Ch. 17 - RUPTURED

276 20 0
                                    

"Cukup kamu saja yang begitu! Jangan bawa-bawa anak saya!" teriaknya pada Jessica.

Jessica hanya menatapinya datar; tidak terlalu menanggapi kemarahan ayah Sabine yang menurutnya sudah terlalu terlambat. Dia juga tidak ingin ikut campur sekalipun ini memang ada hubungan dengan dirinya. Sang ayah telah didatangi oleh polisi atas laporan dugaan pemerasan terhadap seseorang di Eloise. Lala memutuskan untuk buka suara dan pengakuan itu juga menyeret nama Jonny.

"Pa, sudahlah," Sabine memohon sambil menariknya menjauh dari Jessica. "Aku malu kita ribut-ribut di sini..."

Penghuni apartemen yang lain bisa terbangun karena suara keras ayahnya.

"Malu?! Masih berani kamu mengatakan malu?!" ia menghardik putrinya. "Bagaimana dengan Papa?! Apa kamu pikir Papa tidak malu dengan perbuatan kamu?! Kenapa kamu sampai melakukan hal-hal yang sama sekali tidak masuk akal, Sabine? Kalian memeras orang! Hukumannya tidak main-main! Apa kamu mengerti?! Hah?!"

"Itu tidak akan terjadi kalau seandainya sebagai seorang ayah, Bapak membelanya dari awal," celetuk Jessica; akhirnya ia bicara. "Saya juga yakin kalau Bapak tidak mengerti dengan permasalahan Sabine di Eloise. Dia dituduh melakukan perbuatan asusila. Bapak tahu itu?"

"Jangan ikut campur kamu," tandas ayah Sabine; menatap Jessica bengis "Semua ini gara-gara kamu! Kamu memberinya pengaruh buruk!"

Jessica hanya memutar matanya sambil tertawa sinis.

"Bapak harusnya berterima kasih pada saya. Kalau bukan karena saya, mungkin Bapak benar-benar akan kehilangan semua anak-anak Bapak," sindirnya. "Kalau bukan saya yang menghentikannya, Sabine pasti sudah melompat dari jembatan karena dia lebih ingin mati daripada hidup dengan Bapak."

"Apa?"

Sabine tertunduk; mengapa Jessica harus mengatakan hal-hal semacam itu pada ayahnya? Padahal dia ingin itu tetap menjadi rahasia mereka. Namun, tampaknya Jessica belum puas. Entah dia ingin membela Sabine atau hanya melampiaskan kekesalannya sendiri.

"Tanya dia," celetuk Jessica lagi, menunjuk Sabine yang sudah menangis terisak-isak. "Kapan terakhir kali Bapak benar-benar peduli padanya? Saat semua orang menghinanya, apa pernah Bapak melindunginya?"

Sang ayah terdiam. Begitu pula Sabine yang tidak bisa membantah Jessica.

"Bin, sebaiknya kamu pulang dulu. Aku tidak mau ikut campur urusan keluarga," tegas Jessica kemudian. "Kamu bisa kembali lagi ke sini kapan pun kamu mau. Dan... masalah dengan polisi biar aku yang urus. Kamu tenang saja."

"Tapi, Jess...,"

"Sudah, jangan khawatir. Toh Papa-mu juga tidak bisa berbuat apa-apa," sindir Jessica lagi. "Karena kalau dia melakukan sesuatu dari awal, tidak satu pun dari hal ini terjadi pada kita."

Papa-nya terdiam dan Jessica langsung melipir, menutup pintunya dengan kasar.

***

"Ada apa sebenarnya, Sabine? Kenapa kamu bergantung pada perempuan yang kata tetangganya sama sekali tidak baik?" sang ayah menjadi tidak sabar padanya.

Dalam perjalanan pulang di dalam mobil dia bertanya tanpa ada kemarahan pada nada suaranya.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu sering berurusan dengan dia?"

Sabine masih tidak mau menanggapi ayahnya itu dengan diam seribu bahasa.

"Lihat penampilan kamu...," katanya lagi; memelototi Sabine dari bawah ke atas.

Anak perempuannya yang dulu seperti seorang putri telah berubah menjadi liar. Rambutnya merah, pakaiannya di atas lutut. Bau alkohol tercium darinya dan tampaknya sedikit mabuk.

"Papa sudah tidak mengenali kamu lagi."

"Papa selalu menyimpulkan semuanya sendiri. Untuk apa aku jawab?" balas Sabine akhirnya begitu ia merasa lelah dengan sikap ayahnya yang selalu datang untuk memarahinya. "Kalau aku menganggap aku tidak bisa apa-apa tanpa Jessica yang menurut Papa bukan gadis yang baik, harusnya Papa mengerti apa penyebabnya. Aku bisa mengandalkan Jessica di saat aku butuh bantuan. Dia membelaku saat Papa tidak mau melakukannya. Apa itu salah?"

"Itu karena kamu tidak pernah mendengarkan Papa. Padahal demi kebaikan kamu sendiri. Apa kamu menganggap kamu tidak butuh Papa lagi?"

"Justru Papa yang tidak membutuhkan aku lagi. Karena sekarang ada Marina dan anak-anaknya. Mereka bisa mengisi kekosongan yang Papa rasakan setelah kepergian Mama, Denise dan Robyn. Tapi... aku... tidak memiliki apa-apa selain kebebasanku saat ini."

Kali ini semuanya sudah berubah. Caranya hidup sudah tak seperti dulu lagi. Sabine tak lagi menemukan jiwanya dekat dengan sang ayah.

"Karena itu tolong, Pa. Lepaskan aku. Aku ingin hidup sendiri supaya Papa juga bisa bahagia dengan keluarga Papa yang baru. Bukankah kata Papa, Papa butuh ketenangan?"

Sabine hanya menatap ayahnya dengan sedih. Tak ada lagi yang bisa ia katakan. Ia bosan berdebat dengan ayahnya.

"Kamu harus ingat, orang seperti Jessica tidak bisa dipercaya. Jangan pernah lupa, bahwa Papa pernah mengingatkan kamu soal ini...," katanya untuk yang terakhil kali. "Jangan sampai dia menjerumuskan kamu ke tempat yang salah. Tidak akan ada jalan kembali, Sabine."

Setelah pulang sebentar bersama ayahnya, Sabine memutuskan kembali ke apartemen Jessica lagi. Kemungkinan besar setelah ini, sang ayah tidak akan lagi menyeretnya pulang.

***

Reminder:

Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)

Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.

Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks

MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang