36. Bertemu dengan kafka

2.2K 136 1
                                    

Azra menatap tak percaya dengan apa yang dia lihat di depannya. Seketika tubuhnya lemas, tulang di kakinya seakan berubah menjadi jelly yang lembek, dia merosot ke bawah. Zein yang melihat istrinya yang sedang tidak berdaya itu pun buru-buru memegangi pundak istrinya agar tidak semakin merosot, Zein mengangkat tubuh istrinya lalu mendudukkan di kursi.

"Ante, ante jangan meninggoy dulu. Ini ici bawain ail putyih" Cici berlari dari teman air minum menuju ke Azra yang terduduk lemas di kursi.

"Ini diminum ante" Cici menyodorkan segelas air putih yang sudah tinggal setengah akibat tumpah saat Cici berlari tadi.

Azra tak menerimanya, dia masih diam ditempat...

"Omaigot, ante Azla udah meninggoy" ucap Cici histeris, tangannya memegangi kedua pipinya, ditambah dengan ekspresi terkejutnya.

"Huss, gak boleh ngomong gitu" ucap Zein.

"Adek" panggil Zein lembut sembari mengusap keringat yang sudah bercucuran di dahi istrinya.

"Adek, minum dulu ya" ucap Zein.Tangannya mengambil minum yang tadi Cici bawa.

"Mas" ucap Azra suaranya terdengar parau.

"Iya adek, kenapa hm?".

"Itu" Jemari telunjuk Azra mengarah kepada dua ikan yang tergeletak di piring.

"Kenapa hm?" Tanya Zein yang masih belum mengerti maksud istrinya.

"Ikannya gosong huwaa" Azra mulai menangis histeris.

"Eh, kok nangis. Cup cup ya, gak boleh nangis" ucap Zein mencoba menenangkan istrinya.

"Ici ngapain masak ikan tante huwa?".

Azra kembali mengingat suara teriakan cempreng Cici saat dia dan Zein masih ada di kamar. Semulanya, Azra sangat anteng diam di pelukan Zein sembari menyimak perkataan suaminya, namun...

"Ante, ici udah macakin ikan lele sama mujairnya yang ada di meja makan. Tapi, ikannya kecemplungan coklat sedikit, ikannya jadi gosong deh.".

"APA?!".

Sekarang, Azra menatap miris ke arah dua ikannya yang tadi sempat dia masak. Sebenarnya, Azra sengaja memasak kedua ikan itu dengan bekal ilmu memasaknya yang hanya seuprit bahkan tangannya sudah tujuh kali terkena minyak panas.

Bagi Azra, dia sudah berhasil memasak dua ikan adalah prestasi yang sangat luar biasa. Bayangkan saja, dia mengorbankan kulit tangannya yang mulus terkena cipratan minyak panas.

Walaupun setelah di masak bentuk ikannya menjadi tidak karu-karuan, tapi rasa bangga Azra atas keberhasilannya memasak dua ikan yaitu ikan lele dan ikan mujair, tidak surut.

Dan, sekarang Azra harus menelan pil pahit.Kedua ikannya kini sudah menjadi tumbal oleh keusilan Cici. Tolong siapapun kasih tahu dimana ada tempat pelelangan bocah tengil.

"Nanti beli ikan lagi aja, ya?" Ucap Zein lembut. Azra tak menggubris sedikit pun perkataan suaminya, dia menatap tajam ke arah Cici yang sedang berkedip-kedip ke arahnya.

"Ante ngapain ngeliat ici tellus?" Tanya Cici polos, seperti tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun.

Azra diam. Otaknya berfikir untuk menjual Cici di olshop online kalau misalnya laku, lumayan uangnya untuk ganti rugi kedua ikannya.

"Adek, kita beli lagi aja yuk.Adek siap-siap terus kita pergi beli ikan" Zein yang melihat tatapan istrinya yang sangat tidak bersahabat ke Cici, mencoba untuk membujuk istrinya, supaya tidak terjadi perang yang entah ke berapa kali terjadi dalam rumah itu.

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang