Sabine kembali ke bawah meja; meringkuk ketakutan seperti anak kecil yang bersembunyi dari sesosok hantu yang ingin mengganggunya. Ia menahan tangis, menutup mulutnya agar tidak tak ada suara yang keluar saat ia mencoba bernafas; namun tak ada udara yang dapat mengisi rongga dadanya yang nyeri. Rasanya ia akan mati entah karena tak bisa bernafas atau hatinya sakit sekali.
"Hentikan," Harish mendorong Laura darinya; entah karena dia menyadarinya atau merasa tidak nyaman saja.
"Kenapa? Akhir-akhir ini sikap kamu aneh," kata Laura padanya; agak merajuk. "Apa aku melakukan kesalahan?"
"Tidak," jawab Harish; agak kebingungan.
Ekspresi di wajahnya berubah murung. Apa pun yang mengganggunya akhir-akhir ini memang tak ada hubungan dengan Laura. Ketidaknyamanan ini, ia tak tahu berasal dari mana. Ia menoleh tepat ke meja kerjanya seolah-olah ada yang mengawasinya di sana.
Laura menatapnya murung sekaligus tidak terima "Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" tebak dia.
"Tidak ada."
"Kamu sudah sering mengabaikanku dengan alasan tidak masuk akal. Ada apa sebenarnya?"
"Bisa kita turun sekarang?" tanya Harish.
"Jawab pertanyaanku dulu, Harish," desak Laura, menggenggam ujung bajunya dan tampak tak mengizinkan Harish menjauh darinya sebelum ia bicara sesuatu yang masuk akal olehnya.
Harish mendengus. "Aku tidak ingin membicarakan ini di kantor," katanya mengelak, memandang ke segala arah kecuali Laura yang memohon di depannya. "Kamu lupa peraturannya?"
"Kamu tidak ada di mana pun belakangan ini. Aku pikir kamu akan menemuiku di rumah begitu kamu sudah tidak terlalu sibuk, tapi kamu tidak tidak pernah datang."
"Aku sangat sibuk. Aku tidak bisa menemani kamu,"
"Aku mencari kamu di apartemen. Di hotel. Kamu juga tidak tidur di kantor. Aku tanya Felix, dia juga tidak tahu kamu berada di mana. Kamu mematikan telepon dan tidak membalas pesan. Apa maksudnya?"
Harish memang tidak berada di tempat mana pun yang pernah Laura datangi untuk mencarinya; ia membawa seorang gadis lain untuk melarikan diri kejenuhan dan tekanan yang semakin berat di pundaknya. Setelah jam kantor berakhir, ia membawa gadis itu masuk ke sini dan bermesraan dengannya untuk sebuah pemanasan cepat. Lalu mengajaknya berkendara tengah malam menuju suatu tempat untuk bisa singgah dan menghabiskan malam dengannya seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Dan setiap kali melarikan diri, mereka pergi ke tempat yang berbeda; hotel-hotel mewah yang bisa menjaga privasi. Malam-malam seperti itulah yang membuatnya kehilangan fokus dan berkali-kali menyingkirkan pekerjaannya.
"Kamu tahu sendiri aku memang tidak betah tinggal di satu tempat terlalu lama," balas Harish acuh. "Aku mudah bosan dengan suasana yang sama setiap hari."
Laura masih berusaha untuk menemukan jawaban lain lewat sikap Harish yang berusaha menghindari tatapannya. Jelas ada banyak rahasia di sana. Meski tak terlalu heran karena ia tahu Harish bisa saja berurusan dengan perempuan yang entah ditemuinya di mana, namun Harish yang tampak tidak tenang terlalu mencurigakan.
"Kamu... bertemu dengan siapa lagi?" tanya Laura; pertanyaan itu cukup membuat Harish bergidik. Tak ada kebohongan yang bisa menipu perempuan ini.
Harish kembali membuang pandang darinya; menghindar.
"Siapa?!" Laura mulai berteriak; matanya mulai berbinar. "Siapa lagi yang tidur dengan kamu kali ini, Harish?!"
Tak lama setelah teriakan Laura menggema ke setiap sudut ruangan; seberkas suara kecil terdengar. Seketika Laura menoleh ke belakang; meja kerja Harish; ada sesuatu yang bergeser di atasnya.
"Siapa di sana?!" panggil wanita itu, meninggalkan Harish yang mendadak punya firasat buruk soal itu.
Harish sudah merasakannya sejak ia kembali ke sini hanya karena Laura memaksa agar ia ikut menemaninya mengambil handbag-nya yang ketinggalan.
"Keluar! Tidak ada gunanya lagi kamu bersembunyi di sana," kata Laura lagi, melangkah hati-hati dengan perasaan campur aduk.
Sabine yang ketakutan akhirnya menampakan diri; wajahnya pucat pasi seperti mayat. Kemunculannya membuat Harish benar-benar panik, tapi yang terburuk ia tidak bisa menunjukannya. Tidak di depan Laura.
"Ma... maaf...," ucap gadis itu gemetaran; lututnya tak bisa berdiri dengan cegat.
"Kenapa kamu bisa ada di sini? Kamu sengaja menguping?!" hardik Laura yang kesal sekaligus malu; pegawai lain seharusnya tidak melihat atau mendengar hal-hal semacam tadi.
"Dia asisten kantor," kata Harish; berusaha untuk tetap tenang. "Tentu saja dia bisa ada di sini."
Laura menoleh pada Harish yang terkesan membela gadis itu.
"Makanya sudah aku katakan, dilarang bicara masalah pribadi di kantor," celetuk Harish dingin, lalu memutuskan untuk keluar dari kantornya sendiri.
Munafik; Harish tahu seperti itulah dirinya saat ini.
Tapi, apa yang bisa dia katakan di depan Sabine yang entah mengapa harus ada di sana di saat yang paling tidak diinginkannya? Kedua perempuan itu terlihat sama di matanya; sama-sama terluka.
"Ma... maaf," ucap Sabine lagi. "Saya... pergi dulu."
Dengan cepat ia berlari pontang-panting dan bahkan mendahului Harish yang baru saja melewati ambang pintu.
***
Reminder:
Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)
Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.
Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romance[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...