17.Tetap semangat ya?

5K 242 3
                                    

"Stop!. Ayah jangan masuk,biar pak Zein aja yang nemenin Bunda".

Sontak Azra, Zein, dan pak Manto terkejut. Pak Manto masih diam ditempat. Dia tidak bergeming sama sekali. Otaknya masih mencerna perkataan istrinya.

"Loh, Ayah ngapain masih disini?".

"Wong aku Ayah e" ucap pak Manto tak mau kalah.

"Ndak Bunda ndak mau!. Bunda maunya ditemenin pak Zein, biar anaknya ketularan ganteng kayak pak Zein" pak Manto semakin dibuat pusing oleh istrinya. Bisa-bisanya disaat mau melahirkan, istrinya itu masih kepikiran yang ganteng-ganteng.

Zein daritadi menyimak obrolan dua sepasang suami istri itu, dia tidak mengatakan apapun tapi dirinya juga ikut kaget. Kenapa harus Zein yang menemani jika sudah ada suaminya.

Tangan Azra memegang lengan suaminya. Sontak saja Zein langsung melihat ke arah Azra.

"Mas gak nyesel kan jadi orang ganteng?" Ucap Azra polos.

Zein pikir istrinya akan memberikan solusi kepadanya atau setidaknya dia bilang agar Zein jangan melakukan kemauan istri pak Manto itu. Tapi alih-alih memberi masukan. Azra mala bertanya dengan pertanyaan yang tidak penting sama sekali. Unfaedah...

"Dek" Ucap Zein lesuh. Dia bingung. Disatu sisi dia tidak mau membuat Azra sakit hati, karena bagaimanapun Azra adalah istrinya. Tapi disatu sisi lainnya dia juga tidak tega dengan kondisi Bu Ajeng.

"Maaf Bu saya gak bisa" bukannya dia tidak mau membantu tapi dia juga harus memikirkan perasaan istrinya dan dia pun harus memikirkan perasaan pak Manto juga. Lagi pula disini juga masih ada suaminya.

"Loh" wajah Bu Ajeng semakin terlihat memelas.

"Ini sakit. Bentar lagi mau keluar".

"Yasudah sama Ayah aja Bun!".

"Buset mau berojol aja masih pake drama" Batin Azra.

"Bunda maunya sama pak Zein!".

"Pilih Ayah atau pak Zein" ucap pak Manto setengah pasrah.

"Dua-duanya" suara dokter sontak membuat pak Manto langsung menarik tangan pak Zein untuk masuk kedalam ruangan. Zein langsung melihat ke istrinya. Azra tersenyum dan mengangguk ke arahnya.

Akhirnya, proses melahirkan pun selesai. Zein keluar dan langsung menghampiri istrinya yang sedang duduk di kursi yang ada didepan ruangan bersalin.

Dia berjongkok didepan Azra lalu menggapai tangan istrinya. Zein mencium tangan istrinya dengan lembut. Setelah itu, ditatapnya manik mata istrinya yang indah. Azra tersenyum ke arah suaminya.

"Gimana tadi, Mas?".

"Adek jangan berpikir macam-macam ya. Tadi Mas hanya diam disamping pak Manto".

Zein takut istrinya salah paham. Memang betul waktu didalam ruangan tadi Zein hanya berdiri disamping pak Manto dengan membaca doa agar proses persalinan istri tetangganya itu berjalan lancar.

"Gak sampai pegang-pegangan tangan kan?".

Zein menggeleng. Lalu, pindah posisi menjadi duduk disamping istrinya "enggak, Sayang".

Azra tersenyum lalu mengangguk. Dia cukup lega karena suaminya tidak sampai pegang-pegangan apalagi sampai dijambak-jambak oleh Bu Ajeng.

Pintu ruangan tempat Bu Ajeng terbuka dan terlihatlah pak Manto yang sedang berjalan kearahnya.

"Pak Zein maturnuwon nggeh. Maaf jadi ngerepotin sampean loh".

"Gak papa kok pak. Santai mawon".

"Masya Allah baik banget sampean, pak". Zein hanya membalas perkataan pak Manto dengan senyuman.

Om Ustadz||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang