39. Mangga muda

2.4K 132 5
                                    

"kok bisa nyangkut disitu sih, dek!" Gerutu Zein sambil berjalan cepat menuju istrinya.

"Pak Zein, Azra la_".

"Iya, saya tahu!".

Mahasiswa yang ingin bicara dengan Zein pun langsung mingkem. Belum pernah dia melihat Zein seperti itu. Biasanya Zein akan berkata lebih lembut daripada tadi.

"Semuanya pergi dari disini!" Perintah Zein dengan suara tegasnya.

Zein menarik nafas dalam-dalam sebelum berjalan ke Azra yang sedang nyangkut di ranting pohon. Pohonnya lumayan tinggi untuk tubuh Azra yang mungil.

Zein mencoba melepaskan baju belakang Azra yang nyangkut di pohon. Beberapa menit kemudian, baju Azra akhirnya bisa lepas dari ranting pohon.

"Kok bisa sih, dek?" Ucap Zein masih sedikit kesal kepada Azra yang sedang cengengesan.

"Tadi ngapain manjat pohon segala?" Tanya Zein.

"Pengen mangga muda" Jawab Azra.

Tadi, setelah jam kelas Azra telah selesai. Azra berjalan disekitar kampus sambil menunggu suaminya yang masih ada urusan. Tapi, tiba-tiba matanya melihat buah mangga yang masih ada di pohonnya. Azra merasa sangat menginginkan buah itu. Membayangkan saja membuat air liurnya menetes.

Azra mencoba menaiki pohon mangga yang lumayan tinggi. Tadinya dia ingin menunggu Zein saja agar dia tak perlu mengambil mangga itu sendirian. Namun, buah mangga itu sangat menggoda Azra. Apalah daya Azra yang imannya cuma seuprit. Dia sudah tidak tahan lagi, akhirnya dia memutuskan untuk memanjat pohon sendiri untuk mengambil mangga yang sedari tadi menggoda imannya.

"Buahnya tuh yang nakal. Masa aku kan niatnya mau nunggu Mas aja buat ngambilin. Tapi, mangganya ngerayu aku Mas. Awalnya aku nolak. Eh, tapi, mangganya terus-terusan ngerayu aku. Jadi, aku ambil deh tuh buah" Ucap Azra mengarang. Mulutnya masih cengengesan, seolah dia tidak sedang melakukan kesalahan.

Zein geleng-geleng kepala mendengar perkataan ngawur istrinya "Kamu bisa jatuh, sayang!" Ucap Zein.

Azra menundukkan kepalanya, bibirnya dia manyun-manyun kan, matanya sesekali melirik Zein yang sedang menatapnya tajam.

"Maaf" Ucap Azra dengan suara yang pelan.

"Ayo pulang" Ucap Zein.

Azra menelan ludahnya berat. Zein terlihat tengah marah padanya. Biasanya suaminya itu akan menggandeng tangan Azra, namun sekarang Zein berjalan sendiri tanpa menggandeng tangan Azra.

Azra membuntuti Zein. Mereka berdua sama-sama diam. Azra takut untuk bicara dengan Zein. Belum pernah Azra melihat suaminya seperti ini. Azra akui bahwa Azra sering berbuat salah, tapi Zein selalu memaafkannya. Tidak seperti saat ini.

"Azra".

Azra maupun Zein menoleh ke sumber suara. Terlihat pak Riko yang berjalan menuju mereka.

Zein terlihat tak suka dengan kedatangan pak Riko. Apalagi tadi saat pak Riko memanggil nama Azra. Padahal disitu masih ada Zein, kenapa tidak Zein saja yang pak Riko panggil. Ingatan Zein langsung kembali berputar saat pak Riko mengatakan padanya bahwa dia mencintai Azra. Walaupun kejadian itu sudah berlalu, tapi yang namanya cemburu tetaplah cemburu!.

"I-iya, pak" Ucap Azra ragu karena melihat ekspresi wajah suaminya yang semakin muram.

"Tadi saya dengar dari mahasiswa yang lain, katanya kamu lagi pengen mangga muda, ya?" Tanya pak Riko. Matanya menatap sekilas ke Zein yang sedang menatapnya tajam.

Azra mengangguk.

"Saya punya pohon mangga didepan rumah. Kebetulan pohonnya sedang berbuah. Kalau kamu mau, kamu boleh mengambilnya".

Mata pak Riko kini menatap tajam ke Zein "Atau saya saja yang mengantarnya ke rumah kamu?" Lanjutannya diakhiri dengan senyum meremehkan ke arah Zein.

"Sebelumnya makasih ya, Pak. Tapi saya sudah gak pengen makan mangga lagi. Maaf ya, Pak" Ucap Azra.

"Tapi sa_".

"Saya pamit dulu, Pak. Assalamualaikum" Buru-buru Azra berjalan pergi. Tangannya menarik tangan suaminya agar segera pergi dari situ.

"Dek" Ucap Zein saat mereka berdua sudah masuk kedalam mobil.

"Iya, Mas?".

"Tadi itu_".

"Tadi itu aku sebenarnya risih dengan kedatangan pak Riko. Jujur aja aku gak suka dengan pak Riko yang nawarin aku mangga didepan Mas Kafka, ya walaupun niat dia baik. Tapi  Mas tahu kan pak Riko itu gimana ke aku" Jelas Azra. Dia meraih tangan suaminya untuk dicium.

"Tadi aku sempet ngelihat wajah Mas yang kelihatan gak suka dengan kedatangan pak Riko. Jadi, aku buru-buru ajak Mas pergi dari situ. Aku tahu rasanya cemburu itu gak enak. Mas tadi cemburu kan ke aku dan pak Riko?".

Zein mengangguk "Mas cemburu. Tadi perasaan Mas masih kesal karena tahu adek manjat pohon buah mangga. Mas takut adek kenapa-napa, apalagi sekarang lagi hamil. Mas sangat khawatir, dek. Ditambah lagi dengan pak Riko. Mas masih ingat pas pak Riko bilang kalau dia cinta sama adek" Ucap Zein.

"Mas tenang aja. Aku cuma milik, Mas.

________

"Udah belum, sayang?".

"Belum. Masih mules, Mas".

Zein membuang nafasnya kasar. Gagal sudah kegiatan malam Jum'at nya bersama Azra. Semua ini gara-gara perut Azra yang tiba-tiba mules. Pasti gara-gara tadi siang Azra makan mangga ditambah bumbu rujak yang lumayan pedas. Zein sebenarnya sudah menyuruh Azra berhenti makan rujak itu. Namun, Azra justru merengek. Bukan! Bukan cuma merengek, bahkan Azra sudah mencak-mencak tak karuan hanya perkara mangga.

Tok..tok..tok..

Zein beralih membuka pintu kamar yang sedang diketuk entah oleh siapa.

"Eh, bibi" Ucap Zein ketika tahu ternyata bibi lah yang mengetuk pintu kamarnya.

"Ini den air hangatnya" Bibi menyerahkan air hangat yang ada didalam gelas kepada Zein.

"Makasih ya, bi".

Zein menutup pintu kamarnya kembali. Dia berjalan menuju meja yang ada di kamarnya untuk meletakkan gelas yang berisikan air hangat.

Pintu kamar mandi terbuka. Azra keluar dengan penampilan sedikit acak-acakan.

"Sini, minum air hangat dulu" Ucap Zein. Azra mengangguk, dia duduk dipinggiran kasur dan meminum air hangat yang Zein kasih. Zein mengelus lembut perut istrinya dan diakhiri Kecupan hangat di perut dan kening Azra.

"Masih sakit?" Tanya Zein.

Azra menggeleng "Udah enggak, kok" Jawabnya.

"Tadi makan rujaknya kebanyakan sih, jadinya mules gini" Ucap Zein.

"Bukan gara-gara rujak tadi, Mas. Emang akunya aja yang dari kemarin belum buang air besar" Protes Azra.

"Emangnya kenapa kemarin gak buang air besar?" Tanya Zein.

Bukan menjawab pertanyaan suaminya, Azra justru mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Zein. Kepalanya ia sengaja ia dusel-duselkan dada Zein. Tangannya bergerak liar ke wajah, leher, dan bagian tubuh Zein lainnya. Zein tersenyum lebar. Semenjak Azra hamil, istrinya itu menjadi lebih agresif. Tentunya Zein sangat senang sekali.

"Udah ih!. Gak usah balas BAB, mending bahas yang lain aja" Ucap Azra sengaja menggoda suaminya.

"Emangnya mau bahas apa, sayang?".
.
.
.

Mau masuk ke konflik tapi kok gak tega ya😭
Segini dulu aja deh ya

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang