30 : Kapal atau Pelabuhan

222 54 7
                                    

Jangan lupa like + komen.

***

"Tawaran mas Zafran... Apa masih berlaku?"

"Ya?"

Pertanyaan spontan yang Jelita lontarkan tak lantas membuat Zafran mengalihkan perhatiannya dari beberapa anak-anak yang berlalu lalang di taman komplek perumahan mereka.

Setelah beberapa saat berlalu, tak ada lagi suara yang terdengar untuk menjawab pertanyaannya yang menggantung. Laki-laki itu pun lantas memutar arah pandangannya. Memusatkan netra pada Jelita yang masih berada di tempatnya. Terduduk dengan tegak dan kepala yang tertunduk dalam.

"Jelita?" Panggil Zafran dengan satu alisnya yang naik. Kerutan di kening laki-laki itu perlahan muncul. Memandang bingung pada Jelita yang kini terlihat salah tingkah.

Suara dehaman terdengar. Seiring dengan wajah Jelita yang perlahan terangkat dan membalas tatapan Zafran dengan rona yang begitu menyala di kedua pipi perempuan itu.

"Ajakan mas Zafran beberapa bulan yang lalu. Apa mas Zafran masih menunggu jawabanku?" Tanya perempuan itu sekali lagi. Berusaha mengesampingkan egonya yang dirasa dapat menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang wanita.

Zafran tercenung sejenak. Dalamnya kerutan di kening laki-laki itu menjelaskan, betapa ia berusaha mengingat-ingat. Ajakan apa yang ia tujukan pada Jelita hingga perempuan itu baru membahasnya lagi setelah sekian bulan telah terlewati.

Seulas senyum mengukir perlahan namun pasti di wajah Zafran. Tidak cukup lebar memang. Namun mampu memberi dampak desir berdentam di dada Jelita.

"Apa kamu mau memberi jawaban itu sekarang Jelita?" Tanya Zafran mencoba memastikan. Bahwa apa yang ada di pikirannya saat ini adalah hal yang sama dengan yang ada dalam benak sang perempuan.

Jika ditanya apa yang ada di pikiran Zafran? Tentu saja mengenai ajakan untuk memulai kisah romansa dengan Jelita. Ah benar. Itu sudah beberapa bulan berlalu. Lebih tepatnya tiga bulan yang lalu.

Cukup lama bukan? Dan Zafran tak pernah sekalipun mengungkit mengenai ajakannya itu kepada Jelita setelah perkataannya waktu itu. Ia seolah memang memberi banyak waktu bagi Jelita untuk berpikir. Sayangnya waktu itu terlampau lama hingga membuat Jelita menjadi repot sendiri.

Iya repot. Repot memikirkan mengapa Zafran terlihat bersikap seperti tak ada yang terjadi diantara mereka. Seolah laki-laki itu tak menginginkan jawaban apapun lagi yang akan ia berikan. Jelita jadi uring-uringan.

Mencoba mengusir gugup yang kini mendera pilu, Jelita memberanikan diri menatap lurus pada manik kecoklatan milik Zafran yang menatapnya seperti biasa. Tatapan teduh yang memabukkan sukma.

"Apa mas Zafran masih menunggu jawabanku?" Tanya perempuan itu lagi yang kemudian di jawab dengan anggukan pelan.

"Jadi apakah kamu sudah mendapat jawaban itu? Ini sudah tiga bulan berlalu." Tanya Zafran pada akhirnya.

"Mas Zafran ingin mendengar jawaban seperti apa?"

"Apapun Jelita. Apapun jawaban yang kamu ingin berikan. Aku akan menerimanya." Sahut Zafran cepat.

Jelita kembali diam. Masih betah menjelajah pada dalamnya tatapan dari kedua netra menenangkan milik laki-laki di hadapannya.

"Menurut mas Zafran kenapa kita harus memulai kisah?"

"Karena aku menginginkannya."

"Kenapa mas Zafran menginginkannya?"

Kali ini Zafran tersenyum mendengar pertanyaan yang seolah tak ada habisnya dalam benak Jelita. Laki-laki itu menyandarkan tubuh pada bangku taman yang di dudukinya.

"Kamu tau kapal yang mengarungi lautan Jelita?"

Kerutan di kening Jelita muncul kala mendengar perkataan yang Zafran lontarkan. Tak mengerti dengan maksud pertanyaan Zafran, perempuan itu hanya mengangguk saja.

"Bukankah kapal juga butuh beristirahat setelah kelelahan menjelajahi lautan yang tak memiliki ujung?"

Lagi-lagi, perempuan itu hanya mengangguk saja. Dan Zaran kembali tersenyum.

"Lautan memang indah. Tetapi dibalik keindahannya, lautan itu berbahaya. Begitu besar dan dalam. Ia dapat menenggelamkan apapun yang berada dalam jangkauannya. Menghancurkannya hingga tak bersisa. Karena itulah, kapal pun membutuhkan pelabuhan sebagai tempat baginya untuk beristirahat sejenak sebelum akhirnya kembali berpetualang."

Jelita kembali mengangguk. Terlihat menikmati cerita yang di dengarnya.

"Dan aku ingin menjadi salah satunya." Ucap Zafran yang lantas mencuri perhatian Jelita. Perempuan itu kembali membalas tatapan Zafran.

"Entah itu kapal atau pelabuhan. Aku ingin menjadi salah satunya Jelita. Jika aku adalah kapal, maka aku membutuhkan kamu untuk tempatku beristirahat. Tetapi jika aku adalah pelabuhan, aku ingin menarikmu untuk mendekat. Menawarkanmu kenyamanan hingga membuat kamu lupa akan keinginan untuk kembali pada lautan." Ucap Zafran yang entah mengapa membuat bulu kuduk Jelita kontan meremang.

Senyum indah yang terpatri di wajah Zafran sama sekali tak menurunkan intensitasnya. Tetap mengukir begitu indah dan memberikan kedamaian. Merengkuh sukma Jelita yang hendak melayang. Menahannya dengan begitu kokoh hingga membuat perempuan itu tak mampu lagi beralih pandang.

"Jelita." Panggil Zafran membuat debar jantungnya tak karuan.

Entah sudah sejak kapan, suara Zafran yang memanggil namanya terdengar begitu syahdu dan bagai candu. Apapun itu, yang Jelita tau ia sangat menyukai bagaimana laki-laki itu menyebut namanya.

"Aku ingin membagi semuanya dengan kamu. Beragam perasaan yang ada di dunia ini, aku ingin membaginya denganmu. Jadi Jelita, bisakah kamu memberikan kesempatan itu?"

"Mas."

Jelita kembali terdiam. Hanya mampu menggantungkan kata di udara. Untaian kalimat yang terasa bagai angin segar baginya itu terdengar begitu menggiurkan.

Jelita ingin mencobanya. Baik menjadi kapal ataupun pelabuhan, Jelita menyukai keduanya. Namun keragu-raguan masih menghantui benaknya. Jadi yang bisa ia lakukan adalah kembali bertanya.

"Bagaimana jika kita gagal mas?"

Zafran terdiam sejenak. Tak langsung menjawab. Membuat gugup kembali menyandera raga Jelita. Namun seulas senyum yang kembali terlukis di wajah elok laki-laki itu membuat Jelita merasa tenang. Ia tau, jika Zafran akan selalu memiliki jawaban atas segala pertanyaannya.

"Jika kita gagal, kita bisa mencobanya sekali lagi. Dan dalam pengulangan itu, kita hanya perlu melakukan lebih baik dari sebelumnya." Sahut Zafran berhasil melengkungkan senyuman di wajah Jelita.

"Jadi Jelita, apa jawaban yang akan kamu berikan setelah mendengar jawabanku?"

Maka ketika pertanyaan panjang yang laki-laki itu lontarkan, Jelita hanya menjawabnya dengan anggukan pelan. Namun tak berselang lama, Jelita kembali menanggapi,

"Ayo kita mencobanya mas."

***

Jelita dan Pelabuhannya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang