Jangan lupa like + komen.
Komen diatas 5 aku lanjut 😘*
"Ini punya kamu?"
Suara berat itu menyapa pendengaranku. Suasana yang semula sunyi terasa berbeda saat tubuh tingginya berdiri tepat di hadapanku. Menghalangiku dari sinar matahari yang berada pada titik terpanasnya siang itu.
Aku mendongak untuk melihat siapa sosok yang mengajakku berbicara. Dan yang kudapati hanyalah sepasang mataku yang menyipit karena tak bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki ini. Silaunya sinar matahari aku rasa telah menutupi wajahnya.
Sosok itu menyodorkan sesuatu padaku dan pandanganku turun pada sesuatu yang berada dalam genggamannya. Dompetku.
"Punya kamu kan? Jelita?"
Suara itu kembali mengulangi perkataannya. Terdengar tak yakin dengan pertanyaannya. Aku mengerutkan kening bingung. Dari mana orang asing ini mengetahui namaku?
"Aku liat nama di KTP kamu. Sorry." Ucapnya menjelaskan seakan mengerti dengan apa yang aku pikirkan.
Aku mengangguk samar kemudian bangkit. Disaat itulah aku dapat melihat dengan jelas bagaimana penampilan laki-laki ini. Rambut yang sedikit gondrong dan jenggot tipis yang samar-samar menghiasi dagunya. Sepasang mata yang bagaikan pepohonan rindang itu menatapku begitu lekat. Senyuman kini terbit dari wajahnya yang begitu menenangkan.
Aku kembali menatap dompet milikku. Dan dengan ragu-ragu aku mengambilnya dari telapak tangan laki-laki itu. Kupaksakan menarik kedua sudut bibirku. Berusaha membalas senyumannya yang aku rasa membuatku terlihat aneh saat ini.
"Tadi aku liat jatuh dari tas kamu. Mau aku panggil, kamunya uda kejauhan tadi. Jadinya aku kejar sampe sini." Ujar sosok itu menjelaskan.
Dia... berbicara dengan santai padaku. Seolah kami telah mengenal cukup lama.
"Ma-makasih."
Sial. Lagi-lagi aku terlihat seperti gadis aneh yang memiliki kesulitan dalam berkomunikasi. Kulihat laki-laki itu kembali tersenyum. Mengapa ia sangat sering tersenyum?
"Aku Zafran." Ujarnya memperkenalkan diri dan kembali menyodorkan tangannya. Haruskah aku menerima uluran tangannya dan memperkenalkan diriku juga? Tapi untuk apa? Toh kami tak akan pernah bertemu lagi.
"Jelita." Putusku pada akhirnya membalas uluran tangan Zafran.
"Tetangga baru?"
Aku hanya diam dan enggan menjawab. Melihat bagaimana Zafran tidak asing dengan tempat ini, sepertinya ia adalah salah satu penduduk sekitar. Laki-laki itu menunjuk sebuah rumah yang tak jauh dari taman komplek tempat kami berada saat ini. Berada di deretan rumah nomor tiga.
"Itu rumah aku. Kamu juga tinggal di sekitar sini?" Tanyanya lagi dan aku kembali mengangguk menjawab pertanyaannya.
"Rumah kamu dimana?"
"Belakang rumah kamu." Jawabku singkat. Karena memang rumah yang kutinggali sejak tiga bulan yang lalu berada tepat di belakang rumahnya. Kulihat Zafran mengerjapkan sepasang matanya. Terlihat tak percaya dengan jawabanku.
"Kapan kamu pindah?"
"Tiga bulan yang lalu."
"Uda lama ya." Gumamnya yang masih dapat kudengar.
Zafran mengusap pelan dagunya. Raut keterkejutan masih terlihat jelas di wajahnya. Entah untuk apa ia terlihat bingung. Mungkin fakta bahwa aku sudah berada disini sejak tiga bulan yang lalu dan ia baru mengetahuinya sedikit membuatnya tak percaya.
Wajar saja ia tak mengetahui kepindahanku. Mungkin semua orang disini juga tidak termasuk RT sekalipun. Karena selain pergi bekerja, aku tak pernah keluar rumah untuk sekedar memberi sapaan sebagai tetangga baru atau semacamnya dan aku tak berniat untuk melakukannya. Itu sangat merepotkan. Dan juga, aku tak berniat untuk tinggal lebih lama disini.
Rumah itu adalah rumah milik adik mendiang ayahku. Dan aku hanya meminjamnya sebentar. Walaupun tanteku itu sudah mengatakan untuk menempatinya sebanyak waktu yang aku butuhkan.
"Salam kenal Jelita. Semoga kamu betah disini ya." Ucapnya menyadarkanku dari lamunan.
Untuk sesaat aku merasa hangat. Zafran adalah orang pertama yang mengajakku berbicara terlebih dahulu sejak aku menginjakkan kaki di kota ini. Kulihat ia melihat sekilas ke arah arloji di tangannya. Sepertinya ia sedang terburu-buru.
"Sampai jumpa lagi jelita."
Zafran melambaikan tangannya dan berbalik kemudian berlari meninggalkanku yang masih terdiam. Namun saat ia hendak menyebrang, laki-laki itu berbalik dan berlari kearahku. Ia kembali mengulurkan tangannya dan aku kembali menatapnya bingung.
"Boleh aku pinjem HP kamu?" Tanyanya dengan nafasnya yang tersengal. Meski tak mengerti dengan sikapnya, aku meraih ponsel dari dalam tasku dan memberikannya pada laki-laki ini. Zafran tersenyum meraih ponselku kemudian bertanya, "Ada passwordnya?"
"Gak ada."
Kulihat laki-laki itu mengangguk kemudian mengetikkan sesuatu disana. Tak lama ia menyerahkan kembali ponselku. Aku menerimanya dan melihat sebuah nomor baru yang tersimpan di kontak ponselku. Mas Zafran.
Aku kembali menatapnya dengan kening berkerut. Sementara laki-laki itu kembali tersenyum. "Itu nomor aku. Kamu bisa hubungi nomorku kalo butuh sesuatu."
"Mas..?"
"Sepertinya aku lebih tua dari kamu." Sahutnya tersenyum. Sangat manis. Seperti permen lolipop yang sering kunikmati saat aku kecil dulu.
"Sekarang aku harus pergi."
Zafran melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Bergegas secepat mungkin ke tempat yang aku tak tau dimana. Yah, aku juga tidak penasaran. Tetapi entah mengapa kepergiannya cukup di sayangkan.
Aku yang siang itu memaksakan diri untuk keluar rumah demi menunggu kurir mengantar paketku di taman komplek, bertemu dengannya. Laki-laki ramah dengan senyum secerah cahaya senja yang menghangatkanku di tengah temaram.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita dan Pelabuhannya [END]
Fanfiction{FANFICTION} Jelita kabur dari rumahnya karena kemarahannya pada sang ibu. Gadis itu memilih menutup dirinya dari keramaian. Tak banyak bicara, dan tak pernah menunjukkan perubahan pada raut wajah datarnya. Suatu ketika ia dipertemukan dengan seoran...