Jangan lupa like + komen.
***
"Sampai kapan mama harus nunggu Juan?"
Juan menghela nafas dan menatap sang ibu iba. Laki-laki itu berjalan mendekat dan meraih kedua tangan Lola kemudian menggenggamnya dan berkata, "Ma, kasih Jelita sedikit waktu lagi ya?"
"Satu tahun Juan. Uda satu tahun mama gak liat wajah adik kamu. Selama itu juga mama gak bisa tenang. Dia tidur dimana, dia makan apa, orang-orang di sekitarnya baik nggak sama dia. Mama gak tau apa yang uda Jelita alami selama satu tahun ini. Dan kamu minta mama buat nunggu lagi?"
"Sekarang mama uda tau kan?" Timpal Juan membuat Lola kembali menatapnya dengan netranya yang berkaca-kaca.
"Mama uda tau dimana Jelita tinggal. Mama tau Jelita baik-baik aja. Dia sehat dan hidup berkecukupan. Orang-orang di sekitar dia juga orang baik. Mama uda bisa sedikit tenang sekarang. Mama gak perlu khawatir lagi." Ucap laki-laki itu berusaha meyakinkan.
"Ma, kita ngalah lagi aja ya?"
"Juan."
"Jelita pasti balik kok."
Lola menggeleng pelan dan menunduk. Wanita paruh baya itu menangis terisak kini, "Jelita masih marah dan kecewa banget ya? Dia pasti benci sama mama."
"Nggak ma. Jelita gak benci mama kok. Jelita sayang sama mama. Dia cuma butuh lebih banyak waktu buat sendiri. Jadi tunggu bentar lagi ya ma?"
"Kalau Jelita kabur lagi gimana?"
"Kali ini Juan yakin Jelita gak akan pergi lagi." Sahut laki-laki itu mantap membuat Lola kembali mendongak dan menatap putera sulungnya heran.
"Dari mana kamu yakin?"
"Juan punya penjaga buat Jelita. Dia yang akan ngegantiin Juan buat ngejagain Jelita selama Juan gak ada di samping Jelita. Jadi mama tenang aja."
"Apa orang itu bisa dipercaya nak?"
"Juan percaya sama dia ma." Sahut Juan tegas. Setidaknya jawaban laki-laki itu membuat Lola sedikit tenang kini.
*
Jelita mengunci pagar rumahnya kemudian mulai melangkahkan kakinya setelah memastikan tak ada lagi yang tertinggal. Sesekali ia menyapa dan tersenyum pada beberapa warga yang tak sengaja ia temui di jalan. Saat perempuan itu melanjutkan langkahnya, ia menyadari ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.
Seulas senyum mengukir di bibir Jelita. Ia sudah menduga-duga siapa yang berada di belakangnya. Perempuan itu segera berbalik seraya berkata "Mas Z-"
Jelita tak melanjutkan perkataannya saat ternyata sosok yang berada di belakangnya bukanlah orang yang ia duga melainkan Ezra yang kini melambaikan tangan padanya.
"Selamat pagi." Sapa laki-laki itu dan Jelita kembali tersenyum.
"Kamu mau berangkat kerja?"
"Iya mas." Sahut Jelita melanjutkan langkahnya.
Ezra mengikuti langkah Jelita hingga kini mereka berjalan beriringan. Laki-laki itu tak mengatakan apapun dan hanya berjalan di samping Jelita. Membuat Jelita merasa sedikit canggung.
"Mas Ezra gak berangkat kerja?" Tanya Jelita mencoba memulai percakapan. Ezra menoleh kemudian mengangguk pelan.
"Kerja." Sahut laki-laki itu singkat.
"Tapi bentar lagi. Ini lagi perjalanan pulang." Lanjutnya.
Jelita menatap laki-laki di sampingnya bingung. Perempuan itu kemudian mengedarkan pandangannya sebelum kembali menatap Ezra.
"Jalan kaki mas?" Tanya Jelita memastikan dan laki-laki itu tersenyum sebelum kembali menjawab, "Habis joging sebenernya. Trus mampir ke rumah bu de."
