17 : Mama

240 63 16
                                    

Jangan lupa like + komen.

***

"Eh mbak Jelita. Mau belanja?" Sapa salah seorang wanita paruh baya ketika melihat Jelita yang berjalan menghampiri kerumunan ibu-ibu yang tengah berbelanja sayur. Perempuan itu tersenyum simpul dan mengangguk mengiyakan.

"Iya bu. Kebetulan bahan di rumah uda abis."

"Mbak Jelita bisa masak?"

"Sedikit." Sahut Jelita enggan.

"Jovan pernah cerita ke saya kalau katanya masakan mbak Jelita enak."

"Mbak Jelita pernah masakin Jovan?"

"Kalau itu sih gak usah ditanya. Pasti dia yang minta makanan ke mbak Jelita."

"Itu anak kan selalu nempel ke mbak Jelita." Celetuk salah satu ibu-ibu yang mengundang tawa lainnya.

"Nggak abang nggak adek sama ternyata ya jeng. Suka deketin mbak Jelita." Timpal yang lain menghasilkan warna kemerahan di wajah Jelita. Perempuan itu lagi-lagi hanya tersenyum dan mengusap tengkuknya pelan.

"Cari apa neng?" Tanya penjual pada akhirnya. Jelita terdiam sejenak dan memperhatikan beberapa sayur mayur yang terlihat segar. Perempuan itu lantas menjatuhkan pilihannya pada kentang dan wortel serta ayam potong.

"Ini aja neng?"

"Iya itu aja pak." Sahut Jelita dan mulai mengeluarkan uang dari dompetnya.

"Loh itu mas Zafran."

"Panjang umur ya jeng. Baru juga diomongin." Terdengar bisik-bisik dari beberapa ibu-ibu hingga membuat Jelita lantas menoleh. Benar saja, Zafran kini tengah berjalan ke arah mereka. Jelita memutus pandangannya lebih dulu dan memilih memasukkan kembali uang kembalian dari penjual.

"Makasih pak."

"Sama-sama mbak."

"Eh mas Zafran. Baru mau berangkat kerja mas? Tumben siang."

Zafran tersenyum dan membenarkan tali tas yang di gendongnya. Laki-laki itu lantas menjawab, "Saya pulang lebih awal bu."

"Ada urusan mas?"

"Nggak bu. Kurang enak badan kayaknya." Sahut Zafran dengan suara beratnya. Jelita mengalihkan pandangannya pada Zafran dan disaat itu pula pandangan mereka saling mengunci. Zafran kembali tersenyum padanya. Namun hal tersebut tak menutupi bagaimana kondisinya saat ini. Penampilan laki-laki itu memang tampak sedikit pucat hari ini.

"Yaudah mas Zafran cepet istirahat. Mukanya pucat itu. Jovan ada di rumah saya lagi main sama Ardi. Biar nanti saya suruh pulang takut mas Zafran butuh sesuatu."

"Iya bu kalo gitu saya permisi." Sahut Zafran dan melanjutkan langkahnya.

"Oh iya mbak Jelita, saya lihat kamar mbak gelap semalem. Kenapa mbak?"

"Iya bu. Lampunya mati lagi. Padahal baru ganti lampu dua hari lalu."

"Kayaknya ada yang konslet itu mbak. Coba minta bantuan orang yang paham. Takut kenapa-kenapa nanti."

"Iya bu. Kalo gitu saya permisi dulu ya ibu-ibu." Pamit perempuan itu undur diri.

*

Jelita membuka pintu rumahnya saat mendengar seseorang mengetuk pintu. Perempuan itu lantas terdiam di tempatnya saat mendapati sosok Zafran yang tengah berdiri tepat di hadapannya.

"Mas Zafran."

"Boleh aku masuk?"

Jelita membuka lebar pintu rumahnya kemudian menyingkir dan memberi jalan pada laki-laki itu. Zafrantersenyum dan melenggang masuk. Ia mengedarkan pandangannya sejenak sebelum kembali menatap Jelita.

"Kamar kamu sebelah mana?" Tanya Zafran yang membuat sepasang mata perempuan itu membulat sempurna.

"Ka-kamar mas?"

"Iya kamar kamu."

"Bu-buat apa?" Cicit Jelita yang pipinya sudah kemerahan kini. Sementara Zafran kembali tersenyum kemudian mengangkat tas yang di tentengnya tepat di hadapan Jelita.

"Lampu kamar kamu bermasalah kan? Biar aku lihat. Mungkin aku bisa bantu perbaiki." Sahut Zafran menjelaskan.

"Oh.. lampu.." Gumam Jelita menjadi salah tingkah. Perempuan itu berdeham pelan seraya berjalan menuju salah satu pintu dan membukanya.

"Disini mas." Ucap Jelita lagi. Zafran mengangguk dan berjalan menghampiri. Memasuki kamar Jelita dan kembali berbalik menatap perempuan itu.

"Jelita ada kursi nggak?"

"Sebentar mas." Ujar Jelita dan melangkahkan kakinya menjauh. Tak lama, perempuan itu kembali dengan membawa kursi. Zafran meraih kursi tersebut dan meletakkannya tepat di bawah lampu.

"Mas Zafran bisa benerin lampu?"

"Sedikit." Sahut Zafran sembari menaiki kursi.

"Ditinggal aja nggak apa-apa. Kamu lagi sibuk kayaknya." Lanjut Zafran seraya melirik kearah dapur yang terlihat jelas dari kamar Jelita. Dan memang perempuan itu terlihat hendak memasak. Jelita mengikuti arah pandang Zafran dan mengangguk mengiyakan.

"Kalo gitu aku permisi mas." Pamit Jelita sementara Zafran sudah disibukkan dengan peralatannya.

*

"Uda idup. Nggak akan mati-mati lagi." Ujar Zafran saat melihat kehadiran Jelita.

"Masalahnya dimana ya mas?"

"Oh itu, soket lampunya keteken."

"Soket?"

"Jadi gini Jelita." Ujar Zafran hendak menjelaskan sementara Jelita mendekat dan bersiap menyimak dengan baik.

"Ini soket lampunya. Ini tuh ibaratnya penyambung yang bertugas menyalurkan aliran listrik ke lampu. Nah salah satu penyebab lampu mati tiba-tiba tuh bisa jadi karena soket lampunya terdorong dan akhirnya gak bisa menyalurkan listriknya dengan baik. Jadinya lampunya gak bisa idup. Solusinya ya harus di ganti dengan soket yang baru." Zafran menutup penjelasannya dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Laki-laki itu terlihat bangga sementara Jelita mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Kamu...gak ngerti ya?"

"Maaf mas."

"Gak apa-apa Jelita. Itu bukan sesuatu yang harus kamu pahami kok." Sahut Zafran menggeleng cepat.

"Makasih ya mas. Maaf uda ngerepotin."

"Sama-sama Jelita."

"Gimana keadaan mas Zafran?"

"Aku?"

"Katanya tadi sakit. Uda mendingan mas?" Tanya Jelita sedikit khawatir saat melihat keringat yang membasahi kening Zafran. Sementara laki-laki itu kembali tersenyum dan mengangguk.

"Uda mendingan kok. Tadi uda-" Perkataan Zafran terputus saat Jelita menyentuh keningnya dengan punggung tangan perempuan itu.

"Demam." Ucapnya bergumam.

"Harusnya mas Zafran istirahat di rumah. Kenapa kesini?" Tanya Jelita yang kini telah menurunkan tangannya dari kening laki-laki itu.

"Wajah mas Zafran juga merah gitu." Ujar Jelita yang makin khawatir. Perempuan itu tak tau saja jika bukan demamlah yang membuat wajah Zafran memerah.

"Ini gak apa-apa kok Jelita."

"Sebaiknya mas Zafran pulang dan istirahat. Nanti aku kirimin bubur buat mas Zafran sama Jovan. Kebetulan hari ini lagi bikin bubur."

"Iya." Sahut Zafran dan keduanya pun berjalan keluar kamar dan menuju pintu rumah.

"Kalo gitu aku pulang. Kalo misalnya lampunya mati lagi kabari aku."

"Iya." Sahut Jelita seraya tersenyum. Perempuan itu pun bergegas membuka pintu dan disaat itu pula senyum di wajah Jelita musnah. Binar di sepasang mata bulatnya menghilang saat mendapati kehadiran seorang wanita paruh baya yang telah lama tak ia jumpai.

"Mama.."

***

Jelita dan Pelabuhannya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang