"Jodoh nggak bisa dipilih. Semua wanita di luar sana malah menyukai pengusaha yang banyak uang. Kamu bisa mendapatkannya dengan mudah. Harusnya kamu bersyukur!" ucap Enggar sambil tersenyum manis.
Ayu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah. Aku akan berusaha untuk bersyukur dan menerima semuanya."
"Gitu, dong! Kalau dia melukaimu, kamu bilang ke Mas, ya! Mas pasti akan membantu menjaga dan melindungimu. Kamu lagi hamil, sebaiknya kita pulang saja! Aku akan mengantarkanmu. Udara malam tidak begitu baik untukmu," tutur Enggar.
Ayu mengangguk. "Mmh ... Mas, mungkin dua bulan lagi ... perutku akan terlihat membesar. Aku tidak akan bisa menari setelah ini. Sepertinya, ini adalah hari terakhir aku menari. Setelah melahirkan, aku tidak akan punya waktu lagi. Bisakah kita bikin acara makan-makan untuk perpisahan?"
Enggar mengangguk. "Bisa. Aku akan undang semua anak di sanggar. Mau makan di mana?" tanyanya.
"Mas Enggar saja yang pilih tempatnya. Kira-kira, anak-anak sukanya makan di mana?"
Enggar mengangguk. "Nanti aku bicarakan dengan mereka. Kalau anakmu sudah besar, apa kamu masih mau kembali ke dunia seni?"
"Belum tahu, Mas," jawab Ayu lirih. "Suamiku tidak seperti Sonny yang membebaskan aku untuk bergerak. Kalau dia mengizinkan, mungkin aku akan kembali."
Enggar mengangguk tanda mengerti. "Aku mengerti posisimu. Aku pasti akan merindukan saat-saat menari bersamamu. Sudah bertahun-tahun, kamu tiba-tiba berhenti berkesenian. Dunia kami akan merindukanmu."
Ayu tersenyum kecil. Ia melangkahkan kakinya perlahan turun dari gedung tersebut dan menuju ke parkiran. Matanya langsung menangkap mobil Nanda yang masih terparkir di sana.
"Mas, sepertinya suamiku masih nunggu aku pulang. Aku pulang bareng dia aja."
"Yang mana?" tanya Enggar.
Ayu langsung menunjuk mobil Nanda dengan isyarat kepalanya. "Aku nggak mau menambah kemarahan dia karena Mas Enggar mengantarku."
Enggar mengangguk tanda mengerti. "Baiklah. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku!"
"Baik, Mas. Terima kasih ...!" Ayu tersenyum manis dan melangkah menghampiri mobil Nanda. Ia mengintip ke dalam kaca jendela, melihat Nanda sedang terlelap di dalam sana.
Tok ... tok ... tok ..!
Ayu mengetuk pintu mobil Nanda beberapa kali hingga pria itu terbangun.
Nanda langsung mengerjapkan matanya begitu mendengar pintu mobilnya diketuk. Ia menoleh ke luar jendela mobilnya dan menangkap bayangan wajah Ayu di sana.
Ia melirik jam di mobilnya sejenak dan membuka kaca jendelanya. "Udah selesai?"
"Kamu masih nungguin aku? Arlita mana?" tanya Ayu balik.
"Nggak tahu," jawab Nanda ketus. "Masuklah!"
Ayu tersenyum kecil dan langsung masuk ke dalam mobil Nanda. Ia tidak menyangka jika suaminya itu mau menunggunya hingga larut malam dan membuang pacarnya entah ke mana.
"Nan, kalau kamu ngantuk, biar aku yang bawa mobil!" pinta Ayu.
Nanda menggelengkan kepala. Ia bergegas menekan start engine dan menjalankan mobilnya perlahan keluar dari padatnya keramaian ulang tahun kota.
"Ay, kenapa kamu diam-diam pergi ke tempat ini? Kamu masih nari terus?" tanya Nanda lirih.
"Aku sudah bergabung dengan sanggar tari sejak usia lima tahun. Kamu sendiri yang bilang kalau tidak akan mengganggu rutinitasku meski kita sudah menikah. Aku sudah menuruti keinginanmu untuk berhenti bekerja. Apa aku harus berhenti juga dari sanggar?" jawab Ayu sambil bertanya.
Nanda melirik ke arah Ayu yang sudah mengenakan pakaian sopan seperti biasa. Ia lebih nyaman melihat ayu seperti itu. Melihat istrinya berpakaian seksi, membuat kepalanya pening dan membayangkan banyak hal tidak senonoh yang bisa menimpa istrinya itu.
"Cuma itu hiburanku satu-satunya saat ini, Nan. Aku menghabiskan waktu sendirian di rumah dan itu membosankan. Setelah perutku membesar dan melahirkan, aku tidak akan bisa melakukan hal seperti ini lagi. Ini terakhir kalinya aku menari di atas panggung," ucap Ay lirih sambil menundukkan kepalanya.
Nanda melirik ke arah Ayu sejenak. "Sorry ...! Aku nggak bermaksud mengekang kamu, Ay. Aku cuma ..."
Ayu menggigit bibir bawahnya. Ia sendiri yang memutuskan untuk berhenti dari dunia seni karena kehamilannya yang akan semakin membesar.
Nanda menghela napas sambil menatap Ayu. "Sudah makan?"
Ayu menggeleng.
"Kita makan dulu sebelum pulang," pinta Nanda. Ia langsung menghentikan mobilnya di depan halaman restoran dua puluh empat jam.
Ayu tersenyum saat Nanda menggandengnya masuk ke dalam restoran tersebut. Setelah tiga bulan menikah, ini pertama kalinya Nanda mengajaknya makan bersama. Meski berada di waktu yang tidak tepat, ia merasa bahagia karena diperhatikan oleh suaminya itu.
"Makan yang banyak supaya bayi kita sehat!" pinta Nanda saat makanan yang mereka pesan sudah terhidang di atas meja.
Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. "Makasih, Nan ...!"
"Nggak usah berterima kasih! Aku melakukannya demi anakku yang ada di perutmu."
Ayu mengangguk tanda mengerti. Ia tahu, Nanda tidak akan pernah tulus bersikap di hadapannya. Meski tidak ada cinta dalam hubungan mereka, ia tetap menginginkan diperlakukan sebagai seorang istri. Sebab, pernikahan mereka adalah pernikahan sungguhan dan sah secara hukum. Mereka juga tidak mungkin mengakhiri hubungan tanpa cinta ini dengan mudah karena keluarga mereka sama-sama berharap hubungan keluarga kecil ini bisa harmonis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Lelaki Brengsek
عاطفيةRaden Roro Ayu Rizki Prameswari adalah seorang puteri bangsawan berpendidikan. Awalnya, hidupnya indah dan baik-baik saja sampai akhirnya bertemu dengan Ananda Putera Perdanakusuma (sahabat baik pacarnya) yang menghamilinya. Hidupnya berubah menjad...