Zein berjalan sedikit tergesa. Tangannya menenteng satu keresek yang berisikan makanan dan minuman. Sesekali ia sedikit berlari. Perasaannya tiba-tiba merasa gelisah. Entah, kenapa.
Zein merasa bersalah karena telah lama meninggalkan Azra sendirian di mobil. Semua ini bukan karena kesengajaannya. Namun, tadi saat dia membeli makanan, warung yang ia kunjungi tampak ramai. Akhirnya dia harus mengantre terlebih dahulu.
Senyum tersungging di bibirnya saat matanya menatap mobilnya tak jauh dari tempatnya berdiri. Zein berlari menyeberangi jalan raya. Dia berjalan mendekati mobilnya. Namun, senyumnya mendadak memudar saat tahu bahwa Azra tak ada didalam mobil.
Keresek yang berisikan makanan minuman itu dia letakkan di jok mobil. Tangannya menutup kembali pintu mobil itu. Matanya menelusuri sekitar, mencari keberadaan Azra.
"Maaf, Bu. Apa Ibu melihat wanita keluar dari mobil saya?" Tanya Zein ke Ibu-ibu yang berjualan mainan anak kecil.
"Iya, Mas. Tadi saya Ngelihat jalan ke samping lampu merah" Jawab Ibu-ibu itu.
"Terimakasih ya, Bu".
Zein berlari menuju lampu merah. Sesampainya di lampu merah, Zein sama sekali tak menemukan keberadaan Azra. Perasaannya semakin gelisah. Dia berlari menyusuri sekitar lampu merah.
"Nyari apa, Mas? Saya lihatin daritadi kok kayak nyari sesuatu gitu".
Zein langsung berhenti berlari "Maaf, Pak. Apa Bapak tadi melihat wanita ini?" Zein menunjukkan foto Azra yang ada di ponselnya.
Laki-laki itu tampak berpikir sembari menatap foto Azra yang Zein tunjukkan "Owalah. Tadi saya Ngelihat dia masuk ke toko tua itu" Ucapnya sambil menunjuk ke arah toko tua.
Zein bernafas lega. Namun, gelisah di hatinya belum sepenuhnya hilang. Buat apa istrinya itu masuk ke toko tua yang terlihat tak terawat itu?.
"Terimakasih ya, Pak".
Zein kembali berlari menuju toko tua.
"Arghhhh".
Baru juga Zein menginjakkan kakinya di toko tua itu. Telinganya sudah disuguhi dengan suara teriakan yang ia kenal betul suara siapa itu. Azra! Ya, Azra. Tanpa basa-basi Zein berlari menuju ke dalam.
Langkahnya berhenti. Matanya membulat sempurna. Detak jantungnya terasa berhenti berdetak. Rasanya Zein ingin pingsan sekarang juga. Dengan matanya sendiri Zein melihat Azra sedang diperkosa oleh laki-laki yang Zein tahu itu Rama.
Bugh!
Bugh!
Bugh!.Zein mendaratkan pukulan di tubuh Rama. Mulai wajah, perut, dan dada. Bahkan dia sempat menendang kepala Rama. Jika membunuh orang tidak berdosa, maka Zein pastikan detik itu juga Rama akan lenyap ditangannya.
Tubuh Rama penuh dengan darah. Tenaganya habis untuk melawan Zein.
"Angkat tangan!".
Suara polisi tiba-tiba terdengar. Polisi itu menangkap Rama. Sedangkan, Zein langsung menghampiri Azra yang masih terbaring lemas di lantai. Tangannya dengan gesit, menutupi tubuh Azra yang telanjang.
Zein benar-benar merasa hancur. Air matanya mengalir deras. Bayangkan saja, laki-laki mana yang kuat melihat istrinya sendiri diperkosa laki-laki lain didepan matanya?. Zein menyerahkan Rama ke polisi. Kali ini fokusnya hanya kepada Azra.
Azra memeluk erat tubuh Zein. Air matanya tak lagi menetes. Mungkin karena sangking lelahnya. Espresi wanita itu terlihat sekali bahwa dia sedang menahan sakit yang teramat dalam.
"Ditahan dulu ya, Sayang. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit" Disela-sela kesadarannya, Azra mendengar bisikan Zein di telinganya.
Zein memeluk tubuh Azra begitu erat. Kulitnya terada basah karena darah Azra yang menempel di kulitnya. Zein tak memperdulikan hal itu. Berkali-kali ia mendaratkan ciuman di pucuk kepala Azra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ustadz||END
Romansa"Om cinta gak sama Azra?". "Saya akan menikahi kamu" Apa jadinya jika gadis petikalan seperti Azra bertemu dengan laki-laki asing yang mengatakan ingin menikahi azra?.