Namun bukan berarti Sabine tak pernah memikirkan nasib karirnya ke depan. Mengamati rekan-rekannya yang sibuk dengan deadline dan target perusahaan, membuat Sabine berkecil hati. Ia tidak melakukan hal yang penting dalam sejarah karirnya selain menjadi asisten kantor yang kontroversial. Tapi, sebenarnya pekerjaan sampingan sebagai pelacur bos membuat ia tak perlu harus memikirkan karirnya ke depan.
Lelaki itu pernah membahasnya satu kali.
"Aku bisa memberi kamu pekerjaan sungguhan supaya kamu tidak perlu bergantung pada perempuan gila itu atau tempat tinggal yang jauh lebih baik daripada yang bisa kamu sewa sekarang. Katakan saja. "
"Untuk apa?" balas Sabine yang masih tak mengerti.
"Untuk semua yang kamu lakukan. Tidak ada yang gratis di dunia ini, Sabine," terang dia. "Aku hanya ingin bersikap adil karena nyatanya kita tidak mungkin bisa mempunyai hubungan yang serius. "
Cara bicaranya yang selalu terus terang; pilihan kata-kata tak berperasaan adalah segala hal yang mendefiniskan Harish dan egonya.
"Aku tahu...," balas Sabine; mengangguk-angguk mengerti lalu menelan semua kesedihan yang timbul oleh kalimat terakhir Harish yang kembali melukai hatinya. "Tapi, kamu tidak perlu membayarku. Aku tidak melakukannya demi uang."
"Jujur saja, kamu tidak bisa berharap aku akan serius," tegas Harish.
"Kamu boleh menganggap ini sama sekali tidak ada artinya... tapi jangan seperti ini...," gumam Sabine, suaranya mulai bergetar. "Apa kamu... tidak bisa menghargai perasaanku sedikit pun?"
Harish diam; membuang pandang dan kembali memunggungi Sabine. Inilah yang paling tidak ia sukai dari berurusan dengan seorang gadis. Ia tampak tak ingin menanggapi permohonan Sabine yang sungguh-sungguh, hingga Sabine benar-benar terjaga dari semua mimpi manisnya.
"Sekarang... kamu sudah tahu kalau tuduhan kamu padaku selama ini tidak benar. Apa kamu tidak bisa mengatakan sesuatu soal itu?" tanya Sabine kemudian; berharap akan ada kata maaf darinya.
"Baiklah, aku menyesal...," balas Harish akhirnya lalu menghampiri Sabine yang menangis. "Semua yang kita lakukan menyenangkan dan aku menyukainya. Tapi, aku tidak ingin kamu berharap lebih dari itu. Yang aku butuhkan hanyalah seks dan aku tidak pernah memaksa seseorang untuk memberikannya padaku. Kamu bisa menolaknya kalau kamu keberatan dengan jenis hubungan yang aku inginkan."
Harish mengatakannya dengan begitu mudah.
"Aku... tidak mau terikat, Sabine," tegas dia. "Lagipula... berusaha untuk mengikat orang sepertiku hanya akan sia-sia."
"Apa... seseorang pernah menyakiti kamu begitu dalam sampai kamu... seperti ini?" tanya Sabine kemudian yang ditanggapi tawa sarkas oleh Harish.
Lelaki itu menggeleng. "Bagiku memenuhi kebutuhan biologis lebih penting daripada mengutamakan perasaan."
"Kenapa kamu bicara seperti orang yang trauma dan takut terluka?" tanya Sabine sungguh-sungguh.
Harish tertawa. "Entah masih ada bagian dari diriku yang bisa terluka...," katanya.
"Apa... aku bisa membuat kamu berubah pikiran?" tanya Sabine lagi.
"Jangan mengecewakan diri kamu sendiri...," ujarnya.
"Aku pikir aku berbeda...," gumamnya.
Tawa terdengar dari bibirnya; sebuah penghinaan untuk perasaannya yang rapuh.
"Aku mengerti kamu memang naif. Tapi kamu harus tahu satu hal, semua yang pernah datang padaku berbeda," tegasnya lagi. "Tapi, aku tetap sama. Itulah masalahnya."
