Ch. 20 - FIRST JOB

298 16 0
                                    

"Orang sebelum kamu berhenti karena menikah," jelas wanita berusia sekitar tiga putuh tahun yang berwajah datar itu. "Apa kamu punya rencana menikah dalam waktu dekat?"

Pertanyaan itu membuat Sabine kaget; tak hanya karena mimik wajahnya yang serius itu. "Saya baru lulus sekolah tahun ini, Bu...," jawab Sabine

Manajer HRD itu wanita yang tampak judes itu mengangguk. Raut wajahnya berubah setelah ia membaca lembaran yang dibawa Sabine sebagai lamaran kerjanya.

"Kamu pernah sekolah di St. Grace International School. Menguasai Bahasa Inggris, Mandarin dan Prancis? Juga pernah sekolah balet di Eloise Theathre?"

Sabine mengangguk. Anak-anak sekolah menguasai banyak bahasa. Sabine dan adik-adiknya bersekolah di sekolah internasional sejak TK. Hanya Denise yang meminta sekolah swasta biasa begitu SMA. Sedangkan Sabine menghabiskan beberapa bulan terakhir sebelum kelulusan di sekolah swasta setelah sang ayah bangkrut.

"Hm... saya lihat kamu juga punya sertifikat sekolah etiket," dia berkomentar lagi.

Adik-adiknya juga punya sertifikat semacam itu juga; ibunya menganggap sopan santun sama pentingnya dengan nilai akademis.

"Kenapa kamu tidak melanjutkan kuliah atau meneruskan karir balet?" tanya dia.

"Saya... membutuhkan pekerjaan, Bu...." jawab Sabine dengan polos.

Mimi menatapnya lagi. Agak sangsi gadis ini bisa bekerja. Dia belum punya pengalaman kerja sama sekali. Melihat penampilannya yang seperti putri, dia pasti tipe gadis manja yang malas. Yang hanya suka menatap cermin setiap saat dan memastikan lipstik di bibirnya tidak kering atau habis. Dia juga cantik dengan bentuk badan yang bagus. Gadis cantik biasanya susah diatur karena mereka merasa memiliki dunia ini.

Tapi, memo yang diterimanya dari atasan sudah jelas. Seseorang yang akan menggantikan asisten kantor CEO yang lama adalah gadis ini. Mungkin di ruang CEO, dia hanya akan dijadikan sebagai pajangan yang bagus.

"Sepertinya ini cukup," kata Mimi akhirnya dan menyudahi interview singkatnya.

Sabine lega.

"Tugas kamu sederhana, hm... siapa nama kamu tadi?" dia memulai lagi setelah mengkonfirmasi penerimaan Sabine.

"Sabine, Bu...,"

Pekerjaannya hampir seperti office girl yang bertugas mengurus kantor dan mengantarkan semua yang dibutuhkan CEO. Hanya saja ia tidak mengenakan seragam khusus dan datang ke kantor dengan setelan kerja seperti pegawai kantoran pada umumnya.

Sekretaris CEO akan memberikan daftar tugas yang dulu biasa dipakai oleh asisten yang lama untuk diingat; membersihkan dan merapikan ruangan, menyiapkan minuman untuk tamu, menyusun laporan dan surat-surat dari departemen lain berdasarkan prioritas urgensinya, menyiapkan ruang pertemuan khusus yang ada di kantor CEO, menyambut tamu di ruangan dan mengantarkannya ke lobi jika diperlukan.

Roland orang yang perfeksionis; dia punya pantangan yang cukup banyak. Harus tepat waktu. Tidak suka mengulangi perintah dua kali. Tidak mau menandatangani surat sekali banyak karena ia perlu membacanya lebih dulu dengan detail. Sekretaris dan asisten kantornya tidak boleh berdandan berlebihan; tidak boleh mengecat kuku dengan warna mencolok, memakai perhiasan yang ketara, memakai parfum dengan wangi menyengat, no flat shoes, dan harus memakai rok.

"Baik, Sabine. Setelah ini kamu akan langsung menemui Pak Roland. Karena kamu akan bertugas di kantornya," kata Mimi yang kemudian menelepon seseorang untuk menelepon Sabine dan mengantarkannya ke tempat kerjanya.

Kantor CEO berada di lantai atas; menuju ke sana harus naik lift. Sabine menarik nafas berkali-kali karena jantungnya berdebar. Hingga akhirnya sekretaris CEO mempertemukannya dengan bosnya; Roland Adisuna, pria berkacamata dan berusia tiga puluh delapan tahun yang tampak memiliki kharisma dan wibawa seorang raja. Fisiknya tampak menua dengan begitu baik. Walaupun helaian rambutnya sudah mulai memutih, kulit wajahnya masih kelihatan segar dan terawat. Dia rapi, gagah, tidak gendut, tidak botak, tidak brewokan dan bersih.

"Selamat bergabung, Sabine," sang CEO berdiri dari kursinya dan menghampiri Sabine dan melempar senyum menyenangkan di wajahnya. Ia langsung mengulurkan tangan saat Sabine berada di depannya.

Mungkin kalau Jessica bertemu dengannya, ia pasti akan tertarik, pikir Sabine pada detik pria itu menyambut Sabine yang diantar langsung oleh sekretarisnya. Awalnya Sabine sempat mengira bahwa Roland adalah kekasih rahasia sahabatnya itu, tapi ia langsung meragukannya karena itu tidak mungkin.

Reminder:

Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)

Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.

Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks

MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang