RASKA-34

19 15 0
                                    

"Kamu suka martabak?" Ucap Raska sambil tertawa renyah dengan Ana di pinggir jalan, sehabis pulang sekolah ia memutuskan mengajak Ana berkeliling dahulu. Lalu membeli kue coklat seperti yang Ana bilang bahwa papanya menyukai ini.

"Papa kamu suka ini ya?" Tanya Raska dan membuat Ana tersenyum tipis.

"Papa suka banget sama kue coklat, memangnya kenapa Raska?" Tanya Ana dengan polos pada lelaki yang sudah menggenggam nya dengan erat sekarang.

Raska yang tengah membenarkan helm di kepala Ana tersenyum lebar.

Ini sudah 7 bulan ia kenal dengan gadis yang berada di depannya sekarang, jangankan bosan justru cinta itu semakin bertambah sekarang.

"Raska beliin sesuatu buat papa kamu, semoga papa kamu suka ya"

Sedangkan Ana hanya tersenyum saat Raska sudah siap membenarkan helmnya. Hari ini Raska memilih menggunakan motor untuk mengantar Ana pulang.

"Hari ini Raska izin main di camp Bima Vaska, Ana mau ikut?" Mendengar itu membuat Ana menggeleng.

"Aku mau istirahat di rumah dulu Raska" ucap Ana yang sudah bersender di punggung Raska. Raska menghidupkan motornya dan menyetir dengan hati hati.

Raska tersenyum dan sesekali mengamati wajah milik Ana dari kaca spion yang sudah ia pasang untuk menghadap pas di wajah gadisnya.

"Ana capek?, Biar Raska temenin dan cancel dulu mainnya"

Hal itu membuat Ana menggelengkan kepalanya kembali, "Kamu boleh main Raska. Aku gak pernah larang kamu"

Entah bagaimana mendefinisikan nya lagi, Raska adalah lelaki paling peka di dunia ini menurut Ana.

Angin sepoi menerpa kedua wajah insan ini, selama ini Ana tak pernah merasa jika Raska pernah marah padanya sedikitpun. Raska adalah lelaki terbaik.

Gadis itu memejamkan matanya dan bersender di punggung belakang lelaki yang ia cintai ini, "Aku temenin kamu besok cuci darah Raska"

Raska tersenyum, ternyata Ana tak lupa jadwalnya saat cuci darah, "Terimakasih Ana"

Cairan merah segar mengalir dari hidung Ana, ia yang baru sadar segera mengusapnya kasar dan mendongakkan kepalanya agar mimisan itu terhenti. Bibirnya kini pucat, perutnya sakit dan keram. Jujur saja dia tak bisa terkena angin sepoi seperti ini, tapi ia tak enak jika harus jujur dengan Raska tentang ini.

Raska yang melihat itu dari balik spion segera menghentikan motornya, ia membalikkan badannya dan menatap Ana yang sibuk mengusap mimisannya dengan baju seragam putihnya.

Lelaki itu merobek sebagian seragamnya dan menggunakan itu sebagai penghambat darah Ana. Tubuh Ana lemas dan berakhir bersender di dada bidang lelaki itu.

"Ana kenapa gak bilang kalau ana gak baik baik aja hari ini?" Tanya Raska pada gadis yang akhir akhir ini tampak pucat.

Ana terdiam dan memilih memejamkan matanya sambil terus memegangi perutnya yang terasa sakit. Raska mengelus perut gadis yang berada di pelukannya, ia sadar jika Ana tengah merasakan sakit di perutnya, entah karena apa.

"Kerumah sakit ya, kamu sakit. Harus cek ke dokter sekarang juga"

Lelaki itu menggendong Ana dan segera mencari Taksi. Tubuh gadis itu terasa dingin saat ini, tangannya terus saja mencekal kerah almet biru milik Raska dengan erat. "Sakit Raska"

Tak lama Taksi yang berhasil Raska lambaikan berhenti tepat di depan mereka berdua. Dengan cepat Raska memasuki mobil sambil masih menggendong Ana di pelukannya.

"Raska jangan ke rumah sakit"

Ucapan Ana cukup membuat Raska mengernyitkan dahinya keheranan.

"Kenapa Ana?"

Ana menggeleng, "Aku gak apa Raska"

"Tolong antar aku kerumah aja Raska, tolong. Aku gak apa"

Mendengar itu membuat Raska mengusap pipi Ana, "Apa yang sakit na?"

"Kenapa aku gak boleh antar kamu ke rumah sakit?"

Raska mengusap perut Ana yang daritadi ia pegangi, "Aku izin elusin biar gak sakit ya"

Ana mengangguk dan memilih bersender di bahu milik Raska yang duduk di sampingnya. Raska mengikuti ucapan Ana agar mengantarkan nya ke rumahnya saja.

"Ke rumah papa Raska"

Mobil Taksi melaju kencang di sana, sampai ke rumah besar bernuansa Gold, beda seperti rumah pribadi milik Ana dahulu. Gadis itu masih menyenderkan kepalanya ke bahu milik Raska. Sontak Raska tanpa basa basi menggendong Ana dan berjalan menuju gerbang rumah milik David setelah membayar taksi.

Pak Umar yang menjadi security langsung membuka pintu gerbang dan berusaha membantu Raska yang menggendong tubuh berisi Ana.

Raska mengetuk pintu rumah David dengan cepat setelah di buka nyatanya ia di sambut tidak hangat oleh semuanya. Di tampilkan di sana mereka sedang berkumpul dan bercanda dan ketika melihat Ana yang di gendong matanya berubah sinis.

"Ngapain Lo kerumah gue?!" Sentak Noe yang sontak mendorong tubuh Raska. Raska terjatuh namun tak melepaskan rangkulannya pada Ana yang kini terpejam di tubuhnya.

"BAWA ANA MASUK NOE!" ucap David yang menampilkan ekspresi marah saat ini, lelaki yang masih menggunakan baju formal itu menghampiri Raska dan mencekal kerah seragamnya.

"Anda punya apa berani menyentuh anak gadis saya?"

Namun Raska tertunduk kali ini, Noe telah merebut Ana dari genggamannya dan membawanya menaiki tangga, mungkin ke kamar. Zaki sudah berada di sana juga, menatap sinis pada adek kelasnya ini.

"Ana sakit om, saya cuma mengantarkan dia pulang itu saja" tanpa menghilangkan kesopanan nya Raska berbicara lembut pada David yang kini menghempaskan tubuhnya begitu saja.

Namun David malah memukulinya hingga remaja lelaki itu tersudut sekarang, pinggir bibirnya berdarah. Tangannya memegangi luka tersebut sambil masih menatap kedua mata David.

"Saya cuma berniat membahagiakan Ana"

Zaki melangkah menuju Raska, "Gue pernah bilang kan sama Lo kalo gue sama Ana udah di jodohin"

"Tapi Lo gak cinta tulus sama Ana"

Raska berdiri dan memegangi tangan kanan David, "Zaki hanya pengen jadiin Ana pelampiasan nafsu nya"

BUGH

David kembali menghajar Raska di sana, "Kamu anak mana, dari keluarga mana, dan kamu punya apa?"

"Nyatanya anda tak punya apa apa"

"Sudah saya katakan berkali kali bahwa anda tak layak bersama anak saya Ana"

Raska di seret paksa oleh bodyguard yang sudah berada jelas di sana.

"Izinkan saya dekat dengan Ana om, saya mencintai Ana dengan tulus" ucap Raska dengan mata berkaca kaca. Namun semuanya sia sia Raska tetap di bawa dan di keluarkan dari rumah mewah ini.

"Dasar tak tahu diri"

RASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang