22 : Desir

268 64 28
                                    

Jangan lupa like + komen.

***

"Gimana kabar kamu Jelita?" Sapa Tania menyambut kedatangan Jelita bersama kedua orang puteranya. Wanita paruh baya itu bahkan memberikan pelukan hangat pada Jelita.

Sedikit terkejut memang, namun setelahnya seulas senyum mengukir di wajah Jelita. Ia membalas pelukan Tania kemudian mencium punggung tangan ibu dari Zafran dan juga Jovan setelah pelukan mereka terlepas.

"Jelita baik. Tante apa kabar?" Ucap Jelita menjawab sapaan Tania.

Sejak di undang makan malam kala itu memang hubungan keduanya mulai dekat. Tak jarang mereka bertukar kabar melalui pesan.

"Tante baik juga. Baru pulang kerja ya?"

"Iya tante." Sahut Jelita mengangguk dan kembali tersenyum.

"Oh iya kamu belum makan malam kan ya? Makan malem sama kita yuk? Tante masak makanan kesukaan kamu hari ini. Tante masih kangen berat sama kamu. Uda lama gak ngobrol sama kamu." Ajak Tania yang tentunya membuat Jelita sungkan.

Perempuan itu mengedarkan sejenak pandangannya pada ibu dan kedua anaknya itu. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Jelita menyetujui ajakan Tania dengan dasar tak enak hati. Mengingat betapa hangat dan ramahnya wanita paruh baya itu kepadanya.

"Kalau gitu Jelita ijin pamit pulang tante. Mau mandi dulu." Izin Jelita yang Tania sahuti dengan anggukan.

"Yaudah tante tunggu." Sahut Tania mengusap punggung Jelita lembut.

*

"Makan yang banyak ya sayang."

Jelita tersenyum saat Tania meletakkan sepotong ayam pada piring Jelita yang nasinya bahkan menyisakan hanya beberapa suapan. Wanita paruh baya itu tak henti-hentinya tersenyum dengan tatapan teduhnya saat melihat bagaimana Jelita menikmati makan malam yang telah ia hidangkan. Tidak seperti kala itu dimana Jelita masih merasa canggung terhadapnya.

Bagai memiliki seorang anak perempuan yang sejak dulu ia impikan, Tania memperlakukan Jelita sama seperti kedua puteranya. Begitu menyayangi perempuan itu seperti anak kandungnya sendiri dan tak ragu untuk menunjukkan kasih sayangnya pada Jelita. Perlakuan Tania membuat Jelita merasa diterima. Keluarga ini begitu harmonis dan penuh kasih sayang. Setidaknya itu yang dapat Jelita simpulkan terlepas dari kisah kelamnya yang pernah ia dengar terucap dari bibir Zafran.

Pandangan Jelita beralih pada kedua kakak beradik yang terlihat beradu mulut dan tengah memperebutkan potongan terakhir ayam goreng yang tersisa serta Tania yang berusaha melerai keduanya. Jelita tersenyum geli. Zafran dan Jovan kembali mengingatkan pada dirinya dan juga Juan yang dahulu seringkali memperebutkan lauk makanan kesukaan mereka. Bedanya saat itu mendiang ayah mereka lah yang menjadi penengah.

Ah, mengingat mendiang ayahnya membuat tatapan haru perempuan itu kini berubah pedih. Jelita jadi merindukan ayahnya yang telah lama berpulang. Mungkin ini pertama kalinya ia merindukan sosok hangat itu setelah cukup lama waktu berlalu.

"Jelita." Panggil Tania saat menyadari perubahan pada raut wajah Jelita. Perempuan itu segera berkedip, berusaha menghalau cairan yang menggenang di pelupuk matanya agar tak jatuh. Ia membalas tatapan Tania dan kembali tersenyum.

"Iya tante."

"Habis ini mau bantuin tante motong buah nggak?" Ajak wanita paruh baya itu setelah menyadari jika Jelita telah menuntaskan makan malamnya.

Jelita beralih memandang arah lainnya. Ternyata sudah tak ada Zafran dan Jovan di meja makan. Sepertinya kedua laki-laki itu telah menyelesaikan perdebatan serta makan malam mereka. Jelita kembali menatap Tania. Perempuan itu pun tersenyum dan mengangguk setuju seraya menjawab, "Boleh tante."

*

Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam. Sudah dua jam berlalu sejak acara makan malam mereka. Kini, Jelita berdiri di depan wastafel dan bersiap untuk mencuci piring kotor dan peralatan yang terpakai sebelumnya. Tentunya setelah perempuan itu bersikeras untuk menawarkan bantuan hingga membuat Tania menyerah dan menyetujui tawarannya.

Sesekali Jelita beralih menatap ibu dan kedua anak yang kini duduk di ruang keluarga. Ia tersenyum melihat bagaimana keluarga kecil itu berbincang hangat dan sesekali bersenda gurau. Jelita pernah merasakannya, dulu sekali.

Tak ingin terlalu lama bernostalgia, Jelita kembali mengalihkan pandangannya pada tumpukan piring yang siap ia bilas. Perempuan itu menyalakan kembali keran air dan mengambil salah satu piring untuk ia bersihkan. Di tengah aktivitasnya, ia mendengar suara derap kaki mendekat.

Jelita mendongak saat sosok Zafran berdiri tepat di sampingnya. Laki-laki itu membalas tatapannya seraya menyodorkan tangan. Jelita mengerutkan kening dan menatap Zafran bingung.

"Biar aku bantu." Ujar laki-laki itu.

Mengerti dengan niat Zafran, Jelita mengangguk menyetujui. Selanjutnya keduanya pun hanya diam dan melanjutkan pekerjaan mereka. Jelita membilas bersih sisa-sisa sabun pada piring dan Zafran yang meletakkannya pada rak setelah mengeringkannya dengan kain lap. Hingga piring terakhir Jelita berikan pada Zafran, barulah laki-laki itu bersuara.

"Jelita." Panggilnya yang membuat Jelita beralih menatapnya. Perempuan itu hanya diam menatap Zafran. Menunggu untuk mendengar kalimat selanjutnya yang akan Zafran ucapkan. Namun laki-laki itu kembali terdiam. Terlihat enggan untuk mengucapkan apapun yang ada dalam benaknya.

"Kenapa mas?"

"Nanti aja deh." Ucapnya seraya meletakkan piring yang di genggamnya pada rak. Tak lagi bersuara, Zafran berlalu dan meninggalkan Jelita yang semakin bingung karena perilaku laki-laki itu.

*

"Aku bisa pulang sendiri padahal. Mas Zafran gak perlu nganter." Ucap Jelita saat keduanya berjalan beriringan menuju rumah perempuan itu.

Jelita memutuskan untuk menoleh. Mencuri pandang pada laki-laki yang sedari tadi hanya diam. Entah mengapa malam ini Zafran tak banyak bicara padanya. Bahkan saat makan malam tadi laki-laki itu seolah enggan menatapnya. Membuat Jelita bertanya-tanya, mungkinkah ia membuat kesalahan pada Zafran.

"Mas-"

"Uda sampe." Ujar Zafran memotong perkataan Jelita. Lantas perempuan itu menoleh dan benar saja, kini mereka berada tepat di depan rumahnya.

"Oh..iya." Sahut Jelita canggung.

"Makasih uda diantar mas." Ujar Jelita enggan membalas tatapan Zafran. Perempuan itu segera berbalik dan hendak membuka pagar rumahnya. Sebelum panggilan Zafran kembali menginterupsi pergerakan Jelita.

"Jelita."

Perempuan itu segera berbalik menghadap Zafran. Membuatnya segera merutuki tindakannya yang seperti makhluk peliharaan yang haus akan kasih sayang tuannya.

"I-iya mas?" Sahut Jelita tergagap yang membuat ia kembali merutuki sikapnya.

Jelita tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Namun sepertinya ia melihat laki-laki itu tersenyum sebelum memutuskan untuk mendekat.

"Minggu ini kamu ada acara?" Tanya laki-laki itu.

Jelita terdiam sejenak. Mencoba mengingat-ingat kegiatan apa yang akan ia lakukan di hari minggu. Setelah memastikan ia tak memiliki acara apapun, perempuan itu menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Keluar sama aku mau nggak?"

"Hah?" Jelita menatap Zafran tanpa berkedip. Dan setelah tak menangkap maksud dari pertanyaan laki-laki itu, Jelita kembali bersuara, "Maksudnya mas?"

Ada senyum yang kembali terbit di wajah tampan Zafran saat melihat ekspresi bingung di wajah Jelita.

"Aku lagi ngajak kamu kencan Jelita." Sahut Zafran dengan suara beratnya. Berhasil mengalirkan desir tak biasa pada Jelita yang membuat wajahnya merona seketika.

Zafran, laki-laki dihadapannya yang berdiri dengan gagahnya, tersenyum dan menatap kearahnya, tengah mengajaknya berkencan kini.

***

Alurnya lambat gak sih guys?
Baru nyadar uda part 22 Zafran baru melakukan pergerakan 🤣

Jelita dan Pelabuhannya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang