Ch. 10 - WILD NIGHTS

561 14 0
                                    

Saat pertama kali Jessica mendapatkan uangnya, mereka menghabiskannya dengan berbelanja dan ke salon. Pemberontakan pertama yang Sabine tunjukan pada ayahnya adalah dengan mengecat rambutnya menjadi warna merah –seperti mawar. Melihat rambutnya, sang ayah pun marah lagi ditambah surat panggilan dari sekolah karena ia melanggar peraturan. Seperti yang sudah Sabine duga sebelumnya, mereka berdebat lagi. Tapi, seperti yang Jessica katakan: dengarkan saja, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Apa yang terburuk yang bisa terjadi padanya sekarang? Dimarahi? Sering. Dihukum? Sudah sering. Difitnah? Itu alasan yang membuatnya menjalani kehidupan yang seperti ini; agar orang lain tidak menganggapnya lemah. Sabine tidak ingin lagi membiarkan siapa pun menindasnya lagi bahkan termasuk ayahnya sendiri.

Pulang dari sekolah setelah memenuhi surat panggilan itu, ayahnya benar-benar murka; tak pernah sebelumnya dia semarah itu. Satu tamparan keras dia berikan di pipi Sabine untuk pertama kalinya diiringi sebuah perkataan yang amat menyakitkan.

"Kenapa bukan kamu saja yang mati kalau Papa tahu kelakuan kamu akan memalukan seperti ini, Sabine?! Rambut kamu merah! Apa gunanya, hah?!"

Sabine tercenenung; pipinya perih, tapi hatiku lebih. Seolah ada tangan yang mencengkramnya begitu erat sampai ia tak bisa bernafas.

"Papa benar," kataku pelan. "Seharusnya aku yang mati supaya aku tidak perlu hidup seperti ini. Dan Papa perlu tahu, aku memang seringkali berpikiran untuk mati. Sepertinya itu juga bukan masalah untuk Papa...."

Pria tua itu terdiam; menatap putrinya dengan raut yang tidak terbaca sementara Sabine hanya tertunduk.

"Sebentar lagi... aku akan lulus dan pergi dari sini mau Papa setuju atau tidak."

"Bicara apa kamu, Sabine?"

Sabine tidak lagi mendebatnya dan memilih masuk ke kamar; menyendiri di sana dan menangis sesengguhkan sampai bosan. Sekitar jam sepuluh malam telepon dari Jessica masuk; seolah dia punya firasat bahwa Sabine tidak sedang baik-baik saja. Hanya Jessica yang bisa ia andalkan. Tanpa sepengetahuan sang ayah yang mengira Sabine tidur sampai pagi, ia menyelinap lewat jendela dan kabur ke tempat Jessica yang kemudian mengajaknya ke klub untuk pertama kali.

Malam di mana ketika untuk pertama kalinya setelah Sabine meninggalkan Eloise sialan itu, ia menari lagi seperti menemukan dunia baru yang berbeda dari yang pernah ia tahu. Tarian yang bebas dengan penuh suka cita; Sabine baru saja meneguk satu sloki yang diberikan Jessica. Mereka bersorak di bawah lampu-lampu yang ikut menari; saling merangkul dengan satu tangan mengangkat minuman tinggi-tinggi ke udara seakan-akan dunia selain tempat ini tidak pernah ada.

Jessica juga mengenalkan Sabine pada teman-temannya. Tapi, ada satu peraturan yang harus dipatuhi Sabine agar tetap aman selama mereka bersenang-senang: jangan percaya siapa pun dan juga jangan pernah terima minuman gratis dari orang yang tidak dikenal atau yang coba-coba mendekat di lantai dansa. Walaupun mereka kelihatan baik, tapi tetap saja ada teman kurang ajar yang akan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Tapi, gosip jelek tentang Jessica seperti rahasia umum di kalangan 'teman-temannya'.

"Kamu kenal Jessica sudah lama?" tanya salah seorang gadis dari geng teman Jessica; awalnya Sabine benar-benar mengira mereka berteman baik.

"Tidak juga. Kenapa?"

"Kamu bertemu Jessica di mana?" tanya yang lainnya; yang sepertinya ikut penasaran seolah pertemanannya dengan Jessica sesuatu yang terlihat ganjil. "Di klub juga?"

Sabine menggeleng.

"Hati-hati saja berteman dengannya," kata yang lainnya lagi. "Jangan sampai kamu dijual Jessica."

MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang