16 : Malu

253 62 14
                                    

Jangan lupa like + komen.

***

"Kakak gak bisa kesana liburan kali ini."

"Iya gak apa-apa."

"Kamu mau nitip oleh-oleh apa dek?"

"Emm..." Jelita terdiam sejenak. Memikirkan barang apa yang ia inginkan untuk Juan belikan saat kakaknya melaksanakan tugas luar kota nantinya.

"Gandaria!" Ujar Jelita bersemangat.

"Gandaria? Buah?" Ucap Juan mengulangi dan Jelita mengangguk bersemangat kemudian melanjutkan, "Disini gak ada buah gandaria. Aku pengen rujak gandaria."

Terdengar tawa Juan di seberang telfon. Merasa gemas dengan nada suara manja Jelita yang sudah lama tak ia dengar.

"Cuma itu? Yang lain lah dek."

"Yang lain? Apa.."

"Ya apa kek? Baju, tas, sepatu, atau apa kek. Uang kakakmu ini banyak. Sayang kalo gak kamu manfaatin."

Kini Jelita lah yang tertawa mendengar ucapan sang kakak. Juan dan sikap royalnya itu terkadang sangat...menguntungkan!

"Emang kakak gak punya pacar? Perasaan aku terus yang morotin."

"Emang kamu mau kakak punya pacar?"

"Mau."

"Kenapa gitu?"

"Biar ada yang merhatiin." Sahut Jelita membuat keduanya kini diam. Seulas senyuman mengukir di wajah perempuan itu. Membayangkan bagaimana kakaknya akan menjadi laki-laki paling romantis ketika ia memiliki pasangan nantinya.

"Kakak uda punya kamu."

"No." Sahut Jelita menyanggah ucapan Juan.

"Kakak juga butuh orang lain yang bisa ngasih perhatian lebih. Yang sayang sama kak Juan dan bisa jadi tempat buat kakak pulang. Jelita gak bisa selalu ada kalo kakak butuh."

"Tempat buat pulang, ya? Apa kamu uda punya tempat itu dek?"

Kali ini pertanyaan Juan membuat senyum di bibir perempuan itu perlahan memudar. Tempat untuk pulang? Apakah Jelita memiliki tempat itu? Ia tak dapat menjawabnya. Namun jika ditanya apakah ada tempat yang membuatnya nyaman, nama Zafran terlintas tanpa permisi dalam benaknya.

*

"Kalo naksir tuh deketin Zra." Sebuah suara yang menyapa indera pendengaran Ezra membuat laki-laki itu lantas menoleh. Dewi, tantenya sudah tiba di teras dengan membawa sepiring pisang goreng panas yang kemudian ia letakkan di atas meja.

"Jelita banyak yang naksir. Kalo kamu gak maju nanti keburu jadi milik orang lain." Ucap Dewi lagi seraya duduk di samping keponakannya. Ezra kembali menatap lurus ke depan. Pada Jelita yang berbincang dengan Jovan di halaman rumah Zafran.

"Cara deketinnya gimana ya bu de?"

Dewi menghela nafas panjang dan menggeleng heran menanggapi kebingungan Ezra kemudian menimpali, "Kamu itu Zra.. Umur uda berapa masak untuk hal sepele kayak gini aja harus tanya ke bu de dulu. Emangnya kamu belum pernah deketin cewek sebelumnya?"

Ezra meringis dan mengusap pelan tengkuknya. Laki-laki itu mengambil sebuah pisang goreng lalu melahapnya. Netranya belum lepas dari Jelita yang kini berjalan keluar dari pagar. Sepertinya perempuan itu hendak kembali ke rumahnya. Namun kehadiran Zafran yang mengekor di belakang perempuan itu membuat Ezra memutar mata malas.

Dewi yang menyadari perubahan pada raut wajah keponakannya itu pun tersenyum menggoda. Ia menyenggol pelan lengan Ezra hingga membuat laki-laki itu menoleh.

"Kamu yakin bisa menang dari Zafran kalo kerjaanmu cuma curi pandang begini?"

Ezra mengangkat satu alisnya tak mengerti. Sementara Dewi menunjuk Jelita dan Zafran dengan dagunya.

"Zafran itu idola komplek. Semua anak gadis naksir sama dia. Ibu ibu berlomba buat jadiin Zafran menantu mereka. Kalo Asmi belum menikah, mungkin bu de juga bakal jadiin Zafran menantu."

Ezra kembali memutar mata malas. Tak menyukai pujian berlebihan yang bibinya layangkan.

"Jadi gimana Zra? Belum mau deketin Jelita? Keburu telat kamu." Ucap Dewi menutup kalimatnya.

*

Suara notifikasi pesan pada ponsel Jelita membuat perempuan yang baru saja merebahkan dirinya itu menoleh kearah nakas. Ia menghela nafas panjang. Baru saja ingin mengistirahatkan dirinya dari hari melelahkan hari ini. Namun sepertinya harapan perempuan itu harus tertunda sejenak.

Jemari lentik itu bergerak ke atas nakas. Meraih ponselnya disana dan membaca satu notifikasi pesan dari Zafran. Jelita membuka notifikasi tersebut dan dalam sekejap mata sayu perempuan itu membulat sempurna begitu membaca pesan yang Zafran kirimkan padanya.

 Jelita membuka notifikasi tersebut dan dalam sekejap mata sayu perempuan itu membulat sempurna begitu membaca pesan yang Zafran kirimkan padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jelita mengubah posisinya menjadi duduk dengan gurat keterkejutan di wajahnya. Kemudian hembusan nafas kasar lolos dari bibir perempuan itu. Jelita segera bangkit dan bergegas keluar dari kamarnya.

Sementara itu, Zafran mengerutkan kening bingung saat pesan yang ia kirimkan terbaca namun tak juga mendapatkan respon dari perempuan itu. Dengan masih menggenggam paket berisi barang yang dipesan Jelita, Zafran memutuskan untuk berjalan menuju rumahnya.

"Mas Zafran!" Panggil Jelita setengah berteriak membuat langkah laki-laki itu terhenti. Zafran segera berbalik dan mengerutkan keningnya bingung saat melihat kehadiran Jelita dengan nafasnya yang memburu.

"Loh, Jelita?"

Zafran berjalan mendekat dan dari jaraknya saat ini ia dapat melihat keringat yang kini membasahi wajah perempuan itu.

"Kamu lari?" Tanya Zafran bingung.

"Itu paket aku mas?" Ucap Jelita balik bertanya. Zafran beralih menatap paket di tangannya dan laki-laki itu pun mengangguk membenarkan.

"Baru aja mau aku antar ke rumahmu." Ujar Zafran seraya menyerahkan paket pada Jelita.

"Makasih mas."

Jelita bergegas pergi dan tak memberikan Zafran kesempatan untuk mambalas ucapannya. Lalu saat menyadari apa yang membuat Jelita seperti itu, seulas senyum kini terbit di wajah Zafran.

*

Jelita menutup rapat pintu rumahnya dan menghela nafas panjang. Tubuh perempuan itu bersandar pada pintu kemudian merosot hingga kini terduduk di lantai. Jelita mendengus sebal saat melihat paket barang miliknya yang kini tergeletak di lantai.

Dengan tenaga yang masih tersisa, perempuan itu meraih paket miliknya dan mulai membukanya. Jelita kembali menghela nafas panjang saat melihat satu set celana dalam yang dibelinya melalui toko online. Sepertinya ia harus menyumpahi kurir yang seringkali menitipkan paket barang miliknya pada Zafran. Dasar! Harus bagaimana Jelita bersikap pada Zafran kedepannya?

Jelita menjambak rambutnya frustasi dengan kakinya yang menendang-nendang ke udara. Ia sangat malu! Hanya membayangkan bagaimana raut wajah laki-laki itu saat membaca nama barang yang menempel di paket miliknya saja membuat Jelita ingin hilang di telan bumi.

***

Jelita dan Pelabuhannya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang