Nanda menatap wajah Ay yang masih setengah sadar. Ia langsung melepas jaketnya dan membelitkannya ke perut Ay untuk mengurangi pendarahan. "Bertahan, Ay!" pinta Nanda. Ia langsung menggendong tubuh Ay dan membawanya berlari menuju mobilnya yang berjarak sekitar lima ratus meter darinya.
Nanda segera memasukkan Ay ke dalam mobilnya. Memasangkan safety belt ke tubuh Ay dan bergegas melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat.
"Bunda ...!" panggil Ay lirih. Ia merasakan jiwanya seperti melayang. Yang ada dalam benaknya hanya Bunda Rindu dan semua orang yang ia sayangi. Tubuhnya semakin lemas dan denyut nadinya terus melemah.
"Jangan tidur Ay!" teriak Nanda. "Tetap buka mata kamu!" pintanya makin panik. "Sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Bertahanlah!" pinta Nanda.
Ay mengangguk pelan. Ia masih bisa mendengar semua suara yang ada di sekelilingnya. Namun pandangannya tak lagi baik. Ia melihat semua cahaya lampu yang ada di jalanan semakin meredup. Lalu, ia tidak bisa melihat apa-apa lagi. Ia hanya bisa mendengar suara yang terus memanggil namanya.
"Ay ...!"
"Ayu ...!"
"Roro ...!"
"Roro Ayu!"
[Flashback "After Savage" teenlit version]
"AYU ...!" teriak Nanda sambil membuka matanya lebar-lebar. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Bayangan masa SMA itu tiba-tiba masuk ke dalam mimpinya. Ia menoleh ke arah jam dinging yang ada di ruang keluarga tersebut. Tidak terasa, ia sudah tertidur selama lima jam di sana dan terus dihantui oleh bayangan masa remajanya bersama Roro Ayu.
"Kenapa mimpi ini tiba-tiba menghantuiku?" tanya Nanda pada dirinya sendiri. Semua yang diucapkan Nyonya Ye sore ini, benar-benar membuatnya dihantui oleh bayangan masa lalu yang sudah lama ia singkirkan dari hidupnya.
"Ayu, kapan sih kamu itu nggak mengacaukan hidupku? Tiap ketemu kamu, hidupku kacau mulu. Nggak ada senang-senangnya sedikit pun. Masa iya seleraku turun, sih? Apa enaknya punya pasangan alim? Nggak bisa diajak main ke klub malam," gerutu Nanda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tanpa ia sadari, hati dan pikirannya terus berlawanan. Ia ingin memikirkan yang lain, tapi hatinya terus tertuju pada Roro Ayu. Satu-satunya wanita yang telah berhasil membuat hari-harinya tak karuan.
***
Pagi-pagi sekali, Roro Ayu sudah berada di dapurnya bersama Bunda Rindu. Sesekali ia menatap ke luar jendela. Saat ini, hatinya benar-benar tak karuan. Rasanya, ia ingin kembali pada Sonny. Tapi ada banyak hal lain yang membuatnya ingin tetap bertahan bersama Nanda.
"Roro, kenapa ngelamun di dapur? Khawatir sama Nanda?" tanya Bunda Rindu sambil tersenyum manis.
Ayu menggeleng pelan dan membasuh sayuran yang ada di tangannya.
"Nggak usah bohong! Bunda mengerti perasaanmu. Bagaimana pun, Nanda adalah ayah dari anakmu ini. Kalian pasti punya ikatan. Baru semalam kamu meninggalkan dia, kamu sudah merasa rindu 'kan?" goda Bunda Rindu.
Ayu menggeleng. "Buat apa aku rindu sama laki-laki seperti itu, Bunda?"
"Beneran nggak rindu? Nggak kepikiran? Jujur ke bunda! Sekarang kamu lebih banyak memikirkan Nanda atau Sonny?" tanya Bunda Rindu.
Ayu menggeleng kecil. "Nggak tahu, Bunda."
"Your feeling?"
Ayu menghela napas dan memutar tubuhnya menatap wajah Bunda Rindu. "Apa aku sudah jatuh cinta ke Nanda, Bunda? Aku lebih mengkhawatirkan dia daripada Sonny. Aku selalu berusaha memikirkan Sonny, tapi tidak sekhawatir ini. Sonny ... dia pria yang baik, mandiri dan bijaksana. Sedangkan Nanda, kalau nggak disiapin air panas, dia belum tentu mau mandi. Kalau nggak dibuatkan minum, belum tentu dia bisa bikin minum sendiri. Apalagi aku pergi saat dia belum benar-benar pulih. Apa aku sudah keterlaluan, Bunda?"
Bunda Rindu tersenyum dan mengusap lembut rambut Ayu. "Kamu nggak keterlaluan. Ini pelajaran buat dia, Ro. Roro sudah melakukan banyak hal untuk dia, tapi dia tidak menghargaimu. Kalau kamu pergi dan dia tidak mencarimu, itu artinya kamu bukan prioritas di hidup dan masa depan dia. Lebih baik, menyingkir daripada memaksakan diri menjalani hari-hari yang sakit. Bunda janji, bunda yang akan merawat anak kamu dan kamu bisa memulai kehidupan yang baru."
Ayu menatap wajah Bunda Rindu dengan mata berkaca-kaca. Ia langsung merangkul tubuh wanita itu dan menyandarkan kepala ke dadanya. "Bunda, maafin Ayu ...! Ayu sudah mengecewakan bunda. Ayu sudah jadi aib untuk keluarga ini. Ayu sudah menghancurkan mimpi-mimpi dan harapan bunda. Ayu nggak bisa jadi puteri yang baik untuk bunda," ucapnya lirih dengan berlinang air mata.
Bunda Rindu tersenyum sembari mengusap lembut air mata puterinya. "Ayu sudah jadi puteri yang baik untuk bunda. Ayu sudah jadi anak yang berprestasi, mandiri, baik hati dan tetap sabar meski disakiti. Tidak perlu menjadi hebat untuk tetap menjadi kebanggaan bunda. Asalkan kamu tetap memilih jalan kebaikan di ujian hidup yang paling berat, itu adalah kebanggan untuk bunda."
Ayu mengeratkan pelukannya. Ada banyak mimpi-mimpi yang pernah ia ucapkan sejak ia masih kecil di hadapan bundanya. Tapi mimpi itu sirna dalam sekejap ketika Nanda merenggut kesuciannya. Ingin sekali ia membalas perlakuan pria itu dan membuat seluruh hidupnya menderita. Tapi setiap kali memikirkannya, ia lebih banyak tidak tega. Mungkin, bayi dalam perutnya yang membuatnya tidak mengizinkan ia menyakiti ayahnya sendiri.
"Sonny, I'm sorry ...! I can't go back. Nanda, I'm sorry ...! I will attack your future," bisiknya dalam hati.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah jadi sahabat setia bercerita!
Doain author sehat terus dan dijauhkan dari hal-hal yang mendistraksi saat nulis.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Lelaki Brengsek
RomantikRaden Roro Ayu Rizki Prameswari adalah seorang puteri bangsawan berpendidikan. Awalnya, hidupnya indah dan baik-baik saja sampai akhirnya bertemu dengan Ananda Putera Perdanakusuma (sahabat baik pacarnya) yang menghamilinya. Hidupnya berubah menjad...