Bagian 45 : Terlambat

4.9K 754 78
                                    

Banyak bahasa kasar di part ini. Pembaca diharap bijak☝️

 Pembaca diharap bijak☝️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ba-bangun, Kak..."

Nagara yakin ini ada dalam mimpinya, tetapi kenapa suara Rhea terdengar nyata?

Nagara mengerjap sejenak seraya menatap Rhea dengan pipi yang sudah merah. Semakin dilihat, semakin terlihat nyata. Nagara menyadari jika ini bukan mimpi manis yang dia harapkan!

"Eh!" Nagara melepas pegangan pada leher Rhea dengan cepat dan segera bangkit. Rhea memundurkan badannya jauh. "Sorry, sorry, gue kira mimpi..."

Rhea menjawab sambil mengusap belakang lehernya yang tadi disentuh Nagara, Rhea salah tingkah. "Gu-gue pamit ba-balik kamar dulu, Kak," Rhea memberikan obat dan air minum di atas nakas lalu diberikannya pada Nagara tanpa menatap matanya. "Cepet sembuh!"

Rhea berjalan buru-buru lalu menutup pintu. Dia berjalan menuju kamar tempatnya menginap di lantai satu. Kedua tangannya memegang dadanya yang berdegup kencang. AC di kamar ini terasa panas.

"Aduh, panas banget pipi gue!" ujar Rhea sambil mengipas-ngipas pipinya yang panas.

Di sisi lain, Nagara duduk di atas ranjangnya dengan punggung menyender ke kepala ranjang. Laki-laki itu menyisir rambutnya ke belakang. Kejadian tadi terus terulang di kepala. Bisa-bisanya dia melakukan hal itu pada Rhea. Untung saja Nagara cepat sadar, kalau tidak mungkin Nagara akan terus tenggelam dalam mimpi manisnya.

"Lo gila, Ga!" Nagara memijat pelipisnya pelan. "Rhea mungkin mikir lo cowok mesum, Ga!"

Nagara mencari keberadaan ponselnya, terlihat benda pipih itu tergeletak di atas nakas. Nagara mengambilnya, lalu membuka kontak pesan dengan Rhea.

Nagara:
I'm sorry.
Dan makasih buat obatnya.
Good night.

Rhea:
It's okay.
You too.

Namun nyatanya, Nagara maupun Rhea tidak bisa tidur lagi malam itu.
...

"Wah, gue liat perkembangan lo pesat juga,"

Langit tidak menggubris perkataan yang keluar dari mulut Gio, layar ponsel yang menunjukan kolom chatnya dengan Rhea lebih menarik fokusnya. Ibu jari Langit tertahan di atas tanda kirim, sebuah pesan permintaan maaf belum juga sampai pada Rhea.

"Gimana?" Gio merangkul bahu Langit. "Udah berhasil cium si Rhea? Atau lo udah jadian sama dia?"

Langit menoleh dengan tatapan tak bersahabat.

"Dari foto yang dikirimin Halim ke gue, lo jalan sama Rhea di mall, kayaknya hubungan lo sama dia berjalan lancar." Gio menambahkan, kali ini dengan senyum miring. "Akhirnya luluh juga, padahal kemarin jual mahal banget. Gak heran adiknya aja dulu gitu ke gue."

Langit mengepalkan tangan di sisi celana.

"Jaga bicara lo," Langit buka suara.

"Kenapa? Lo gak terima?"

GHOST ROOMS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang