Jangan lupa like + komen.
***
"Sebenernya ada apa mas?" Tanya Jelita bingung. Kekhawatiran Jelita semakin menjadi sejak Zafran membawanya mengendarai mobil. Laki-laki itu lebih memilih bungkam sepanjang perjalanan. Ia hanya melakukan panggilan singkat dengan seseorang dan bertanya 'dimana?'. Itu saja.
"Mas? Kamu masih mau diem gini?"
"Sebentar lagi kita sampe Jelita."
"Ya tapi kita mau kemana dulu mas?"
Lagi. Zafran kembali bungkam. Yang membuat Jelita semakin dirundung ketakutan yang begitu nyata.
Dan Zafran tak berkata bohong saat laki-laki itu berkata akan segera sampai. Hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit hingga akhirnya mobil yang ia kendarai berhenti di tempat parkir rumah sakit. Yang membuat Jelita semakin tidak mengerti.
"Rumah sakit? Kenapa kita kesini mas? Siapa yang sakit?"
Kali ini Zafran menatapnya sendu. Ia belai lembut helai rambut Jelita yang menutupi sebagian wajah perempuan itu.
"Kita turun sekarang ya?"
"Mas-"
Zafran bergegas keluar dari mobil. Berjalan mengitar dan membukakan pintu untuk perempuan itu. Jelita sudah terlalu lelah untuk bertanya. Maka yang ia lakukan adalah menerima uluran tangan Zafran dan segera keluar dari mobil. Ia hanya ingin segera mengenyahkan rasa penasarannya tentang apa yang terjadi.
Sepanjang langkah kaki mereka, tak ada lagi kata yang terucap. Jelita turut bungkam dan hanya mengikuti langkah laki-laki di hadapannya. Berjalan melewati lorong rumah sakit yang terlihat begitu sunyi. Hingga tibalah mereka di depan sebuah pintu bercat putih.
Zafran berhenti dan segera berbalik menatap Jelita. Sementara perempuan itu masih tak mengerti dengan apa yang terjadi. Ia hanya menatap Zafran penuh tanya. Menuntut sebuah penjelasan. Walau penjelasan sesungguhnya akan segera ia temui di dalam ruangan bernuansa putih itu.
"Mas?"
"Masuk Jelita. Kakak sama mama kamu ada di dalam." Ujar Zafran yang membuat sepasang mata perempuan itu membulat sempurna.
Dengan susah payah menelan salivanya, Jelita masih berusaha menimpali, "Siapa yang sakit mas?"
Tak ingin menunda waktu mendengar penjelasan Zafran, pada akhirnya Jelita melangkah mendekat. Jelita memegangi tangannya yang terasa bergetar. Menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan, perempuan itu hanya sedang berusaha menenangkan diri. Setelah beberapa saat, barulah Jelita memutar knop pintu ruangan kemudian membukanya perlahan.
Pemandangan pertama yang menyapanya adalah punggung kokoh kakaknya. Juan segera berbalik dan dengan gurat kesedihan ia berjalan cepat ke arah Jelita. Menarik perempuan itu ke dalam dekapannya dan merapalkan ribuan syukur serta kata maaf yang tak ada habisnya.
"Syukur kamu gak kenapa-kenapa dek. Makasih juga uda baik-baik aja. Maafin kakak dek. Maafin kakak." Bisik Juan di telinga Jelita yang membuat perempuan itu tak mampu menahan tangisnya.
Perlahan Jelita membalas pelukan Juan dan menimpali, "Maafin Jelita juga kak. Jelita uda egois, keras kepala, dan uda kasar. Maafin Jelita."
Sementara kedua kakak beradik itu saling melepas rindu, Zafran yang sejak tadi hanya berdiri di ambang pintu menatap sendu keduanya. Ada keinginan besar laki-laki itu untuk melangkah masuk. Namun sisi lain dalam dirinya melarang untuk melakukannya. Maka yang Zafran lakukan adalah menutup kembali pintu tersebut.
Tak berselang lama, Zafran memejamkan mata saat mendengar tangis haru itu berganti menjadi pekik yang begitu pilu. Turut merasakan kesedihan yang kini menyelimuti mereka. Membalikkan badan, Zafran memilih bersandar pada pintu ruang rawat di belakangnya. Ia akan tetap tinggal disini, di sisi Jelitanya. Berpikir jika perempuannya itu mungkin saja akan membutuhkannya nanti.
-
"Mama punya penyakit jantung uda lama. Sempat operasi juga. Selama setahun mama nunggu dapet donor jantung. Tapi sekalinya ada, ternyata kondisi mama uda gak memungkinkan buat di operasi. Jadi dokter gak mau ambil resiko." Ucap Juan memulai pembicaraan.
Saat ini Jelita sudah lebih tenang dan terduduk di sofa samping ranjang rumah sakit tempat Lola berada. Sementara Juan yang masih setia berada di sisi ibunya, menggenggam lembut tangan wanita paruh baya itu.
"Kenapa gak ada yang ngasih tau aku? Mama sakit. Dan kenapa cuma aku yang gak tau?"
"Mama cuma gak pengen kamu khawatir dek. Kita gak pengen kamu kepikiran."
"Dan ngebiarin aku kayak orang bego yang gak tau apa-apa? Kak,, aku uda ngejahatin mama selama bertahun-tahun.."
Juan bangkit dari tempatnya. Berjalan menuju Jelita dan duduk di samping perempuan itu. Merangkul bahu adiknya kemudian memeluknya.
"Aku uda banyak nyakitin perasaan mama. Aku uda gagal jadi anak berbakti. Aku cuma ngabisin waktuku dengan ngebenci mama selama ini." Tangis Jelita kembali pecah dalam pelukan Juan.
"Kuat ya dek? Apapun yang terjadi nanti kita harus tetep kuat."
"Nggak mau kak. Aku gak mau."
"Maafin kakak. Maafin mama juga."
"Kenapa untuk hal sepenting ini, aku harus dikecualikan? Kenapa.. Mama.. Maafin Jelita. Bangun ma.."
Juan mempererat pelukan pada adiknya. Berusaha menyalurkan kekuatan pada perempuan itu walau ia sama hancur dengannya.
-
"Lo belum pulang?"
Juan mengerutkan kening saat keluar dari ruang rawat ibunya dan mendapati Zafran yang duduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk. Tak mendapat jawaban dari pertanyaannya, Juan mengambil posisi duduk di seberang Zafran.
"Kenapa gak masuk juga tadi?"
"Gak punya hak." Sahut Zafran singkat membuat Juan mendengus pelan.
"Masuk sono. Bukannya lo sama Jelita juga perlu bicara?"
"Timingnya gak pas." Sahut Zafran lagi.
"Sorry."
Ucapan Juan kali ini berhasil membuat Zafran mendongak menatapnya. Mengerti dengan tatapan bingung lawan bicaranya, laki-laki itu pun menambahkan, "Gue mukulnya terlalu keras. Lo sih gak ngelawan."
"Jelita uda cerita semuanya. Soal tante Anggi dan alasan kalian putus. Dan karena itu juga kita jadi tengkar. Dan, emm.. Gue khilaf akhirnya mukul dia." Lanjutnya yang membuat laki-laki itu di hadiahi tatapan tajam Zafran.
"Lo mukul dia?"
"Kelepasan. Makanya dia kabur lagi dari rumah." Sahut Juan singkat sementara Zafran mendengus tak suka.
"Intinya gue minta maaf karena uda main fisik. Jujur gue kecewa banget sama lo malem itu. Tapi setelah tau ceritanya, gue gak tau lagi siapa yang harus gue salahin. Karena kita semua sama-sama ada di posisi yang gak enak."
"Gak ada yang salah Ju. Gak ada yang bener juga. Gue cuma berharap setelah ini semuanya akan baik-baik aja." Sahut Zafran yang diam-diam Juan angguki setuju. Karena laki-laki itu juga berharap demikian.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita dan Pelabuhannya [END]
Fanfiction{FANFICTION} Jelita kabur dari rumahnya karena kemarahannya pada sang ibu. Gadis itu memilih menutup dirinya dari keramaian. Tak banyak bicara, dan tak pernah menunjukkan perubahan pada raut wajah datarnya. Suatu ketika ia dipertemukan dengan seoran...