"Aku mau pulang sekarang," kata Sabine yang sudah mengenakan pakaiannya saat Harish berbicara di luar dengan asisten pribadinya.
"Kenapa kamu tiba-tiba mau pergi?" tanya dia; sungguh terlihat masa bodoh dengan apa yang baru saja terjadi. "Apa ada sesuatu yang ingin kamu makan? Aku juga lapar. Aku pikir kita bisa pergi keluar untuk makan malam."
Makan malam?
Mereka tidak pernah melakukan hal-hal semacam itu sebelumnya. Harish tidak ingin pertemuan mereka dilihat oleh orang-orang yang mungkin akan mengancam reputasinya.
"Tidak perlu repot. Aku langsung kenyang dengan pembicaraan kalian," cetusnya mengumpulkan barang-barangnya di lantai dan tampak menghindari tatapan Harish lagi.
"Aku harus menyelesaikannya dengan Laura supaya tidak ada lagi kesalahpahaman," kata dia enteng.
"Aku tahu. Tapi, aku juga tidak mau berada di barisan gadis-gadis patah hati yang harus mengemis padamu supaya dicintai. Aku jadi ingat, kamu juga membuat Jessica salah paham dan berakhir sebagai korban pelecehan dari teman-teman kamu."
Sabine sudah tahu bahwa Harish akan menjadi masalah baginya jika berani jatuh cinta padanya. Dan sekarang momok menakutkan itu telah terwujud menjadi kenyataan yang begitu perih.
"Rasanya meninggalkan kamu di klub itu adalah keputusan yang benar...," gumam Sabine yang melewati Harish begitu saja dengan cukup gegabah.
"Apa?" Harish mulai tersinggung; ia tidak suka mendengar Sabine mengatakan hal yang buruk tentang pertemuan pertama mereka.
Bagi Harish itu adalah salah satu hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya. Terlepas dari hal-hal menyakitkan yang pernah ia ucapkan untuk membentengi dirinya dari perasaan yang sesungguhnya. Harish hanya tidak pernah berada di posisi di mana ia telah melakukan kekeliruan besar dalam hidupnya, tapi ia tak tahu cara memperbaikinya lantaran apa pun yang ia lakukan tidak akan berakhir baik bagi siapa pun, terlebih Sabine.
Tapi, kini ia menyadari, tidak mudah bagi Sabine untuk berdamai dengan semua hal yang telah terjadi di antara mereka sebelum ini.
"Apa yang kamu katakan?"
"Kata-kataku jelas, Harish! Aku ingin berhenti karena aku juga merasakan apa yang dia rasakan!" teriak Sabine mulai kacau. "Laura sudah melakukan apa pun demi kamu tapi kamu malah menghancurkannya! Aku juga tidak mau hal yang sama juga terjadi padaku!"
Harish mendengus kesal. "Kamu benar, Sabine! Dia memang melakukan apa saja untukku!" tandas dia. "Tapi, aku melakukan apa saja untukmu supaya kamu tidak perlu melakukan apa-apa selain tetap bersamaku! Apa itu tidak cukup?!"
Tapi, rasanya seperti baru saja merampas kekasih orang lain.
Lagipula terus bersama untuk apa? Harish selalu berdiri di tempat yang lebih tinggi. Tempat yang tak bisa diraih, sekuat apa pun Sabine mencoba mendakinya, ia tidak akan bisa meraihnya. Dan Harish bukan orang yang bisa turun hanya untuk menemuinya dan mengulurkan tangan.
"Aku tidak pernah memintanya!" balasnya. "Kamu lupa kamu sendirilah yang mengatakan bahwa kita tidak mungkin memiliki hubungan yang serius?! Kamu tidak ingin terikat dengan siapa pun?!"
Harish mengumpat; mengusapkan telapak tangannya ke wajah sambil mundur beberapa langkah. Ia mengerti Sabine masih menyimpan kata-kata itu di hatinya.
"Bukankah aku sudah memohon supaya kamu tetap bersamaku? Kenapa itu masih tidak cukup?" keluhnya, menahan emosi untuk tidak membalasnya dengan nada yang sama,
Sabine tertawa satu kali; lagi-lagi menatap dengan remeh Harish seakan tak ada yang bisa menyentuh hatinya lagi. Ia ragu Harish memahami arti kata 'memohon' yang sebenarnya. Pria ini begitu egosentris.
"Yang kamu lakukan hanya memaksaku!" teriaknya. "Kamu selalu memaksaku sampai kamu bahkan tidak sadar bahwa aku sudah muak dengan semuanya!"
"Muak...?"
"Sekarang aku sudah tidak peduli lagi. Sekali pun kemudian kamu menghukumku lagi atau menghancurkan hidupku lebih dari yang sudah kamu lakukan sebelumnya, aku sudah tidak peduli!" teriak Sabine lagi.
Harish yang belum bisa mencerna semuanya dengan cepat masih menatapi Sabine dengan bingung; tidak satu pun dari semua yang dituduhkan Sabine padanya terbesit di pikirannya. Sejak ia menyadari perasaannya, ia mulai berpikir untuk mencari jalan bagi mereka. Akan tetapi saat ia mulai menunjukkan isi hatinya, Sabine sudah terlanjur tidak mempercayai apa pun.
"Aku... hanya... ingin berhenti...," kata Sabine lagi dengan penuh permohonan, menatap Harish yang terdiam di depannya
Tak ada yang paling ia inginkan saat ini selain dari kehidupan yang normal. Meski tampak seperti fatamorgana, setidaknya Sabine ingin mencoba untuk menjalaninya dengan baik tanpa perlu merasa berdosa. Entah itu karena Laura atau menjadi seorang pelacur. Dirinya tak sekuat Laura yang bisa menanggung cinta sepihak selama bertahun-tahun.
"Aku... ingin menghentikannya sekarang...," ucap Sabine lagi.
Jangan mempermainkanku lagi....
"Apa kamu yakin itu adalah yang paling kamu inginkan sekarang?" tanya Harish akhirnya setelah ia terdiam cukup lama.
"Setiap kamu ada di sekitarku... aku tidak bisa bernafas...," akunya lagi, tertunduk sambil menangis sesenggukan. "Aku sudah tidak tahan lagi. Aku tidak bisa melakukan ini lagi...."
Dari segi mana pun hubungan mereka sangat tidak mungkin.
***
*end of part I: He Takes It AllReminder:
Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)
Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana. Jangan khawatir, tampilan blog aku hampir sama seperti interface webnovel pada umumnya.
Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romance[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...