8 : Makan Malam

251 67 11
                                    

Jangan lupa like + komen.

***

"Jelita cantik ya bang."

Seruan sang bunda membuat laki-laki yang kini tengah mengupas bawang bombai di meja makan itu lantas menoleh. Seulas senyum tipis ia lukiskan dan mengangguk menyetujui pendapat Tania.

"Bunda suka sama Jelita?"

"Harusnya bunda yang tanya sama kamu." Timpal Tania membuat Zafran menatapnya heran. Tersenyum penuh arti, wanita paruh baya yang baru saja selesai dengan pekerjaannya mencuci piring itu berjalan menghampiri Zafran yang berada di meja makan. Duduk di hadapan laki-laki itu dan menatapnya lekat.

"Abang suka gak sama Jelita?"

"Jovan suka." Sebelum Zafran sempat menjawab pertanyaan ibunya, sebuah suara menginterupsi percakapan mereka. Tania menggeleng heran ketika melihat putera bungsunya kini menghambur memeluknya dari samping.

"Mbak Jelita cantik." Lanjut laki-laki yang baru saja dinyatakan lulus SMA.

"Adek uda tau ke orang cantik?" Ledek Tania membuat Jovan mengerucutkan bibir manja. Sementara Zafran menatap ngeri sikap tak biasa adiknya.

"Jovan uda gede bun. Jangan panggil adek lagi bisa?"

"Emangnya kenapa?"

"Malu."

"Abang kamu aja gak keberatan dipanggil begitu."

"Bang Zafran beda. Dia kan gak punya malu."

"Bocah." Tegur Zafran sedangkan Jovan beralih menatapnya seraya menjulurkan lidah untuk meledek laki-laki itu. Zafran hanya dapat menghela nafas melihat sifat kekanakan adiknya yang katanya sudah dewasa itu.

"Bunda sama papa jadi nginep disini kan? Aku uda bersihin kamar Jovan. Bunda bisa pake kamar itu. Biar Jovan tidur sama Zafran."

"Jadi. Tapi papa kamu masih ada kerjaan. Mungkin pulang agak larut. Oh iya bang, gimana kalo mbak Jelita kamu ajak kesini?"

"Jelita?"

Zafran yang semula melanjutkan pekerjaannya mengupas bawang itu pun kembali mendongak dan menatap bundanya bingung. Tania kembali tersenyum dan mengangguk yakin.

"Buat apa bun?"

"Kita makan malam bareng. Kamu bilang dia tinggal sendirian kan bang?"

Zafran mengangguk dan kembali menatap Tania ragu. Terlihat tak yakin dengan usulan wanita paruh baya itu. Namun bujukan Jovan yang menyetujui ajakan bundanya membuat laki-laki itu sedikit tergerak. Pada akhirnya ia mengangguk setuju kemudian bangkit dari tempatnya.

"Kalo gitu Zafran tanya Jelita dulu." Ucapnya yang diangguki setuju sang bunda.

Zafran berjalan meninggalkan keduanya. Melangkahkan kaki menuju kamar dan meraih benda elektronik berbentuk segiempat miliknya di atas nakas. Dengan sedikit ragu, Zafran membuka kontak milik Jelita kemudian menekan tombol pemanggil. Pada dering keempat, panggilan itu pun mendapat jawaban.

"Halo?"

Adalah suara lembut Jelita yang menyapa indera pendengarannya. Zafran tersenyum simpul secara otomatis. Seakan suara perempuan itu adalah sebuah magis untuk melukiskan senyumannya.

"Mas Zafran?"

Suara Jelita kembali terdengar saat Zafran tak juga berucap. Zafran berdeham pelan sebelum ia menyapa perempuan yang kini menunggunya di balik sambungan telepon.

"Malam ini kamu di rumah?"

"Iya mas."

"Makan malam di rumahku, ya?" Ajak Zafran lembut. Tak ada kesan perintah di balik ucapannya. Hanya menunggu persetujuan dari perempuan itu. Selanjutnya tak ada tanggapan apapun yang Zafran dengar. Hanya keheningan yang menyelimuti mereka.

Jelita dan Pelabuhannya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang