44. Awal mula

2.1K 106 18
                                        

Warning❗

Bab ini sedikit mengandung unsur kekerasan.
.
.

Beberapa jam yang lalu, setelah Azra selesai dengan ritual mandinya. Azra keluar dari kamar mandi. Dia memakai baju yang cukup terbuka. Baju lengan itu hanya sebatas seutas tali, dengan panjang rok yang hanya sebatas lutut saja. Dia mempunyai niat untuk meminta maaf kepada Zein. Sepertinya tadi dia sudah keterlaluan. Seharusnya dia memaklumi kekhawatiran Zein padanya.

Azra berjalan menuju lemari pakaian suaminya. Dia akan menyiapkan keperluan suaminya, dengan begitu Zein pasti mau memaafkannya.

Azra menatap tumpukan pakaian Zein yang tertata rapi di dalam lemari. Dia sibuk memilih pakaian mana yang cocok suaminya gunakan malam ini. Azra merencanakan bahwa malam ini dia akan menyenangkan suaminya sebagai bentuk permintaannya. Tentunya malam yang romantis dan intim.

Mungkin sangking fokusnya memilih baju. Azra tidak sadar bahwa suara langkah kaki mulai terdengar. Semakin lama suara itu semakin dekat. Ketika Azra mulai sadar bahwa ada orang dibelakangnya. Dia menghentikan tangannya yang tadi ingin menarik satu baju.

Suara langkah itu semakin mendekat dan terdengar jelas di telinga Azra. Dengan perlahan Azra menoleh ke arah belakang. Sembari berharap bahwa suara itu adalah suara langkah kaki suaminya.

Mata Azra langsung terbelalak lebar. Hal pertama yang dia lihat adalah sosok laki-laki sedang berdiri didepannya dengan memakai pakaian serba hitam. Belum juga Azra berteriak, mulutnya sudah dibekap dengan kain.

Laki-laki yang entah siapa namanya itu menggendong Azra layaknya menggendong sebuah karung. Azra berontak di gendongan laki-laki itu. Kakinya sengaja dia pukulkan ke tubuh laki-laki itu. Namun, nihil. Tenaganya tak sebanding.

Bruak!.

Laki-laki melempar tubuh Azra kedalam mobilnya. Lalu, dengan cepat mengikat tangan dan Kaki Azra. Tidak lupa dengan mulut Azra yang disumpal menggunakan kain.

Azra memberontak hebat. Dia berusaha membuka pintu mobil, namun pintu mobil itu sudah dikunci oleh laki-laki tak dikenal tadi. Dengan kecepatan tinggi, laki-laki misterius itu membawa Azra entah kemana.

Air mata Azra mengalir deras. Bahkan kakinya terasa sakit karena dia terus-terusan menendang pintu mobil. Dengan susah payah Azra mencoba melepaskan tali yang mengikat di tangannya. Namun, bukannya terlepas tali itu justru semakin terasa kencang sampai membuat tangan Azra terluka, bahkan darah segar sudah mengalir di tangannya.

Kaki Azra beralih menendang jok mobil yang diduduki laki-laki itu.

"Diam!" Ucap laki-laki itu.

Deg.

Azra menatap tak percaya. Jantungnya terasa ingin copot dari tempatnya. Dia tahu pemilik suara itu.

Pak Riko.

Ya, Pak Riko. Pak Riko yang sudah nekat masuk ke rumahnya lewat jendela kamar Azra. Lalu, dia menikam Azra dari belakang dan berakhir menculik Azra.

Pak Riko menghentikan mobilnya tepat didepan sebuah gudang yang terlihat sudah lama tak terpakai. Dia turun dari mobil dan menyeret Azra supaya masuk kedalam gudang tua itu.

Azra masih memberontak. Dia tak memperdulikan tangan dan kakinya yang sudah terasa kesakitan. Dia menahan dirinya agar Pak Riko tidak bisa menyeretnya. Namun, tenaganya tidak ada apa-apanya dibanding tenaga Pak Riko. Dengan tega Pak Riko menyeret tubuh Azra. Kaki Azra yang tidak memakai sandal harus bersentuhan langsung dengan batu dan kaca yang berserakan di tanah.

Rasa perih, sedih, dan takut memenuhi tubuh Azra. Dengan sisa tenaga yang tinggal sedikit dia masih mencoba melawan Pak Riko. Walaupun semua pukulannya tak berarti apa-apa ditubuh Pak Riko.

Pak Riko menyeret tubuh Azra sampai berhasil masuk ke dalam gudang tua itu. Tubuh Azra dia hempaskan ke tanah. Tubuhnya mendekat ke tubuh Azra yang terbaring lemah. Laki-laki itu mencopot masker serta kaca mata hitam yang sedari tadi ia pakai. Seringai menyeramkan muncul di bibirnya.

"Kamu masih ingat dengan saya, Azra?" Ucap Pak Riko yang semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Azra. Kini tubuh Azra sudah berada tepat dibawah kungkungan tubuh Pak Riko.

Air mata Azra semakin deras mengalir. Dia terus menendang apa yang bisa dia tendang dan memukul apa yang bisa ia pukul di tubuh Pak Riko. Kali ini bukan hanya tangannya saja yang mengeluarkan darah, tapi kaki, paha, serta lengan Azra pun ikut mengeluarkan darah.

"Kamu tahu?. Tubuh kamu sangat menggoda iman saya. Beruntung sekali saya berhasil menculik kamu saat kamu berpakaian mini seperti ini" Ucap Pak Riko. Tangannya sudah mengelus pipi, hidung, dan terakhir bibir Azra.

Sedangkan, Azra?.

Dia menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri agar tangan menjijikan Pak Riko segera lepas dari wajahnya.

Dugh!.

Satu tendangan berhasil Azra layangkan. Tendangannya berhasil mengenai area kemaluan Pak Riko. Sontak Pak Riko menjerit kesakitan. Tatapannya semakin menajam ke arah Azra, tangannya mencengkeram kuat rahang Azra.

"Beraninya kamu, Azra!" Ucapnya semakin memperkuat cengkeramannya di rahang Azra.

"Tadinya saya ingin bermain secara halus dengan kamu. Tapi melihat kamu yang semakin memberontak, sepertinya saya harus menyiksamu sebelum menikmati tubuh indah mu".

Pak Riko melepaskan ikat pinggang yang dia kenakan. Lalu, dia mulai mencambuk tubuh Azra. Bukan hanya sekali, namun cambukan itu sudah berkali-kali dia layangkan ke tubuh Azra. Sedangkan, Azra ingin berteriak kesakitan namun sayang mulutnya masih disumpal dengan kain. Seluruh tubuh Azra terasa kesakitan, tulang-tulangnya terasa remuk.

Pak Riko tak memperdulikan Azra yang terlihat hampir sekarat. Dia persis seperti orang yang kesetanan.

Entah, cambukan yang ke berapa Pak Riko mengentikan cambukannya. Dia kembali mendekati tubuh Azra yang sudah mengeluarkan darah segar.

"Saya sebenarnya tidak tega melihat orang yang saya cintai kesakitan seperti ini. Tapi ini semua salah kamu. Jika tadi kamu tidak memberontak, saya pasti akan melakukannya dengan lembut".

"Sttt... Saya tidak mau melihat orang yang saya cintai menangis" Pak Riko mengusap air mata Azra. Namun, Azra masih memberontak. Sungguh dia sangat merasa jijik saat tangan kotor Pak Riko menyentuh kulitnya.

Ketika melihat Azra yang semakin menangis. Emosi Pak Riko mulai membeludak kembali.

"SUDAH SAYA BILANG. SAYA TIDAK SUKA MENDENGAR ORANG YANG SAYA CINTAI MENANGIS. JADI, BERHENTILAH MENANGIS, AZRA!!".

Azra tak memperdulikan bentakan Pak Riko yang terdengar jelas di telinganya. Azra semakin melawan saat tangan kotor Pak Riko mulai mengelus lengannya. Sorot mata Pak Riko terlihat menggelap dan dipenuhi gairah.

Azra menangis sejadi-jadinya. Tenaganya sebenarnya sudah habis, namun ia paksakan untuk terus melawan Pak Riko.

"Diam Azra!".

Bugh.
Bugh.

"Arghhhh" Jerit Pak Riko saat Azra berhasil menendang kemaluan lagi. Namun, kali ini bukan satu kali tapi dua kali.

Pak Riko meringis kesakitan. Dia langsung mengambil pisau yang sedari tadi ia simpan. Sepertinya bermain lembut bersama Azra tidak akan bisa. Jadi, dia memutuskan untuk segera mengakhiri hidup Azra.

"Kamu tidak mau saya sentuh, kan?. Baiklah!. Saya pastikan tidak akan ada lagi yang bisa menyentuh tubuh kamu lagi. Termasuk Pak Zein!. Kamu tahu kenapa? Karena saya akan segera mengakhiri hidupmu".

Azra menatap takut ke pisau yang Pak Riko pegang. Pisau itu terlihat sangat tajam. Mungkin satu tusukan saja sudah mampu menghilangkan nyawa seseorang.

Pak Riko mengangkat pisau itu. Dengan sekali dia menghentakkan pisaunya ke tubuh Azra.

"Lenyap!".

.
.
.

Komennya yang banyak plissssss

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang