Ch. 30 - HUMILIATION

258 13 0
                                    

Desember 2015....

Seminggu berlalu dan akhirnya bos barunya kembali dari Beijing. Tapi, dia tidak sendirian. Seorang perempuan cantik mendampinginya saat ia masuk kantor pagi ini. Sosok itu langsung mencuri perhatian karena mematahkan anggapan bahwa perempuan cantik tidak harus berkulit putih.

Laura seperti manekin eksotis yang ramping dengan kulit agak gelap. Wajahnya manis khas keturunan orang Indonesia Timur; hidungnya mancung, bibir tipis, dan mata bulat dengan alis alami yang rapi. Rambut hitamnya dipotong model pixy. Sabine harus mengakui bahwa kalaupun Harish mempunyai hubungan istimewa dengannya, itu sesuatu yang wajar.

Sabine yang sudah seringkali dikagumi orang lain karena penampilan fisiknya bahkan masih merasa insecure apabila membandingkan dirinya dengan perempuan itu. Justru ia menginginkan warna kulit seperti Laura karena ia terlahir dengan kulit putih.

Namun yang lebih membuatnya merasa tak berarti adalah ketika Harish menghampiri meja Della begitu ia keluar dari kantornya bersama asisten pribadinya yang cantik.

"Saya keluar dulu sebentar," katanya; lelaki itu mengabaikannya dan melenggang begitu saja seolah Sabine tidak ada di ruangan yang sama.

Ia melangkah dengan tegap seperti biasanya diikuti oleh asisten pribadinya yang menebar senyum pada pegawai yang kebetulan berpapasan dengan mereka.

Sabine terdiam sangat lama di mejanya. Butuh waktu untuk kembali pada pekerjaannya secara penuh untuk memikirkan semuanya lagi. Tapi, ia masih saja gelisah seperti seorang kekasih yang selalu diabaikan dan ditinggalkan. Padahal ia tidak berhak untuk merasa memilikinya ataupun cemburu. Lelaki itu bahkan tidak menganggapnya ada. Dia mungkin tidak pernah lagi meneror Sabine akhir-akhir ini karena kesibukannya, namun sikap setiap kali mereka bertemu di kantor sudah menunjukan bahwa tak ada hal yang bisa menghubungkannya lagi dengan Harish yang pernah ia kenal; atau barangkali Sabine memang tak tahu bahwa Harish yang sesungguhnya memang seperti ini.

Setiap Sabine berpapasan dengannya ia harus sedikit menyingsing seperti pelayan yang melihat tuannya. Jika Harish melihatnya, dia akan kembali menunjukan bahwa keberadaannya di sini hanyalah sebagai 'simbol hukuman' bagi yang lain agar tidak melakukan kesalahan, dengan sindiran atau setidaknya tatapan datar yang cenderung penuh kebencian.

Pengunduran dirinya ditangguhkan dengan alasan kontraknya masih belum habis; jika ia tetap ingin mundur, Sabine harus membayar biaya penalti yang tidak sedikit. Sebenarnya ia bisa saja meminta bantuan Jessica; Jessica akan meminta bantuan Roland. Tapi, ia sudah sangat yakin untuk tidak lagi berurusan dengan kedua orang itu. Toh, semuanya sudah terjadi. Ia sudah membolos selama dua minggu agar itu membuatnya dipecat; tapi ternyata tak berpengaruh apa-apa. Malahan karena ia membolos selama dua minggu dan bersikap seenaknya, pegawai lain jadi semakin membenci dirinya.

Tak ada alasan lain untuk tetap bekerja dari Senin sampai Jumat selain untuk ini: menghadapi sikap orang-orang yang memperlakukannya seperti sampah. Untuk bisa tetap berdiri tegak walaupun rasanya tidak punya harga diri lagi, bersikaplah seperti tidak pernah kehilangan apa-apa, itulah yang ia percayai saat ini walau seringkali ia harus menangis di toilet sebelum kembali ke meja kerjanya dengan beban kerja yang hampir tidak ada.

Harish sudah memiliki seorang sekretaris dan asisten pribadi; dia juga sering menyuruh office boy dari lantai bawah untuk membereskan kantornya walaupun sebelumnya itu adalah tanggung jawab Sabine. Tapi, lelaki itu tak pernah memanggilnya ke ruangan atau memberinya tugas. Bisa dibilang Sabine hanyalah 'pajangan' yang tidak ada artinya.

***

"Sabine, kamu mau ke mana malam tahun baru nanti?" tegur salah seorang pegawai lelaki yang kebetulan berpapasan dengannya begitu meninggalkan kafetaria setelah makan siang. Ia mengikuti Sabine bersama seorang temannya yang lain yang tertawa tidak jelas.

Sabine hanya menggeleng dan mengabaikannya. Ia tahu, orang itu hanya mengganggunya untuk mempermainkannya.

Tidak ada rencana.

Dia tidak akan pergi ke mana pun dengan siapapun. Jessica sudah mengajaknya; akhir-akhir ini sahabatnya itu tampak mencoba menebus kesalahannya dengan sering mengunjungi apartemen Sabine dan menghabiskan banyak waktu dengannya. Ironisnya, selama ini dia yang menjauhi Sabine tanpa penjelasan dan di saat Sabine tidak ingin berurusan dengannya, justru Jessica yang berusaha untuk tetap jadi teman yang baik.

"Jangan lupa telepon aku kalau jadwal dengan Pak Roland kosong," ledeknya menggoda Sabine dengan lirikan melecehkan.

Beberapa orang yang kebetulan lewat mendengarnya dan tertawa.

Sabine menatapi dua orang itu dengan kesal.

"Maaf, tapi aku tidak berkencan dengan pegawai rendahan," balas Sabine ketus dan keras. "Kenapa kamu tidak mencari orang yang selevel saja?"

Kedua orang itu pun berubah jengkel setelah tadi mereka cengengesan seakan lelucon mereka memang lucu.

"Wow," sahut salah seorang dari mereka sambil tertawa cekikikan. "Dia mulai berani rupanya."

"Kenapa aku harus takut pada orang seperti kalian?" balas Sabine, masih menantang dua orang itu sendirian saat keributan itu memancing perhatian lebih banyak orang.

Sadar menjadi pusat perhatian, dua orang itu langsung mundur dengan wajah tegang.

"Ada apa ini?" tegur seseorang; ternyata inilah yang membuat keduanya bergegas hendak pergi.

Sabine memutar badannya untuk melihat siapa yang kebetulan lewat dan melihat keributan kecil itu; Kellan dan salah seorang pegawai di bagian HRD.

"Tidak ada, Pak," jawab mereka cemas sambil mundur beberapa langkah.

"Pe...permisi, Pak..," kata yang lainnya, ingin melarikan diri dari tatapan Kellan yang menusuk.

Keduanya langsung melipir seperti pengecut selagi Sabine mengatur nafasnya karena emosi hampir mengambil alih dirinya. Kellan sudah melanjutkan langkahnya; tidak terlalu menanggapi Sabine yang hanya menyaksikannya lewat seperti angin.

"Kamu diganggu mereka lagi?" tanya pegawai yang kebetulan lewat dengan Kellan itu; seorang lelaki yang lumayan sering ia lihat wara wiri ke kantor Harish –dia adalah asisten Chief HR Officer.

Sabine tidak menjawab. Ia hanya mengangguk dan perasaannya sudah terasa lebih baik. Untung saja Kellan lewat, kalau tidak, Sabine benar-benar akan menantang mereka habis-habisan karena berani menghinanya.

"Leon!" panggil Kellan yang sudah lumayan jauh dari mereka.

"Ya, Pak!" sahut lelaki itu dan segera mengejar bosnya. Ia hanya melempar senyuman ramah pada Sabine yang terdiam, menyaksikan keduanya berlalu dari hadapannya.

Orang itu tinggi sekali, pikirnya memandangi sosok itu berjalan bersama asistennya yang tampak pendek di sisinya.

***

Reminder:

Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)

Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.

Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks

MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang