15.Lailatuz Zafaf yang sesungguhnya

6.7K 283 0
                                    

Hari ini masjid sudah dipenuhi jama'ah. Jika biasanya yang datang hanya beberapa orang, hari ini para jama'ah yang datang lebih banyak dari biasanya. Memang setiap malam Jum'at dimasjid An-Nur selalu diadakan kajian rutinan majelis ta'lim, jadi tidak heran jika hari ini jama'ah lebih banyak yang datang dari hari-hari biasanya.

Azra sedari tadi fokus mendengarkan ceramah yang disampaikan salah satu ustadz dengan para jam'ah perempuan lainnya. Sedangkan Zein yang sekarang sudah berada diantara jama'ah laki-laki juga fokus menyimak ceramah yang disampaikan.

Hingga tak terasa kajian dimalam Jum'at ini pun sudah berakhir. Azra berdiri disamping motor milik suaminya yang masih berada di parkiran masjid. Azra sedari tadi masih menunggu suaminya yang masih belum keluar dari masjid.

"Dek" Azra menoleh ke sumber suara dan terlihat lah pria tampan yang sedang berjalan kearahnya yaitu Zein, suaminya. Azra tersenyum dan mencium tangan suaminya saat Zein sudah berada tepat didepannya.

"Maaf ya tadi mas ada urusan" Azra mengangguk. Toh, dia juga tidak terlalu lama menunggu suaminya.

"Udah mas" ucap Azra saat sudah duduk di jok belakang motor Zein.

"Pegangan sayang" pipi Azra merona dengan malu-malu monyet Azra mulai berpegangan pada pinggang suaminya. Karena Zein merasa pegangan istrinya kurang erat, dia pun mengulurkan tangannya ke tangan istrinya agar pegangannya lebih erat.

Tidak butuh waktu lama. Cukup 5 menit kedua pasangan itu sudah sampai dirumah mereka.

"Gerah ya om" Azra sedang melepas hijabnya. Setelah itu dia merebahkan tubuhnya dengan kepala yang berbantalkan dada bidang Zein.

Zein tersenyum, akhir-akhir ini Azra memang selalu rutin melakukan ritualnya yang satu ini, yaitu tidur dengan kepala berbantalkan dada bidangnya. Zein sama sekali tidak keberatan mala dia sangat bahagia.

"Rambutnya mas sisir ya?" Zein ingat bahwa tadi sebelum berangkat ke masjid, Azra tidak sempat menyisir rambutnya karena terburu-buru. Zein sudah mengingatkan istrinya agar bersiap-siap lebih awal tapi Azra ya Azra. Bukan Azra namanya kalau gak ngeyel.

"Iya om" Zein mengambil sisir tanpa harus repot-repot bangun dari rebahannya karena jarak antara kasur dan tempat make up istrinya yang berdekatan.

"Bangun dulu sayang. Kalau gini mas susah nyisirnya"

Azra mendengus kesal dengan terpaksa dia bangun dan berganti duduk.

Zein menyisir pelan rambut istrinya. Aroma wangi rambut Azra membuat Zein menahan sesuatu dalam tubuhnya. Bagaimana pun dia tetaplah laki-laki normal.

"Astaghfirullah" Batin Zein.

"Om".

"Kenapa hm?".

"1+1 berapa om?".

"2".

"Kalau aku ditambah kamu jadinya apa om?".

"Apa?" .

"Kalau aku ditambah kamu jadinya kita, om" ucap Azra dengan tertawa. Zein juga ikut tertawa geli mendengar gombalan istrinya.

"Bisa aja" Zein tersenyum dengan geleng-geleng kepala.

"Udah sayang" Zein sudah selesai menyisir rambut istrinya. Dia pun meletakkan kembali sisir tadi ketempat asalnya.

Sementara Azra langsung menghambur ke pelukan Zein dengan kepala yang asik ndusel-ndusel di dada Zein.

"Sekarang manja, ya" Ucap Zein dengan mengelus lembut rambut istrinya. Baru juga disisir sekarang udah berantakan lagi tuh rambut.

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang