Jangan lupa like + komen.
***
Juan tersenyum simpul saat pintu di hadapannya terbuka. Berbeda dengannya, Jelita sedikit terkejut saat sosok jangkung itu berdiri tepat di depannya. Jelita melirik sekilas pada pagar rumahnya yang sedikit terbuka.
"Kamu gak kunci pagarnya. Kebiasaan."
Juan meraih tangan Jelita dan memberinya kantung bawaan belanjaan yang dibawanya. Jelita melirik sekilas pada kantung yang kini telah beralih ke tangannya sebelum pandangannya kembali berpusat pada Juan.
"Kakak gak cerita sama mama. Kamu tenang aja." Ucap Juan seolah mengerti dengan jalan pikiran adiknya. Tanpa mengatakan apapun lagi, laki-laki itu mengusap lembut puncak kepala Jelita sebelum kemudian berbalik dan undur diri.
Setelah kepergian Juan, Jelita menutup kembali pintu rumahnya. Berjalan menuju salah satu sofa dan meletakkan barang bawaannya ke atas meja kemudian membukanya. Sesaat setelahnya, ia hanya diam. Menatap lurus pada beberapa bungkus cokelat kesukaannya. Jemari lentiknya bergerak menyusuri tiap permukaannya sebelum kemudian berhenti pada satu bungkus kecil yang terselip di dalamnya. Jelita meraihnya dan membukanya. 1 tablet obat pereda nyeri.
Hembusan nafas panjang lolos dari bibir perempuan itu. Juan tidak berubah. Kakak laki-lakinya sama sekali tidak berubah. Bahkan untuk hal-hal terkecil dalam hidup Jelita, Juan mengetahuinya dengan baik. Laki-laki itu bahkan sangat hafal pada kalender menstruasi adiknya.
Jelita menggigit bibir bawahnya pelan. Seketika perempuan itu menyesali sifat diamnya pada sang kakak. Salah apa Juan hingga ia harus menerima hukuman yang Jelita tujukan untuk mamanya? Jelita segera bangkit dan berlari keluar rumah. Perempuan itu mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan kakaknya. Namun Juan tak lagi terlihat.
Jelita berlari menuju rumah Zafran. Karena yang ia tau dari Ojun jika Zafran memiliki tamu yang menginap di rumahnya selama beberapa hari. Sudah dipastikan jika tamu itu adalah kakaknya.
Sesampainya di depan rumah Zafran, Jelita menerobos masuk karena kebetulan pagar rumah laki-laki itu terbuka lebar. Jelita sedikit berjinjit, mencoba mengintip melalui kaca rumah Zafran yang sedikit gelap. Namun usahanya tak membuahkan hasil. Maka yang Jelita lakukan selanjutnya adalah mengetuk pintu rumah itu.
Sebuah suara yang menyahut dari dalam membuat perempuan itu menghela nafas lega. Tak lama pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Zafran.
"Loh? Jelita?"
Mengabaikan sapaan Zafran, Jelita mencoba melirik ke dalam rumah laki-laki itu. Mencoba mencaritau keberadaan kakaknya.
"Cari siapa?"
"Kak Juan-" Sahut Jelita menggantungkan ucapannya. Zafran tersenyum saat menyadari perubahan pada raut wajah Jelita yang dirasa begitu cepat.
Jelita berdeham pelan, berusaha menyembunyikan kecanggungannya. Perempuan itu kemudian berbalik dan hendak pergi dari sana. Sebelum perkataan Zafran selanjutnya membuat langkah perempuan itu terhenti.
"Juan uda pulang."
Jelita berbalik cepat dan menatap Zafran tak percaya. Laki-laki itu mengangguk membenarkan perkataannya sendiri. "Baru aja. Dijemput temennya."
"Kenapa?"
"Ada urusan penting soal kerjaannya." Sahut Zafran menjelaskan.
"Jelita." Panggil Zafran lagi.
"Mau ngomong sebentar nggak?"
Bak sebuah mantra sihir, setiap perkataan Zafran bagaikan sebuah hal mutlak bagi Jelita. Maka tanpa mengatakan apapun, perempuan itu hanya mengangguk menyatakan persetujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita dan Pelabuhannya [END]
Fanfiction{FANFICTION} Jelita kabur dari rumahnya karena kemarahannya pada sang ibu. Gadis itu memilih menutup dirinya dari keramaian. Tak banyak bicara, dan tak pernah menunjukkan perubahan pada raut wajah datarnya. Suatu ketika ia dipertemukan dengan seoran...