Mobil sudah berhenti di area parkir yang tampak asing bagi Sabine; ia memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan yang telah kehilangan fokus. Belum sempat ia bertanya di mana mereka berada saat ini, lelaki itu kembali menyambar Sabine yang tidak siap dan mencumbu bibirnya dengan tidak sabar.
Untuk pertama kalinya Sabine mulai melepaskan pikiran liarnya. Ia tidak lagi melihat batasnya setelah Harish membawanya turun dari mobil dan mereka sudah berada di sebuah tempat baru di mana lelaki itu lebih leluasa menciumnya tanpa memberinya jeda hanya untuk bernafas.
Gejolak di dalam dirinya semakin tumbuh saat gadis itu membalas setiap ciumannya walau dengan cara yang amat payah. Ia sudah mengakui betapa ia menginginkannya; ia membuang egonya dan menyerah untuk menang. Harish mendekap tubuhnya dan berpikir untuk segera pindah ke ranjang besar dengan seprai putih yang sudah menunggu.
"Tunggu...," Sabine tiba-tiba menghentikannya saat Harish sudah benar-benar kehilangan akal. "Aku... aku ingin... ke kamar mandi...."
"Sekarang?" protes Harish.
Sisa muntahnya menjijikan masih samar tercium walaupun Harish tampaknya sudah bisa berdamai dengan itu; tapi Sabine merasa sedikit malu akan dirinya yang berantakan sekaligus kotor.
"Tidak apa-apa...," Harish berujar padanya dan masih berusaha untuk menciumnya lagi.
Seperti kayu yang terbakar oleh nyala api, ia telah kehilangan dirinya dalam nafsu yang semakin menggelora.
"Tung...gu....," Sabine mendorongnya lagi; ia tampak serius dengan permintaannya saat ia menatap Harish dengan memohon.
Harish memaksa dirinya bersabar untuk beberapa saat lagi dan memperhatikan Sabine yang mulai melangkah sempoyongan tanpa arah. Namun, ia tidak bisa, sambil mendengus keras ia menghampiri gadis itu.
"Kamu... mau apa?" tanya Sabine yang terkejut saat lelaki itu menggendongnya menuju ke arah sebaliknya.
"Kamu tahu betul apa yang aku inginkan...," bisiknya tanpa melepaskan Sabine darinya. "Aku tidak bisa menunggu di luar seperti orang bodoh sampai kamu selesai...."
"Ta... ta...pi...," Sabine masih protes tapi bibir Harish kembali membungkamnya.
"Lepaskan semuanya sekarang...," bisiknya lagi.
Sabine mungkin telah mulai terbiasa dengan ciuman Harish yang bertubi-tubi, tapi ia belum siap untuk menanggalkan pakaiannya di depan lelaki itu secara sukarela. Tubuhnya mulai gemetaran saking gugupnya.
"Atau... kamu mau aku yang melepaskannya?" tanya Harish lagi; masih berbisik dengan suara beratnya yang rendah.
Sabine tidak menjawab; tapi bagi Harish itu tidak berarti sebuah penolakan. Kedua tangannya dengan cepat menurunkan risluting mini dress di punggung Sabine selagi bibirnya melumat bibir gadis itu. Setelah gaun itu berada di kakinya; Harish menurunkan tali branya dan kemudian mecumbui kulit bahunya dengan lapar.
Geli sekaligus mendebarkan; terlebih ketika tangan nakal Harish melepaskan kaitnya. Dengan refleks, Sabine menutupi dadanya dengan kedua lengannya sambil membuang wajah dengan malu. Tapi, Harish menyingkirkannya dengan cepat dan membuang bra-nya ke lantai.
"Yang terakhir...," bisik Harish padanya saat jemarinya juga mulai menurunkan celana dalam Sabine sampai ke kaki. Lalu ia tersenyum sebelum melakukan hal yang sama; menelanjangi dirinya sendiri di depan Sabine yang langsung panik dan salah tingkah.
Sabine sempat memutar badannya karena malu tapi Harish malah mendorongnya ke bilik mandi dan langsung menyalakan shower. Air dingin mengguyur kepalanya dalam pelukan Harish; samar-samar dalam hawa dingin yang menusuk tulangnya perlahan menyadarkan Sabine bahwa bos barunya itu memiliki bentuk yang bagus dari ujung kepala ke ujung kaki. Sabine tahu bahwa ia tidak akan mandi dengan benar karena lelaki ini hanya ingin terus bersentuhan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romance[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...