Sabine sama sekali tidak tahu apa yang diinginkan Harish darinya.
Jangan terlambat.
Sebelum jam lima dia sudah mengirim pesan lagi. Jadi Sabine langsung menuju ke tempat Harish tanpa pulang terlebih dahulu. Salah satu kamar suite yang biasa Harish singgahi bersamanya untuk malam liar.
Raut tenang atasan menyambutnya di ambang pintu. Orang ini entah bagaimana terlihat begitu mengintimidasi sekaligus menawan hanya dengan menatap. Dia langsung memeluk Sabine tanpa aba-aba sedikitpun, seolah ia begitu bahagia melihat Sabine lagi. Baru tadi siang mereka bertemu dan bercinta di kantor, tapi Harish masih tidak puas –dia selalu seperti itu hingga lama kelamaan Sabine mulai jengah.
Tapi, mengapa Harish terlihat seakan-akan sedang jatuh cinta padanya?
"Aku senang kamu datang lebih awal," Harish berkata setelah ia melepaskan Sabine dan meraih lengannya agar mengikutinya ke dalam.
Sabine sempat mengira Harish akan langsung menyeretnya ke tempat tidur dan bertingkah gila lagi. Tapi, lelaki itu menoleh padanya dengan senyum yang terlalu memikat untuk ukuran seorang bajingan gila.
"Aku punya sesuatu buat kamu," kata Harish lagi.
Hadiah? Apa dia tidak salah?
Harish langsung mengambilkan sebuah paperbag bermerek yang sudah menegaskan isi di dalamnya di atas meja.
Normalnya seorang gadis pasti akan senang dengan hadiah mahal. Tapi, Sabine adalah gadis dengan banyak rasa trauma. Ia khawatir pada hal-hal yang bisa membuatnya luluh lagi setelah lelaki itu menyakiti perasaannya berulang kali. Selama ini selalu begitu. Padahal ia sudah memutuskan untuk mulai menjaga jarak agar bisa menarik dirinya sendiri keluar dari lembah hitam dalam hubungan tak jelasnya dengan Harish. Tapi sikap Harish kian membingungkan, alih-alih Sabine bisa merasa sedikit dicintai olehnya setelah sekian lama mereka seperti ini.
"Apa ini?" tanya Sabine, tidak serta merta langsung menerima hadiahnya dengan riang; seperti dirinya yang dulu.
Tentu harusnya ia senang. Karena itu tas ratusan juta yang hanya dimiliki kalangan tertentu. Ini bahkan lebih mahal dari yang pernah dia miliki dulu.
"Kenapa kamu tidak langsung membukanya?" jawabnya dengan pertanyaan yang membuat Sabine tidak puas.
"Aku tahu ini apa, Harish," celetuk Sabine; hanya melirik ke dalam paperbag itu sekilas. "Tapi, apa maksudnya?"
Harish menatapku heran. "Itu hadiah," balas dia. "Apa lagi? Kamu tidak suka?"
Sabine terdiam lagi; tidak tahu caranya menolak ini. Hal-hal klise semacam ini pernah membuatnya benar-benar terhina; terhina hanya karena memakai barang mewah. Padahal siapa yang tidak suka dengan barang mahal terlebih ia pernah hidup dengan semua itu? Ini bukan pertama kali ia menerima hadiah mahal dari seseorang, ia pernah menerima tas Gucci dari Roland di hari ulang tahunnya yang ke sembilan belas dan ketika Roland pergi untuk perjalanan bisnis, dia memberikan parfum sebagai oleh-oleh, juga perintilan kecil lainnya yang harganya tidak pernah murah; lanyard, dompet, tempat kartu, jepit rambut dan yang lainnya. Belum lagi yang ia terima dari Jessica.
Tapi barang-barang itu telah berakhir di tangan Harish. Dia merusaknya dan membuangnya sampai tak ada lagi yang bisa dipakai.
"Kamu lupa apa yang pernah aku katakan sebelumnya?" gumam Sabine disertai tawa yang merendahkan dirinya sendiri lalu ia mengembalikan barang itu ke tangan Harish. "Aku bukan pelacur."
"Aku tidak pernah menyebut kamu begitu," Harish menegaskan; rautnya mengeras dan wajahnya seketika merah padam.
"Tapi begitulah kamu memperlakukanku...," cetus Sabine. Melepaskan genggamannya dari paperbag itu walaupun Harish tidak mau mengambilnya kembali.
Sekarang tas yang seharga satu rumah di cluster itu jatuh di lantai, keluar dari paperbag-nya.
"Kenapa kamu tidak memberikannya pada Laura saja?"
Harish terdiam di tempatnya; terkejut dan matanya sedikit membelalak. Sikap Sabine mungkin membuatnya marah tapi gadis itu sudah tak peduli; dia juga tidak peduli kalau Harish membunuhnya sekalian.
Sabine baru sadar bahwa dirinya bisa mengatakan hal yang pahit tentang dirinya sendiri dan baginya mungkin itu terlihat seperti melukai diri sendiri sebelum Harish yang melakukannya. Kadang lebih baik saat Harish mencabik harga dirinya saat ia melayani kebutuhan seksual lelaki itu, daripada melihatnya bertingkah menggelikan seperti ini; bersikap seperti seorang kekasih yang begitu mencintainya padahal sebenarnya dia tidak punya apa-apa di hatinya yang bisa ia berikan pada Sabine.
"Aku sama sekali tidak pantas...." Sabine kembali bergumam.
"Apa ini soal orang-orang di kantor lagi?" tanya Harish yang ternyata cukup bisa mengendalikan dirinya ketika Sabine bersikap aneh dan ia masih tak mengerti apa pun. Ia sudah bersabar sejak tadi siang di mana ia sebenarnya tahu bahwa Sabine memang berusaha untuk menghindarinya.
Bagaimana mungkin Harish masih berani bertanya? Sabine kesal. Harish sendiri tahu bahwa rumor tentang hubungan Sabine dan Roland dimulai hanya karena Sabine datang ke kantor dengan memakai tas dari bosnya itu. Semua orang membicarakannya dan sudah menuduhnya pelacur sejak saat itu.
Hubungan ini telah dimulai di atas kekacauan.
"Kamu tahu uang seratus ribu?" tanya Harish tiba-tiba.
Sabine mengangkat kepalanya; meski ia sedih, takut, kecewa dan marah sampai ingin menangis, tak ada air mata yang keluar. Seolah semuanya sudah kering karena ia terlalu banyak menangis.
"Walaupun uang itu diinjak-injak, apa nilainya berkurang? Itu tetap seratus ribu, Sabine!" sambung Harish. "Seperti itu pula kamu!"
Sabine tiba-tiba tertawa satu kali. "Kamu bicara apa tadi?" tandasnya, menjadi sinis seketika.
Bisa-bisanya orang yang selalu memperlakukannya dengan buruk bicara seperti itu. Sabine tidak tahu lagi apalagi yang Harish coba tunjukan dengan kata-kata motivasinya yang terdengar seperti sampah di telinganya. Sabine mulai kehilangan ketenangannya. Rasanya lebih baik jika lelaki itu menelanjanginya dan menidurinya dengan keras daripada berdebat dengannya. Tak ada hubungan yang sedang mereka pertahankan di sini dan layak untuk diperdebatkan.
"Maksud kamu aku harus memasang muka tembok sambil menenteng pemberian kamu seperti perempuan yang tidak tahu malu?"
"Biarkan saja," putus Harish. "Atau kamu mau aku mengganti semua orang di kantor supaya kamu berhenti mencemaskan hal-hal yang tidak perlu?"
Semua selalu mudah baginya dan terkadang berlebihan.
"Aku hanya tidak mau lagi dihubungkan dengan Roland!" teriak Sabine. "Apa kamu tidak mengerti?!"
Sangat menjijikan bagaimana semua orang mengilustrasikan hubungannya dengan Roland. Padahal... bukan Sabine; bukan dirinya yang berhubungan dengan Roland sekalipun pria itu memperlakukannya dengan sangat baik . Sabine hanya terseret ke dalam badai yang berputar-putar di antara mereka hanya karena ia menerima tawaran pekerjaan ini tanpa tahu apa-apa. Dan di sinilah Sabine terdampar setelah badai berlalu, di tempat asing di mana ia tak mengenal siapa pun selain pembunuh yang sedang memburu nyawanya yang berwujud seorang Harish Andreas Salim.
Reminder:
Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)
Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana. Jangan khawatir, tampilan blog aku hampir sama seperti interface webnovel pada umumnya.
Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romansa[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...