Mencoba bekerja untuk sang ayah dan semakin serius dengan perusahaan, tak juga membuat sang ayah memaafkannya. Namun saat Harish merasa sudah melakukan hal yang baik, sang ayah tidak pernah menunjukan bahwa ia menghargainya. Harish datang padanya untuk mempertanyakan bagaimana cara menebus semua kesalahan itu, sang ayah malah bersikap semakin apatis.
"Kenapa kamu datang?" dia bertanya; dengan pulpen di tangan dan ia hanya memandangi lembaran berkas di depannya. "Uang kamu sudah habis untuk bersenang-senang? Papa bisa menyuruh Roland untuk mengirimkannya lagi. Sekarang pergilah...."
Tanpa sedikitpun mau menatap putranya yang langsung berkecil hati, ia sedang duduk di meja kerjanya. Harish berdiri di depannya; berharap untuk sebuah dukungan karena ia merasa bisa melakukan yang terbaik untuk meneruskan bisnis keluarga karena ia anak laki-laki satu-satunya.
"Pa,..." Harish mencoba mengutarakan maksudnya walau ia tahu kalimat singkat ayahnya adalah pertanda bahwa apa pun yang sudah ia lakukan untuknya dia tidak mau tahu lagi.
Andreas Salim langsung meraih gagang telepon untuk bicara dengan sekretarisnya. "Laura, saya punya rapat hari ini? Tolong siapkan ruangannya, sekarang," dia memerintah dengan cepat. Lalu berdiri. Mengembalikan pulpennya ke atas meja dan menutup berkas yang tadi sedang ia baca.
Masih tanpa menolehkan wajahnya pada Haris. Sang ayah berlalu meninggalkan ruangan seperti pada malam-malam acara keluarga. Seolah kehadiran putranya mengotori udara yang sedang dia hirup.
Mungkin karena terlalu putus asa. Harish tidak percaya kemudian dirinya menemui Roland; bodohnya ia berharap kakak iparnya itu akan membantu menghadapi sikap dingin sang ayah. Roland pasti tahu hal apa yang bisa membuat ayahnya kembali mau bicara dengannya.
"Kamu bertanya pada saya soal apa yang harus kamu lakukan?" reaksinya di awal sudah menunjukan bahwa ada alasan mendasar bagi Harish untuk tidak suka dengannya; terutama sejak dia menikahi Helena. Tapi, apa boleh buat, Harish membutuhkannya untuk bisa mendapatkan perhatian ayahnya. "Mari kita lihat."
Harish mengangguk; patuh seperti anak baik yang ingin melakukan apa saja agar Roland memberinya sebuah hadiah. Tapi, ia malah melihatnya tertawa puas dan cenderung melecehkan.
"Beberapa hari lalu Papa-mu menyuruh saya mengirimkan uang lagi ke kamu supaya kamu tidak mengganggunya," jawab dia. "Itu masih kurang?"
"Kamu tahu betul ini bukan soal uang," kata Harish, mulai jengkel dengan reaksinya dan singkap angkuhnya seolah dia begitu memiliki ayah mertuanya.
"Ya... tapi itulah yang Papa-mu pikirkan. Apa yang bisa saya lakukan?" balasnya. "Bukan salah saya kalau sekarang dia perlu melakukan apa saja agar tidak perlu berurusan denganmu."
Harish terdiam. Yang dia katakan memang benar.
"Sekarang pergilah bersenang-senang. Buat pesta, pesan minuman dan kumpulkan gadis-gadis seperti yang biasa kamu lakukan dengan teman-temanmu. Biarkan saya yang melakukan sisanya. Apa itu sesuatu yang sulit sekarang? "
"Kamu ini bicara apa, Roland? Kenapa kamu mulai bicara seperti Papa-ku? Kamu tidak berhak...."
Dia menarik nafas panjang. Menatap Harish dengan angkuh dari meja kerjanya. Dulu dia tidak sesombong ini pada saat datang pada Harish memintanya untuk 'kembali' pada ayahnya agar dia terbebas. Tapi, terbebas? Dari apa?
Apa yang tidak dia suka dari keluargaku sementara ayahku berhasil mengangkat derajatnya, bahkan ayahku menganggapnya seperti anak?
"Begini, Harish,..." dia memulai dengan sikap tenang; namun masih dengan tatapan merendahkan.
Apa pantas dia selancang itu padaku? Atau dia sudah sepenuhnya tergiur dengan kekuasaan pemberian ayahku yang dulu tidak dia inginkan?
"Tidak ada lagi yang bisa saya lakukan untuk kamu. Dan tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk membuat Papa-mu berubah pikiran. Karena kalau itu ada, melihat kamu sudah berubah sejauh ini pasti dia sudah luluh. Tapi, kenyataannya itu tidak berpengaruh apa-apa. Saya juga tidak tahu kenapa dia begitu karena saya bukan anaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romance[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...