.

"Oh. Kirain Om mau khilaf".

"Om?" Beo Zein.

"Aku suami kamu" Zein protes pada Azra karena panggilan 'Om.

"Terus Azra harus manggil apa?" Tanya Azra.

"Terserah kamu. Sayang juga gak papa" Ucap Zein.

"Om aja deh" Protes Azra .

"Saya bukan Om kamu!".

Azra tak memperdulikan Zein yang menolak dipanggil "Om". Padahal umur Zein sudah memasuki angka 36. Lagipula siapa suruh nikah dengan bocah 20 tahun.

"Dek".

Azra sedikit terkejut mendengar Zein yang memanggilnya "Dek".

"Dek?" Beo Azra. Sebenarnya dia masih risih jika dipanggil seperti itu oleh Zein. Namun, Azra memilih diam, tak protes.

"Tidurlah" Perintah Zein.

Azra tak langsung menjawab perkataan Zein. Dia bingung, apakah dia harus tidur seranjang dengan Zein?. Pikirannya penuh dengan hal-hal negatif. Bagaimana jika Zein khilaf ?. Azra tahu bahwa sekarang adalah malam pertamanya dengan Zein, dia pun tahu bahwa Zein mempunyai hak untuk menyentuhnya. Namun, lagi-lagi Azra belum siap.

Azra masih memperhatikan Zein yang mulai memejamkan matanya. Dia masih tak bergeming. Pikirannya berpikir dimanakah dia harus tidur.

Karena merasa tak ada pergerakan dari Azra. Zein membuka matanya kembali. Dahinya mengernyit heran saat melihat Azra masih ada ditempatnya.

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang