46 : Keputusan

176 50 5
                                    

Jangan lupa like + komen.

***

"Diminum dulu coklat angetnya." Ucap Zafran seraya menyodorkan secangkir coklat hangat yang baru saja ia seduh.

Tanpa banyak berkomentar, Jelita segera menerima minuman tersebut. Namun bukannya meneguknya, ia hanya meletakkannya di atas pangkuan.

Zafran memilih duduk tepat di samping perempuan itu. Menyampirkan helaian rambut yang menutupi wajah sang kekasih ke belakang telinga. Menatapnya dengan seksama kemudian menghela nafas pelan yang berhasil mencuri perhatian Jelita.

"Kamu masih marah mas?"

"Uda aku bilang aku gak marah." Sahut Zafran cepat.

"Bohong." Sanggah Jelita tak percaya.

"Kamu gak banyak bicara." Tambahnya.

"Kamu mau aku bicara apa emang?"

Kali ini Jelita memilih diam. Ia kembali menunduk dan memperhatikan segelas coklat hangat yang belum tersentuh sedikitpun.

Menghela nafas pelan, Zafran kembali bersuara, "Iya aku marah." Yang membuat Jelita kembali menatapnya.

"Tapi bukan marah sama kamu."

"Terus..?"

"Aku marah ke diri aku sendiri yang uda kecolongan. Bisa-bisanya aku gak tau kamu pergi kemana dan tetep kerja kayak biasanya. Padahal kamu lagi di tahap ngerasa sendirian. Harusnya aku ada disana. Atau paling nggak tau keadaan kamu. Tapi mirisnya aku malah gak tau apapun. Aku bahkan gak bisa baca pikiran kamu."

"Kamu banyak bicara." Komentar Jelita yang membuat Zafran tertawa.

"Bukannya kamu pengen aku banyak bicara?"

"Bicaranya kebanyakan." Sahut perempuan itu sembari meletakkan gelas minumnya di atas meja. Mempersempit jaraknya dengan sang kekasih, Jelita melingkarkan kedua tangannya di pinggang Zafran. Menyandarkan kepala ke dada bidang laki-laki itu dan menghirup dalam aroma tubuhnya.

"Bunda uda masakin lauk tadi buat kamu. Uda aku masukin ke kulkas. Besok tinggal kamu angetin kalo mau dimakan."

"Bunda baik banget sih."

"Iyadong. Bunda aku." Sahut Zafran bangga.

"Ngomong-ngomong mas.."

"Hm?"

"Dari mana kamu bisa buka gembok pagar rumahku?"

"Oh itu.." Zafran menggantung ucapannya sejenak.

"Dari Juan."

"Kak Juan?"

"Iya. Kakak kamu."

"Kok bisa?" Seru Jelita tak percaya. Mendongak menatap lurus pada kedua mata Zafran hanya untuk memastikan bahwa laki-laki itu tak berbohong.

"Kayaknya sih kakak kamu itu uda ngasih lampu ijo buat aku. Sampe dia percaya ngasih kunci cadangan rumah kamu. Katanya sih buat jaga-jaga takut kamu kenapa-kenapa."

Jelita dan Pelabuhannya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang