Namun Sabine, candunya belum hilang. Ia tetap memperhatikan pria itu; setiap gerak geriknya dan gestur tubuhnya. Penasaran tentang bagaimana jika Harish meninggalkan busananya yang santai dan informal ke kantor, lalu memakai stelan resmi. Sebenarnya jaket bomber, jersey baseball, atau jaket kulit yang sudah menjadi ciri khasnya itu tetap terlihat keren di tubuhnya yang tinggi dan tegap seperti tentara militer akan tetapi Sabine memang belum pernah melihatnya tampil formal seperti kebanyakan bos di kantor-kantor.
"Apa itu tidak mengganggu?" tanya Sabine saat mengamati Harish yang duduk di atas ranjang dengan laptop-nya. Dia memang tak bisa meninggalkan pekerjaannya bahkan setelah berada di atas tempat tidur.
Sabine yang setengah mengantuk terbaring di sampingnya dan mencoba untuk tidur. Tapi, Harish yang belum bisa melepaskan dirinya dari pekerjaan membuatnya sedikit sedih.
"Apa?"
Sabine mengomentari rambut abu-abunya yang sudah kian memanjang yang sering ia kucir ke belakang. Saat ini helaiannya jatuh menjuntai, menutupi dahinya. Bukan berarti jelek, Sabine hanya penasaran bagaimana jika ia memangkasnya. Jika ia berpenampilan rapi, mungkin penampilannya akan terlihat lebih berwibawa meski Sabine tak bisa memungkiri, di saat tertentu isi kepalanya juga tak bisa diremehkan. Mungkin saja.
Sabine menunjuk ke kepalanya sendiri. "Rambut kamu sudah terlalu panjang," katanya. "Kamu sama sekali tidak ingin memotongnya."
"Untuk apa?" balas Harish acuh. "Dari dulu model rambutku memang sudah begini."
Harish mengecat rambutnya menjadi warna yang kurang lazim dengan sengaja untuk menghina dewan direksi yang dulu meremehkannya dan berkomplot dengan Roland untuk mengambil tahtanya saat sang ayah meninggal dunia. Setidaknya ia secara konsisten menunjukkan betapa ia tak bisa dilawan oleh siapa pun dengan penampilan seenaknya itu. Sekaligus bukti bahwa siapa pun tidak akan bisa menentangnya.
"Supaya lebih rapi," kata Sabine.
Sabine ingat, pertama kalinya mereka bertemu, model rambutnya juga seperti ini. Tapi, waktu itu tanpa warna.
"Aku tidak mau," balasnya, lalu memberi senyum menggelikannya pada Sabine. "Aku suka kamu menarik-menarik rambutku saat bermain."
Sontak itu membuatnya malu sekaligus kesal. Lelaki itu selalu mempunyai kata-kata yang provokatif dan cabul.
"Bukankah kamu yang sering menarik rambutku seperti sadomasokis?!" celetuk Sabine gusar.
"Sadomasokis? Dari mana kamu tahu istilah itu?" balas dia, lalu cekikikan.
Jessica. Tentu. Tapi, Harish akan jengkel apabila ia menyebutkan nama itu.
"Aku tidak bodoh," tegas Sabine.
Sebelum bertemu dengan Harish, ia juga tidak lugu. Meski bukan pelaku, seks adalah makanan sehari-hari ketika ia masih tinggal dengan Jessica; sebagai penonton.
"Tentu saja aku tahu hal-hal semacam itu...."
Harish terlihat agak sinis. "Kalau kamu sudah tahu hal-hal semacam itu, kenapa kamu masih payah saat kita melakukannya?" ledeknya. "Kamu tidak tahu apa pun soal pemanasan dan aku yang melakukan semuanya."
"Apa?!" sembur Sabine; pipinya lagi-lagi memerah. Ia langsung melempar Harish dengan bantal yang ia temukan di dekatnya.
Lelaki itu tertawa; semakin mempermainkannya.
"Apa yang ada di pikiran kamu hanya hal-hal yang kotor?" celetuk Sabine, jadi kehilangan selera untuk mengobrol dengannya.
"Harusnya kamu senang kalau aku selalu berkata jujur soal kehidupan seks kita," godanya. "Seks adalah hal yang penting dalam kehidupan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)
Romance[21+] "Laki-laki pertama tidak selalu jadi yang terakhir. Siapa peduli? Jadi apa yang kamu takutkan? Kita hidup di dunia yang seperti itu. Malam ini dengan si A, besoknya dengan si B. Tahun ini pacaran dengan si C, tahun berikutnya dengan si D, si E...