Jelita mengangguk mengerti dan memilih untuk kembali diam.
"Kamu berangkat naik apa?"
"Ojek mas."
"Biar saya antar aja gimana?"
Jelita kembali menatap Ezra dan dengan cepat perempuan itu pun menggeleng menolak tawaran laki-laki di sampingnya.
"Gak usah mas. Saya naik ojek aja."
"Gak apa-apa biar saya antar."
"Nggak mas. Makasih atas tawarannya. Tapi ojek saya uda nunggu di depan." Tolak Jelita lagi seraya menunjuk kearah gerbang komplek dimana dari tempat mereka berdiri sudah terlihat pangkalan tempat ojek biasa berkumpul.
"Kalo gitu saya permisi mas." Pamit Jelita bergegas pergi dan meninggalkan Ezra yang masih setia menatap punggung perempuan itu yang semakin menjauh.
Helaan nafas panjang lolos dari bibir Ezra. Laki-laki itu menggaruk keningnya yang tak gatal seraya bergumam, "Susah nih."
*
"Loh mbak Jelita berangkat kerja naik ojek?" Sapa Jovan saat melihat Jelita tengah berjalan kaki. Perempuan itu pun tersenyum dan mengangguk membenarkan.
"Mobilnya mana mbak? Bukannya dikasih mobil sama bang Juan?"
"Tempat kerja mbak gak punya parkiran mobil."
"Emang ada tempat kerja yang begitu mbak?"
"Gak semua tempat tuh sama Jov." Kini Zafran muncul entah dari mana. Menjitak kepala adiknya kemudian merangkulnya. Tak lupa laki-laki itu tersenyum menyapa Jelita.
"Pulang terlambat Jelita?" Tanya Zafran seraya melirik pada arloji di tangannya.
"Iya mas. Akhir bulan soalnya."
"Oh iya mbak Jelita mbak Jelita!" Panggil Jovan antusias. Jelita tersenyum geli melihat tingkah laki-laki itu. Ia pun menjawab, "Kenapa Jov?"
"Di rumah ada bunda. Mbak Jelita gak mau mampir? Ya mungkin aja mau nyapa calon mertua gitu." Ucap Jovan tersenyum lebar seraya mengedipkan satu matanya. Lain halnya dengan Jelita yang wajahnya sudah merona kini.
"Heh." Tegur Zafran sementara Jovan mendengus kesal.
"Abang gak tau ya kalo Jovan bilang ke bunda kalo mau nikah sama mbak Jelita?"
"Enteng banget ngomong nikah. Kuliah dulu yang bener baru mikirin cinta cintaan."
"Yeee... kan bisa tuh bang nikah sambil kuliah. Uda banyak yang begitu tuh."
"Mau makan apa kamu kalo nikah tapi belum kerja?"
"Jovan bisa tuh sambil cari-cari kerja. Ya lagian kan papa punya banyak duit. Jadi bisa lah Jovan dapet santunan."
"Kamu ngomong gini mbak Jelitanya mau gak nikah sama kamu?"
"Kenapa nggak mau? Jovan ganteng, ngegemesin dan ngangenin gini."
Jelita hanya diam menyimak perdebatan kedua kakak beradik itu. Melihat mereka beradu mulut seperti ini sudah bukan hal baru lagi bagi Jelita. Hal itu juga yang mengingatkannya pada dirinya dan juga Juan.
Ah, Jelita jadi merindukan sosok kakak laki-lakinya itu. Kakaknya yang sangat cerewet dan juga protektif. Kira-kira apa yang sedang dilakukan Juan? Jelita harus menghubunginya begitu ia tiba di rumah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita dan Pelabuhannya [END]
Fanfiction{FANFICTION} Jelita kabur dari rumahnya karena kemarahannya pada sang ibu. Gadis itu memilih menutup dirinya dari keramaian. Tak banyak bicara, dan tak pernah menunjukkan perubahan pada raut wajah datarnya. Suatu ketika ia dipertemukan dengan seoran...