59. End

8.1K 150 17
                                        

Pagi itu, Zein memegangi dadanya sembari beberapa kali meringis. Sakit, hanya itu yang dia rasakan saat ini. Sembari tangan kiri memegangi dada, tangan kanan Zein menerima gelas yang berisikan air hangat buatan Azra. Diteguknya hingga tandas air putih hangat itu. Beberapa menit Zein masih terlihat kesakitan. Namun, syukurlah tidak lama dari itu rasa sakit di dadanya berangsur membaik.

Azra sedari tadi duduk disamping Zein. Bohong jika dia merasa baik-baik saja. Wanita itu ingin menangis melihat Zein kesakitan , namun menangis hanya semakin menambah beban pikiran Zein. Azra tidak ingin itu....

Azra mengelus lembut punggung suaminya. Berusaha memberi tenaga semangat lewat elusannya. Zein seketika menoleh ke Azra, setelah itu dia tersenyum dan berkata.

"Gak papa" Ucap Zein.

Bohong. Azra tahu Zein sedang berbohong. Bagaimana mungkin laki-laki itu baik-baik saja padahal beberapa menit yang lalu dia merancau kesakitan.

"Mas bohong, kan? Itu sakit, Mas!" Timpal Azra.

Zein tersenyum sembari menyelipkan anak rambut Azra ke belakang telinga wanita itu.

"Udah ilang sakitnya" Jawab Zein.

"Periksa lagi, ya?" Bujuk Azra.

Zein menggeleng "Kan kemarin udah"

"Lagi"

"Gak mau, sayang"

"Kenapa? Karena uang?" Tanya Azra dengan mimik wajah serius. Sedangkan, Zein yang semula terlihat biasa saja kini ekspresinya sedikit berubah.

"Gak juga" Jawab Zein.

"Uang bisa dicari, Mas. Tapi kesehatan Mas tetep yang nomer satu. Kalau uangnya gak ada, aku masih bisa cari uang lagi"

"Kalau Mas yang gak ada?"

Entah kenapa mulut Zein tiba-tiba mengeluarkan pertanyaan itu. Sedangkan, Azra tampak terkejut mendengar pertanyaan suaminya. Terkejut? Jelas!. Siapa yang tidak terkejut mendapat pertanyaan menakutkan seperti itu.

"Jangan ngomong git-"

Belum juga Azra melanjutkan perkataannya, Zein langsung memotong dengan pertanyaan yang lebih pahit dari pertanyaan sebelumnya.

"Kalau Mas gak ada, kamu bakal cari suami lagi?"

***

Azra POV

Aku tahu, aku adalah wanita yang kuat. Aku adalah wanita yang mampu sembuh dari segala hal yang pernah membuat ku jatuh bahkan nyaris merebut kewarasan ku. Aku tahu, aku bisa sekuat itu.

Penculikan, pemerkosaan, dan pembullyan beberapa tahun yang lalu membuat ku ingin mati saat itu juga. Otakku diperas sekuatnya, hatiku ditekan sedalamnya, tenagaku terkuras habis. Saat itu aku hanya ingin sembuh. Benar saja, setelah lima tahun menghilang, aku kembali dengan kewarasan ku yang masih pulih. Walaupun semua orang menghinaku sebagai wanita tak tahu diri. Aku terima.

Aku wanita yang kuat.

Hanya saja kali ini badainya terlalu kencang untuk ku hadapi sendiri. Aku butuh dua tangan lagi untuk menopang tubuhku yang hampir terasa mati.

1 Juni 2021, tepatnya pukul 08.00 pagi.  Ruangan yang didominasi warna putih tampak dikerubungi para dokter dan perawat. Sambil menangis aku berdiri didepan pintu yang masih tertutup rapat. Dapat kulihat dari kaca berukuran kecil jika suamiku sedang terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Wajah suamiku terlihat pucat pasi, selang infus telah menempel di tangannya. Para dokter dan perawat didalam sana tampak sibuk menangani Mas Zein. Ku yakini kondisi Mas Zein kali ini sangat buruk.

Mata ku menatap nanar kedalam, berharap dengan semua keajaiban, suamiku akan lekas sadar. Kayla sedari tadi menangis dipangkuan ibu mertua ku. Sebenarnya sedari tadi Kayla merengek minta digendong oleh ku. Hanya saja aku menolaknya. Hari ini aku hanya ingin melihat suamiku tanpa ada gangguan dari siapapun. Termasuk Kayla.

Entah mengapa hati ku menjadi gelisah. Lebih tepatnya rasa sedih yang teramat dalam. Seperti akan terjadi sesuatu yang buruk. Ku harap tidak akan terjadi apa-apa.

Waktu terus berjalan dan dokter masih sibuk menangani Mas Zein. Kakiku mulai kesemutan karena sedari tadi aku berdiri. Namun, ku abaikan itu. Kayla beberapa menit yang lalu tertidur, masih dipangkuan Ibu mertuaku.

Dokter tampak berjalan menuju pintu. Sontak aku sedikit mundur dari pintu agar Dokter itu mudah membuka pintunya.

"Suami saya kenapa, Dok?" Tanyaku kepada Dokter perempuan yang entah siapa namanya.

Dokter itu tak langsung menjawab, namun tatapannya terus mengarah kearah ku. Hatiku semakin gelisah rasanya melihat tatapan dokter itu.

"Suami saya baik-baik saja, Kan?" Tanyaku ulang.

"Suami Ibu harus segera ditangani, hanya saja butuh dokter khusus untuk menanganinya. Kami sudah menghubungi dokter kami. Beliau sedang dalam perjalanan. Ibu berdoa saja semoga suami ibu baik-baik saja".

Tanpa menjawab perkataan Dokter itu, aku langsung berlari menuju mushola rumah sakit.

Sembari berlinang air mata aku terus berdoa untuk Mas Zein. Dokter tadi mengatakan bahwa Mas Zein harus segera ditangani itu artinya Mas Zein sedang kritis. Hatiku semakin gelisah rasanya. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Mas Zein?

Dret..

Suara ponselku terdengar. Rupanya Ibu mertuaku menelfon.

"Assalamualaikum, Ma. Kenapa, ya? Mas Zein udah ditangani, kan?"

Tidak ada sahutan apapun dari Ibu mertuaku. Namun bisa kudengar suara isak tangis dari seberang sana.

Aku berdiri dan berlari menuju ruang tempat suamiku dirawat. Sesampainya diambang pintu ruangan itu. Refleks langkahku terhenti. Tubuhku lemas, jantung terasa berhenti berdetak, kepalaku pening. Rasanya aku ingin mati saat ini juga. Pandangan ku perlahan menggelap. Gelap.

Kamu tahu, Mas. Tidak ada satu hari saja aku menyesal menjadi istri mu. Pelukmu, kedewasaan mu, cinta dan sayangmu. Semuanya terasa manis didalam hati ku.

Dulu, aku sering memaksamu agar kamu mau membelikan ku minuman boba rasa matcha atau aku akan seharian merengek jika kau tak menuruti keinginan ku. Namun, hari ini aku tak meminta apapun lagi selain kamu kembali.

Kembalilah, Mas. Ini bukan saatnya kita berpisah. Kayla masih kecil dan aku masih butuh kamu.

Jangan pergi, tunggu aku, ajak aku.

Aku tahu bahwa disetiap pertemuan pasti ada perpisahan. Hanya saja perpisahan kita terlalu cepat. Masih banyak sekali isi kepala ku yang ingin ku ceritakan padamu. Masih banyak waktumu yang ku butuh untuk mengisi hariku.

Bersamaan dengan kepergian mu. Ragamu terasa mati saat ini.

Selamat jalan suamiku.
Aku mencintaimu.

End

Assalamualaikum semuanya 🤩
Terimakasih yang sudah membaca cerita ku, OM USTADZ. Terimakasih banyak, ya.

Cerita ini udah tamat, semoga kalian suka.

"kak ada versi novelnya, gak?"
Doakan aja deh. Tapi kalo memang jadi aku buat versi novel, pasti bakal beda sama yang versi wattpad hehe

Oke, see you and take care.

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang