Ch. 68 - MAD MAN

168 12 0
                                    

"Rasanya aku panggil kamu sekitar sejam yang lalu. Kenapa baru datang sekarang?"

Lelaki itu berada di belakang meja kerjanya dan begitu ia melihat Sabine masuk, ia berhenti memandangi arloji di tangannya. Keluhannya membuat Sabine hampir jatuh karena lututnya gemetar dan menahan nafas saat sosok itu berdiri dari kursinya.

Ada yang berbeda dengannya; perbedaan yang benar-benar jauh seolah yang dilihatnya bukan Harish yang ia kenal. Pria itu kembali dengan penampilan barunya yang mengingatkan Sabine pada seseorang yang lain; seseorang yang baru saja ia bahas dengan teman-teman barunya di kafetaria. Seseorang yang selalu rapi dalam balutan stelan jas dan dasi serta potongan rambut yang rapi; dengan aura mahal dan berkelas.

Sejenak Sabine tertegun beberapa detik dan berikutnya terpesona, Harish akhirnya meninggalkan penampilan seenaknya itu. Seperti yang ia duga, Harish benar-benar terlihat begitu gagah dan bahkan melebihi ekspektasinya sendiri.

"Sabine?" tegurnya; suaranya yang selalu menyebutkan namanya dengan tatapan mengintimidasi kembali membuat lututnya goyah.

Namun, cukup mengherankan saat ia merasa Harish seolah bisa membaca pikirannya yang sempat membandingkan Harish dengan salah seorang bawahannya tanpa maksud apa pun. Ternyata Harish menanggapi perkataan Sabine dengan serius; Harish memangkas rambut dan meninggalkan warna aslinya.

"Kamu sengaja mengabaikan pesanku lagi?" tanya dia, mengulang pertanyaannya. "Seperti kamu sering menghindariku akhir-akhir ini?"

Sebenarnya pesan itu telah dibacanya tepat pada saat itu terkirim dari pratinjau yang muncul pada bilah pemberitahuan. Namun ia sengaja tidak membukanya. Karena akan terlihat kapan terakhir ia online dan ia tidak bisa membiarkan pesan dari Harish dalam keadaan dua centang biru abu-abu terlalu lama.

"Aku sedang makan siang. Aku sama sekali tidak melihat pesan masuk dari kamu," jelas Sabine; berharap itu cukup walaupun tak bisa mengingkari ini adalah kebohongan lainnya untuk menghindar.

Matanya mengawasi pria itu dengan siaga; walau seringkali sudah siaga pun Harish tetap tak bisa dihentikan. Insting yang kuat; yang selalu terlatih untuk curiga. Sabine sudah lama tahu bahwa Harish bukan tipe yang mudah dibohongi.

Harish menatapnya tenang; seolah menerima jawaban Sabine begitu saja. Biasanya dia akan memaksa agar Sabine berterus terang sampai itu menjadi sebuah pertengkaran. Harish benci dengan penolakan Sabine tak peduli alasannya mungkin masuk akal.

"Aku benar-benar lelah tapi kenapa kamu menatapku sedingin itu?" dia bertanya lagi dalam jarak yang lebih dekat.

"Kalau kamu lelah, seharusnya kamu langsung pulang dan istirahat di rumah," balas Sabine acuh dan dalam beberapa detik saja dia mendapatkan Sabine dalam dekapannya.

Bukannya malah ke kantor untuk mengganggunya.

"Aku tidak punya rumah," kata dia. "Kamu tahu sendiri aku tidur di tempat yang berbeda setiap malam."

Kedua lengannya yang besar dan berotot itu memeluknya penuh kerinduan seolah mereka telah lama tidak bertemu. Tapi sabine justru malah merasa hampa. Semakin ia dekat dengan Harish, semakin sisi gelap itu kelihatan hingga bahkan Sabine mulai tak tahan terus berada di sisinya. Begitu pula ketika Harish memeluknya dan tampak begitu menyayanginya, tak ada lagi sesuatu yang membuatnya merasa nyaman. Dulu pernah; ia merasa cukup meski Harish datang padanya hanya untuk menyusup di balik roknya.

Kali ini Sabine malah gelisah.

"Apa kamu tidak merindukanku?" tanya dia agak merajuk.

Rindu?

Tak ada jawaban dari Sabine yang kaku seperti kayu sekali pun Harish terkesan begitu hangat kali ini. Entah ada apa dengannya. Sebelum pergi ke Singapura, dia tidak begini hingga selama dia pergi, Sabine sama sekali tidak merasa kehilangan. Sabine benar-benar sudah terbiasa mengenyampingkan keinginannya dan merasa puas mereka hanya bertemu untuk seks gila di hotel yang berbeda setiap malamnya.

"Kamu tidak tahu seberapa frustasinya aku dengan semua ini," ia berbisik tanpa melepaskan Sabine dari dekapannya yang erat.

Bagi Sabine, candunya akan Harish telah habis. Sekali pun Harish hadir dengan penampilan terbaiknya.

"Seharusnya aku yang frustasi, Harish," balasnya. "Kamu bebas sementara aku seperti hidup di penjara."

"Kemarin kamu bilang di neraka, sekarang di penjara," komentar Harish sambil terkikih; dia tidak terlalu menanggapi wajah cemberut Sabine apalagi kata-kata sarkas itu. "Aku langsung ke sini dari bandara karena ingin segera bertemu. Aku kira kamu senang melihatku."

Pasti ada sesuatu yang lain yang membuatnya buru-buru ke sini; curiga.

"Kalau begitu terima kasih," timpal Sabine dengan dingin. "Sekarang aku senang."

Harish masih tertawa; tawa yang membuat lesung pipi di kanan wajahnya. Namun, Sabine, melindungi dirinya dari godaan sesaat saat lelaki itu tampak begitu memperhatikan dan memanjakannya; ia mengalihkan perhatiannya dengan menundukan kepala.

"Itu kemampuan baru?" tanya dia. "Kamu bilang senang tapi ekpresi kamu seperti orang mati rasa."

Benarkah?

Sabine mungkin tidak menyadarinya. Tapi, apa lagi yang bisa ia tunjukan saat ia tahu dengan pasti apa yang Harish inginkan di balik kata-kata manisnya? Harish membelai wajahnya dengan lembut seakan dia adalah orang yang penuh cinta kasih.

"Aku tidak suka kamu cemberut," dia berkata dan Sabine langsung mengerti bahwa Harish akan membuat ekspresi mati rasa itu hilang dari wajahnya.

Lelaki itu langsung menunjukan kesungguhannya akan hal itu dengan sebuah ciuman yang cukup mendebarkan. Itu membungkam Sabine yang mulai khawatir pertahanannya terhadap lelaki ini bisa runtuh lagi. Padahal mengumpulkan kekuatan untuk bisa setenang ini, butuh perjuangan yang keras.

"Kamu marah karena aku tidak memberitahu kamu kalau aku pulang jauh lebih awal?"

"Aku tidak peduli...," gumamnya; tidak sedikit pun membuat kontak mata dengan Harish yang terus mengincar perhatian penuh darinya.

Entah Harish menyadarinya atau tidak, sikap dingin Sabine tidak membuatnya melepaskan gadis itu dan membiarkannya kembali ke bawah untuk bekerja. Seolah dia mengaku salah karena telah membuatnya kecewa berulang kali. Saat ia mengelus pipinya, Sabine masih menatap dengan lelah. Ia sudah tahu alasan pasti Harish memanggilnya ke sini.

Setelah perjalanan bisnis dan masalah pekerjaan yang membuat dia selalu kelihatan ingin mencekik seseorang setiap dia datang, dia akan butuh pelampiasan untuk kegilaannya. Namun kadang ia masih tidak siap dengan apa yang ada di pikiran lelaki itu karena ini masih di kantor; dan Sabine mulai bosan dengan cara Harish mengintimidasinya hanya untuk bisa merasuki kepalanya dan melakukan apa yang dia mau.

"Aku belum selesai," ia memperingatkan agar Sabine berhenti untuk terus memalingkan wajah setiap Harish mengincar bibirnya lagi dan kemudian mencecarnya habis-habisan.

Sabine meronta memukul-mukul pundak Harish yang seolah tidak bergeming dengan semua tenaga yang dikerahkan untuk menghentikannya.

"Sekretaris kamu ada di depan, Harish...," kata Sabine mengingatkan.

"Aku sudah memperingatkannya untuk tidak mengganggu kamu lagi dan menutup mulutnya," balasnya dan tetap mencumbui Sabine dengan tidak sabar.

Benarkah?

Walaupun begitu... Sabine tidak benar-benar bisa tenang sekali pun ia mulai terbawa 'arus' kencang yang membuatnya sempat kehilangan pikirannya sendiri. Terlebih Harish kembali menatapnya seolah menunjukan betapa dia menginginkan Sabine untuk tetap diam dan menutup matanya selagi ia menjelajahi wajah gadis cantik itu dengan bibir dan jarinya.

"Bagaimana... dengan Laura?"

"Hm...bagus kalau dia melihatnya," balas dia acuh dan membawa Sabine mundur hinggapunggungnya bertemu dengan dinding terdekat yang bisa dicapai hanya denganbeberapa langkah. "Hanya sebentar kalau kamu bisa diam."

Reminder:

Kalian bisa baca semua novelku di blog untuk pengalaman membaca tanpa iklan video wattpad yang terlalu lama saat peralihan chapter. (LINK BLOG ADA DI PROFIL -tinggal klik aja)

Update chapter di blog lebih cepat karena aku mempunyai lebih banyak pembaca di sana. Jangan khawatir, tampilan blog aku hampir sama seperti interface webnovel pada umumnya.

Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya untuk bantu cerita ini naik ya. Dukungan kalian sangat berarti, sekecil apa pun itu. Thanks

MY EVIL BOSS : HE TAKES IT ALL (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang