Jangan lupa like + komen.
***
Langkah kecilnya berjalan menyusuri trotoar jalan sore itu. Sudah dekat jaraknya dari komplek perumahan tempat Jelita tinggal. Hari ini ia memutuskan untuk pulang naik bus karena tak kunjung menemukan ojek disaat seluruh tubuhnya menuntut untuk segera beristirahat. Ia telah sampai di gerbang perumahan itu. Tak ada satpam yang biasanya bertugas sebagai penjaga disana. Mungkin pria yang biasa disapa pak Nanang itu sedang pergi sebentar. Mengingat jika ia dikenal sebagai satpam tangguh yang tak pernah meninggalkan peraduannya barang sedetikpun untuk hal sepele.
Saat langkahnya sampai di persimpangan jalan tepatnya taman komplek, Jelita hendak mengambil jalur kiri yang akan menuntunnya sampai rumah. Baru sepersekian detik, langkahnya berhenti saat melihat ramainya beberapa orang yang berkerumun disana. Beberapa diantaranya terlihat tertawa, dan beberapa diantaranya nampak sibuk dengan pekerjaan mereka. Alis Jelita berkerut, sedikit penasaran dengan apa yang tengah di lakukan oleh beberapa orang itu.
"Nanti malem ada pesta kecil-kecilan."
Jelita menoleh saat sebuah suara menyapanya. Lagi-lagi bertemu dengan laki-laki ini. Seolah menjadi rutinitas baru, rasanya akan aneh jika dalam sehari Zafran tak terlihat dari jarak pandangnya.
"Pesta?" Ucap Jelita mengulangi perkataan Zafran. Laki-laki itu menoleh dan tersenyum tipis, kemudian mengangguk menanggapi.
"Pak RT ulang tahun. Jadi warga mau ngadain pesta kecil-kecilan." Ujarnya menjelaskan sementara Jelita mengangguk mengerti kini.
"Kamu juga gabung aja nanti."
"Nggak usah." Tolak Jelita menggeleng pelan.
"Kenapa?"
"Aku gak kenal sama mereka."
"Yaudah." Sahut laki-laki itu ambigu. Mengundang tatapan bingung Jelita. Sadar jika dirinya kini tengah di perhatikan, Zafran kembali menoleh.
"Gak kenal kan? Yaudah kenalan." Jelasnya dengan senyum yang kembali timbul. Senyum laki-laki itu yang semula berkesan menyenangkan, akhir-akhir ini terasa sedikit menjengkelkan bagi Jelita. Namun yang lebih menjengkelkan lagi, perempuan itu tak bisa berkutik dengan setiap kalimat yang Zafran tujukan padanya.
"Orang-orang pada nanyain kamu. Jadi gak ada salahnya buat dateng kan? Gak usah lama-lama kalo kamu ngerasa gak nyaman. Dateng aja dulu."
"Tapi mas-"
"Jam tujuh malam, rumahnya tepat di depan rumahku." Sanggah laki-laki itu membuat Jelita kembali diam.
"Selamat istirahat Jelita. Sampai ketemu nanti." Ucap Zafran seraya melambaikan tangan dan berlalu pergi. Tak memberikan kesempatan pada Jelita untuk kembali menimpali. Perempuan itu menghela nafas panjang. Sedikit menyesali keputusannya untuk tinggal di komplek ini. Mungkin memilih tempat di tengah hutan adalah tempat terbaik untuk melarikan diri.
Jelita memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Tak butuh waktu lama memang. Perempuan itu sudah membuka pagar rumahnya dan menutupnya kembali. Saat hendak mengunci pagar dengan gembok, pergerakannya lantas terhenti. Jelita kembali menghela nafas panjang. Mengurungkan niatnya untuk mengunci pagar tersebut. Dengan gusar Jelita bergegas memasuki rumahnya. Kamar adalah satu-satunya tempat yang ia tuju saat ini.
Sesaat setelah masuk ke kamar, Jelita menutup pintunya. Berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuh letihnya disana. Jelita terdiam, tak melakukan apa-apa dan hanya menatap kosong langit-langit kamarnya. Saat letihnya hendak membawa terbang perempuan itu ke alam mimpi, suara dering ponsel memaksanya untuk kembali terjaga.
Dengan malas, Jelita meraih ponselnya dari dalam saku jaketnya. Ketika melihat nama 'mama' tertera di layar ponsel yang kini menyala, tanpa pikir panjang jemari lentik itu bergerak menggeser lambang telepon berwarna merah di layar tersebut. Jelita melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Dengan meletakkan satu tangan di atas kening, sepasang mata itu ia pejamkan. Tidur, adalah yang sangat Jelita inginkan saat ini.
*
Beberapa warga yang semula berbincang itu seketika senyap. Saat menyadari kehadiran sosok asing yang tak jauh dari sana. Zafran yang semula memegang kipas untuk memanggang sate untuk santapan malam ini turut menoleh mengikuti arah pandang semua orang. Laki-laki itu kemudian tersenyum saat melihat sosok Jelita yang tengah berdiri dengan canggung.
Zafran menyerahkan kipas di genggamannya pada Ojun yang berada di sampingnya. Laki-laki itu lantas bangkit dan berjalan mendekat pada Jelita. "Kamu datang."
Jelita tersenyum kaku dan mengangguk pelan. Perempuan itu sedikit tersentak saat Zafran meraih pergelangan tangannya dan membawanya menuju kerumunan.
"Bapak, ibu, ini Jelita." Ujar Zafran memperkenalkan. Semua orang yang ada disana kembali memusatkan pandangannya pada Jelita. Membuat perempuan itu sedikit merasa tak nyaman.
"Oh, tetangga baru ya?"
"Bu RT." Bisik Zafran ketika menyadari raut bingung Jelita. Perempuan itu kemudian tersenyum dan mengangguk. Tak lama, semua orang yang ada disana lantas berseru dan menyambutnya dengan ramah. Terlihat begitu antusias seolah dirinya adalah artis yang tengah dikelilingi pengemarnya.
*
Senyuman seakan enggan musnah dari wajah Jelita. Menyadari bagaimana raut wajah perempuan itu yang terlihat cerah sejak tadi membuat Zafran betah berlama-lama memandanginya dalam keheningan. Saat ini keduanya berjalan santai menuju rumah perempuan itu.
Zafran menghentikan langkahnya, memandangi punggung perempuan itu yang masih melangkah. Jelita yang kemudian menyadari jika laki-laki itu tak lagi disampingnya lantas berbalik dan menatap Zafran bingung. Sedangkah laki-laki yang kini menjadi perhatiannya itu terlihat menahan senyumnya.
"Kenapa?" Tanya Jelita bingung. Tanpa menjawab, Zafran menunjuk sisi kanannya dan Jelita mengikuti arah telunjuk laki-laki itu.
"Kamu mau kemana Jelita? Rumah kamu kan disini." Ucap Zafran tersenyum geli. Pipi Jelita merona seketika tanpa bisa ia cegah. Dengan langkah cepat dan membuang arah pandangnya, Jelita bergegas menuju pagar rumah dan membukanya. Saat hendak menutup kembali pagar rumahnya, perempuan itu berhenti sejenak. Kembali menatap Zafran yang belum juga beranjak dari tempatnya.
"Makasih mas."
"Untuk?" Sahut laki-laki itu seraya menyelipkan kedua tangan di saku celananya. Jelita ragu-ragu dan menggigit bibir bawahnya.
"Semuanya." Jawab Jelita cepat kemudian menutup pagar rumahnya dan bergegas hendak memasuki rumah.
"Jelita."
Panggilan Zafran kembali membuat langkah perempuan itu berhenti. Jelita berbalik dan mendapati Zafran yang masih menatapnya dengan senyuman andalannya.
"Selamat tidur." Ucap laki-laki itu yang membuat pipi Jelita semakin merona saja.
"Mas Zafran juga." Sahut Jelita pada akhirnya sebelum ia membuka pintu rumah dan bergegas masuk kemudian menutupnya kembali. Sementara Zafran masih berdiri disana. Enggan beranjak barang sedikit saja. Saat lampu rumah itu padam, barulah Zafran memutuskan untuk pergi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita dan Pelabuhannya [END]
Fanfiction{FANFICTION} Jelita kabur dari rumahnya karena kemarahannya pada sang ibu. Gadis itu memilih menutup dirinya dari keramaian. Tak banyak bicara, dan tak pernah menunjukkan perubahan pada raut wajah datarnya. Suatu ketika ia dipertemukan dengan seoran...