Sabine telah merelakan dirinya untuk lelaki yang tak punya cinta itu; tak peduli yang dia inginkan hanya tubuhnya. Mereka sudah terlalu dekat; hubungan itu juga sudah tidak terkontrol. Tapi, juga tidak bisa dihentikan.
"Jadi... bagaimana?" tanya lelaki itu lagi. "Kamu sudah memutuskan?"
"Kamu tidak perlu memberiku apa-apa," tegas Sabine. "Karena kalau kamu begitu... kamu tidak ada bedanya dengan Roland atau bahkan bisa lebih buruk."
Keangkuhan Harish langsung tersinggung mendengar nama yang paling dibencinya itu.
"Kamu menghukumku karena menjadi pelacur dan tuduhan kejam itu terus menghantuiku sampai kapan pun. Aku tahu kamu berniat memberiku kehidupan yang lebih baik karena kamu tidak ingin menarik kata-katamu sendiri di depan semua orang. Kamu pikir itu cukup untukku. Tapi, tidak. Satu-satunya yang membuatku puas adalah orang-orang di luar sana mengetahui kebenaran."
Harish memalingkan wajahnya; menyembunyikan perasan tidak nyaman karena satu kata yang mengusik pikirannya: kebenaran.
"Ironis bukan. Kamu satu-satunya orang yang tahu bahwa tuduhanmu sendiri tidak benar di saat yang sama kamu menjadikanku seperti apa yang kamu tuduhkan padaku. Pelacur."
Harish terdiam. Kata-kata pahit Sabine langsung menembus jantungnya bertubi-tubi. Sekilas ia terlihat khawatir gadis itu masih punya kata-kata pahit lainnya. Tapi, ia melihatnya tersenyum.
"Aku mungkin kelihatan sudah tidak punya harga diri baik di depan kamu atau orang-orang. Akan tetapi... dengan tidak menerima pemberian kamu adalah bukti bahwa aku masih punya sedikit harga diri. Aku tidak tidur dengan bosku demi karir yang bagus dan kehidupan yang hedonis karena aku bukan pelacur. Hanya itu yang tersisa dariku untuk menghibur diriku sendiri bahwa aku bukanlah... gadis yang buruk."
Sabine tidak akan memintanya untuk mengembalikan namanya yang tercemar karena ia tidak ingin memberikan Harish pilihan yang sulit. Hidupnya sudah hancur, tapi Harish berada di masa-masa terpentingnya. Rasanya ia juga akan menangis dan terluka apabila semua orang mencemoohnya; terlebih Roland.
Meski pun ia memang naif, tapi Sabine melakukan semua itu karena ia mencintainya. Dan lagipula karena Sabine sendirilah yang telah melempar dirinya ke dalam kobaran api.
Pekerjaan inilah yang dimilikinya sekarang. Tanpa pekerjaan dia tidak akan bisa bertahan hidup sendirian sementara kembali pada sang ayah bukan pilihan yang bagus. Pembenci akan tetap membencinya tak peduli apa pun yang ia lakukan. Tak ada yang harus Sabine buktikan pada mereka karena kenyataannya menjadi orang yang baik di dunia yang kejam ini begitu sulit.
"Baiklah. Terserah kamu saja," kata Harish akhirnya. "Lakukan saja seperti yang kamu inginkan karena kita tidak bisa sepakat."
Sabine pergi. Langkahnya tegap dan begitu percaya diri meski hatinya sakit.
Sementara Harish berdiri mematung, menyaksikannya berlalu. Sebagai laki-laki, tentu saja kata-kata itu membuatnya merasa buruk akan dirinya. Segala hal tampak begitu salah. Terkutuklah dirinya yang berpikir bahwa sikap angkuh dan menyebalkan itu mampu membentengi dirinya dari rasa berdosa setiap kali ia berhadapan dengan Sabine. Karena nyatanya ia justru seperti tentara yang persenjataannya dilucuti dengan mudah.
Reminder:
Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)
Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana.
Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romance[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...