Bagian HRD tiba-tiba meneleponnya; seketika ia teringat pada Kellan; Chief HR Officer yang punya aura menakutkan itu. Suasana hatinya sedang tidak baik dan ia tidak ingin berhadapan dengan masalah lagi. Tapi, ternyata yang ia temui bukan Kellan; melainkan salah seorang staff-nya yang bernama Vincent –seorang pria tiga puluhan yang juga berkaca mata tapi kurus seperti tiang listrik. Dia jauh lebih ramah dari Chief HR yang dulu pernah menyambutnya di ruangan ini.
"Sebaiknya kamu baca dulu kontraknya. Kalau ada sesuatu yang kamu tidak mengerti, kamu bisa langsung menanyakannya," jelas Vincent.
"Boleh saya tahu alasan kenapa saya dipindahkan ke administrasi umum, Pak?" tanya Sabine; belum menyentuh berkas itu sama sekali.
Vincent menatapnya sebentar. "Seperti yang kamu tahu, CEO sudah punya banyak staf dan Chief HR juga menginginkan efisiensi kerja."
Sabine mengangguk mengerti. Ia tak boleh menunjukan bahwa itu sangat menganggunya.
"Tapi, ada persyaratan lain yang harus kamu penuhi untuk bisa tetap bekerja dan memiliki jenjang karir," kata dia.
"Apa, Pak?"
"Kamu harus tahu background juga penting. Kualifikasi kamu masih rendah karena kamu tidak punya gelar diploma atau sarjana. Jadi saya sarankan, sebaiknya kamu mulai mendaftar kuliah. Setidaknya itu bisa menjadi catatan penting untuk perpanjangan kontrak kamu selanjutnya. Di profil kamu tercatat sebagai karyawan yang cukup bagus. Kamu bisa menerjemah dengan baik dan rapi. Tapi, itu belum cukup."
Dunia kerja di mana ijazah adalah segalanya, mau tidak mau Sabine harus belajar mengikuti arus meski ia benci sekolah dan pekerjaan kantor. Lagipula apa lagi yang bisa ia lakukan sekarang?
Beberapa saat Sabine termenung.
Tapi, kuliah? Betapa membosankannya itu...
"Tapi... saya tidak tahu harus mulai dari mana...," kata Sabine.
"Maksud kamu?"
"Jurusan yang cocok dan segala macamnya... saya sama sekali tidak mengerti soal itu...."
Mama-nya pernah bercita-cita agar Sabine masuk fakultas hukum di universitas nomor satu di Indonesia. Walaupun dia tidak ingin putrinya jadi seorang pengacara juga, tapi menurutnya itu terdengar bagus. Masa depan Sabine sudah dirancang dengan sangat baik oleh ibunya dan sampai akhir hayatnya dia masih mengusahakan agar Sabine tetap berjalan di dalam rel yang dia siapkan. Namun, takdir selalu menentukan segalanya. Dia meninggalkan Sabine bersama mimpi-mimpinya yang sulit untuk diraih.
Papa-nya juga pernah ingin Sabine mendaftar kuliah; tidak peduli jurusan mana pun yang diinginkannya. Baginya kuliah itu penting dan sekarang Sabine tahu kenapa. Lagi-lagi ia merasa bersalah karena tidak mendengarkannya; sebelumnya masalah Jessica dan sekarang masalah kuliah. Tapi, tetap saja Sabine enggan untuk menemuinya.
Pernah satu kali, setelah ia pulang dari makam ibu dan adik-adiknya, ia memutuskan singgah ke rumah ayahnya. Seketika Sabine urung untuk mengetuk pintu rumahnya karena ia jadi jadi ingat bahwa sang ayah telah menikah lagi dan melanjutkan hidupnya; dia pasti bahagia dan Sabine tidak ingin mengingatkannya pada momen di mana hatinya hancur.
Semakin ia tumbuh, semakin Sabine mengerti, penyebab mengapa sang ayah sering memandangi foto keluarga berjam-jam. Siapa yang tidak akan merasa sakit, saat wanita yang dicintainya telah meninggalkannya berikut dua anaknya. Sabine jadi memahami derita yang tak pernah ayahnya ucapkan karena ingin menyimpannya sendiri. Dan saat akhirnya ia mengenal seseorang yang baru, sang ayah yang biasanya tidak banyak bicara menjadi lebih bahagia.
Sebenarnya hatinya masih sakit; tapi Jessica mengatakan bahwa itu adalah bagian dari menjadi dewasa.
"Sabine?" tegur Vincent.
Aku baru saja melamun rupanya....
"Kamu bisa mengambil jurusan ekonomi atau komputer."
Sabine sendiri juga tidak yakin, tapi...
"Baiklah, mungkin pendaftaran kuliah dan lain-lain bisa dilakukan nanti. Semester baru kuliah masih beberapa bulan lagi. Saya akan memberikan rekomendasi yang cukup bagus untuk kelas malam yang bisa kamu ambil," ujar Vincent lagi. "Kamu sudah bisa mengumpulkan barang-barang kamu dan pindah ke bagian administrasi sekarang. Di sana, kamu akan didampingi oleh Maika. Dia akan membantu kamu dari awal."
"Baik, Pak. Saya mengerti," balasnya lalu mengambil kontrak kerja itu dan membacanya –tapi tak ada yang tertinggal di kepalanya.
Sabine langsung menandatanganinya begitu ia selesai membacanya. Mungkin inilah yang dimaksud Harish dengan 'pekerjaan sungguhan' itu.
***
Reminder:
Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)
Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana. Jangan khawatir, tampilan blog aku hampir sama seperti interface webnovel pada umumnya.
Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romansa[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...