Bagian 12 : A Part of Aurel

6.1K 990 162
                                    

Alunan piano itu terdengar tak asing di telinga Nagara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alunan piano itu terdengar tak asing di telinga Nagara.

Suaranya berasal dari dalam kamar
nomor 2 yang pintunya hendak dibuka olehnya. Tangannya tertahan di atas knop, mempertajam pendengaran seraya mengulik memori di dalam kepala.

Memori itu berhenti berputar saat umurnya sebelas tahun. Hari tes piano pertamanya di sebuah tempat les piano. Hari itu juga pertama kalinya Nagara bertemu dengan dia. Gadis lucu yang terserang flu di hari terpenting dalam beberapa bulan itu.

Lamunan Nagara buyar saat suara Rhea dalam sambungan telepon terdengar kembali. Dia menghentikan langkah, merasakan hal aneh terjadi, kemudian berbalik badan.

Perempuan merangkak itu tidak mengejar Nagara lagi. Ke mana perginya?

Nagara berlari kembali. Langkahnya mengejar makhluk menyeramkan yang dia yakini kembali menuju kamarnya, room nomor 2.

"Rhea jangan sentuh piano!" Nagara mempercepat langkah. "Sekarang lo keluar dari sana terus sembunyi! Cepet, perempuan itu tiba-tiba turun ke lantai bawah!"

Sebuah ide terlintas di tengah langkah kakinya mengejar. Sejenak Nagara menghentikan langkah, membuka ponsel dan mencari alunan piano yang sama persis seperti yang dimainkan penghuni kamar nomor 2 itu. Untuk memutarnya keras-keras Nagara perlu memutus sambungan teleponnya dengan Rhea, oleh karena itu Nagara memutus sambungan telepon itu tiba-tiba.

Nagara melanjutkan langkah menyusuri setiap lorong gelap dalam asrama terbengkalai itu. Sampailah kakinya di ujung lorong lantai 2, dia dapat melihat makhluk menyeramkan itu hendak mendekati Rhea. Nagara tidak bisa tinggal diam, dia mencoba menjalankan idenya.

Suara alunan piano dari ponsel Nagara bergema di lorong yang kosong. Tiba-tiba perempuan yang tengah merangkak ke arah Rhea menghentikan langkah. Raut wajahnya berubah. Dia lantas masuk ke dalam kamarnya dan pintu tertutup begitu kerasnya.

"Lo gak apa-apa?" tanya Nagara begitu sampai dan berjongkok di hadapan Rhea yang terduduk kaku di tempat. Napas gadis itu memburu dengan air mata sudah membanjiri kedua pipinya.

"Rh-rhea kira.. kak Gara ninggalin..." ujar Rhea terbata-bata.

"Mana ada. Gue gak akan ninggalin lo sendirian di sini. Kita masuk bareng-bareng, pulang juga harus bareng-bareng." Nagara mengusap kedua bahu Rhea yang bergetar, menenangkan.

"Kak Gara bilang sambungan teleponnya gak boleh putus, tapi kakak sendiri yang mutusin." Rhea tidak bisa membendung air matanya, cairan bening itu terus berjatuhan tanpa diperintahkan. "Gue takut, gue juga jatoh."

Nagara sedikit menunduk, memiringkan kepala untuk melihat kedua netra Rhea yang basah. "Gue minta maaf, hm?" Kali ini tatapan Nagara jatuh pada tali sepatu Rhea yang terlepas, lalu mengikatkannya.

"Besok dan seterusnya, tali sepatu ini jangan sampai lepas lagi. Kita harus siap lari kapan aja. Jadi, jangan sampai lupa buat ikat tali sepatu lo kuat-kuat, oke?" ucapan Nagara selesai bersamaan dengan ikatannya, dia lalu mengangkat kepala menatap Rhea. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Ajaibnya, berhasil membuat tangis Rhea berhenti begitu saja.

GHOST ROOMS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang