Handphone-nya masih terasa bergetar saat Sabine baru menginjakan kakinya yang kotor di lobi apartemen; ia mengeluarkannya dari dalam tas yang melindunginya dari hujan yang telah membuat sekujur tubuhnya yang basah kuyup.
Jessica tampaknya belum akan membiarkannya sendiri. Sabine tertegun beberapa saat sebelum ia memutuskan untuk mengangkatnya.
"Kamu di mana, Bin?" tanya dia dengan tidak sabar.
"Kamu mau apa lagi?" tandas Sabine kesal.
"Dengarkan aku baik-baik. Aku sedang di jalan ke apartemen kamu sekarang," dia berkata dengan cepat. "Aku akan menjemput kamu."
"Untuk apa?"
"Bawa semua barang-barang yang penting. Pokoknya malam ini, kamu harus pergi dari sana," kata dia lagi. "Aku akan menjelaskannya begitu aku tiba di sana."
"Aku tidak akan lari seperti pengecut, Jes!" tandasku. "Semua ini bukan salahku!"
"Please, Sabine, percayalah! Kamu tidak akan punya kesempatan yang lain untuk bisa pergi," dia berkata. "Harish itu gila! Kamu tidak akan sanggup menghadapinya sendiri!"
"Kalau kamu tahu dari awal kita tidak bisa main-main dengannya, kenapa kamu melibatkan diri kamu dengan Roland dan kemudian melemparku juga ke dalamnya?!" tandas Sabine kesal. "Kamu lebih tahu dariku sebesar apa konflik dalam keluarga besar mereka 'kan?! Sekarang jangan bersikap seolah-olah kamu peduli padaku, Jess! Karena kalau kamu benar-benar peduli padaku, kamu tidak akan pernah melakukan apa yang sudah kamu lakukan."
"Iya, iya, aku tahu... tapi sekarang aku mohon dengarkan aku baik-baik. Kita harus pergi malam ini juga. Harish akan terus meneror kita, Bin," ia memohon.
Sabine menghela nafas panjang. "Ke mana kita akan pergi?" tanya dia.
"Roland sudah mengatur rencana ini sebelumnya. Kamu tenang saja. Sekarang, bawa apa saja yang bisa dibawa. Dua puluh menit lagi aku sampai," kata dia.
Sabine diam beberapa saat dan memikirkan semuanya lagi. Apa dengan lari akan menyelesaikan masalah? Bahkan bukan dirinya yang memulai. Kemarahan yang seringkali Harish perlihatkan padanya bukan main-main. Dia sepertinya tidak sekedar salah paham pada Sabine; hanya terlanjur membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Roland. Sabine mulai merasa bahwa bertahan lebih lama di sana juga tidak baik bagi dirinya.
Jessica mungkin benar; ia harus pergi dan tak perlu datang ke kantor lagi.
Dengan buru-buru Sabine segera lari ke unitnya; berpikir untuk segera berkemas dan pergi malam ini walaupun tak tahu pasti ke mana Jessica atau Roland akan mengajaknya pergi. Begitu masuk ke kamar, ia langsung menyalakan lampu, mengeluarkan koper dari lemari dan memasukan beberapa helai baju yang bisa muat di dalamnya.
"Kamu mau pergi ke mana?" suara itu benar-benar membuatnya jatuh berlutut di sisi tempat tidur; terkejut, ketakutan dan ngeri menemukan orang lain berada di rumahnya;
Bagaimana dia bisa masuk?
"Ke... kenapa kamu ada di sini?" tanya Sabine tergagap.
Tapi, pertanyaan itu menjadi konyol karena yang duduk di kursi meja riasnya sambil melipat tangan di dada adalah Harish; seperti hantu yang sudah lama menunggu dalam kegelapan. Dia adalah orang yang sama yang memberinya password apartemen Jessica dan menyuruhnya ke sana untuk memastikan sendiri bahwa yang dia katakan benar. Kedua orang itu telah menipunya dengan sangat rapi. Tapi, seakan tak pernah cukup mengatakan hal-hal menyakitkan di kantor, sekarang ia juga meneror Sabine sampai ke rumah.
Orang ini tak bisa dilawan. Secara tidak langsung Jessica mengakui bahwa Roland telah kalah dan apa pun yang pernah mereka rencanakan terhadap Harish telah gagal total. Sekarang Sabine harus menerima akibat dari persengkokolan yang tak pernah ia mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romansa[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...