Bab 25 - Nafkah Bukan Sekedar Uang

410 30 0
                                    


Minggu pagi, Ayu sudah terlihat rapi. Gaun warna putih dengan gambar ilustrasi bunga Allamanda warna kuning dan rambutnya yang lurus terurai, membuatnya terlihat lebih fresh dari biasanya.

"Ay, kamu mau ke mana?" Kening Nanda berkerut saat melihat istrinya itu sudah berpenampilan rapi pagi-pagi sekali.

"Ini weekend. Aku mau main ke rumah bunda. Kamu nggak kerja 'kan? Aku nggak perlu siapin pakaian dan sarapan untuk kamu. Makan di luar sama Arlita aja kayak biasanya. Aku juga ada janji sama Dokter Nadine dan Dokter Sonny. Kebetulan, mereka lagi main ke Surabaya," tutur Roro sambil tersenyum manis.

"Oh. Kamu nyuruh aku pergi sama Arlita karena kamu mau ketemu sama Sonny?" tanya Nanda.

"He-em." Ay mengangguk sembari menatap tubuhnya di depan cermin sekali lagi untuk memastikan tidak ada yang minus dari penampilannya.

Nanda terdiam sambil melirik tubuh Ayu. Kulit wanita itu tidak terlalu putih, tapi sangat mulus. Tidak ada bekas luka sedikit pun di tubuhnya dan terlihat mengkilap. Tanp sadar, ia mendekati tubuh Ayu dan menyentuh bagian punggungnya yang terbuka.

"Kamu apaan, sih!?" Ayu langsung beringsut menghindar.

"Ay, bukannya kemarin kita udah baikan? Mmh ... kamu nggak berniat bawa aku? Kalau bundamu nanyain kenapa kita nggak dateng bareng, kamu mau ngomong apa?" tanya Nanda.

"Bilang aja kalau kamu lagi pergi weekend sama pacar kamu dan nggak ada waktu buat nemenin istri," jawab Ayu santai.

"Kamu mau bikin aku dan orang tuaku berantem?" tanya Nanda.

"Berantem kenapa? Bukannya kamu udah biasa juga jalan sama pacar?" tanya Ayu balik. "Kalau mau jalan sama dia, kamu juga nggak pernah mikir perasaanku, perasaan orang tua kita."

"Maksud kamu apa ngomong kayak gini? Asal kamu diam, mereka nggak akan tahu."

"Oh. Kamu pikir, mereka itu buta? Tanpa aku kasih tahu, mereka akan tahu dengan sendirinya. Kamu datang ke acara ulang tahun kota sambil gandeng Arlita. You know, semua keluargaku juga ada di perjamuan itu termasuk ayah. Mereka diam bukan berarti nggak tahu kelakuan kamu, Nan. Aku tinggal bilang ke mereka kalau aku nggak mau melanjutkan hubungan rumah tangga ini dan semuanya kelar. Kita nggak perlu pura-pura bahagia."

"Kamu ini kenapa? Kemarin, kita udah baikan dan baik-baik aja. Kamu ngomong kayak gini karena mau ketemu sama Sonny, makanya hatimu berubah!?" tanya Nanda.

"Aku sama Sonny Cuma berteman. Meski udah putus, nggak ada salahnya silaturahmi. Toh, kami ketemu nggak cuma berduaan doang. Ada Dokter Nadine juga di sana," jawab Ayu.

"Aku ikut!" pinta Nanda.

"Eh!? Bukannya kamu ada janji jalan sama Arlita siang ini?"

"Kamu tahu dari mana?"

"Arlita kirim pesan ke aku," jawab Ayu sambil menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Nanda. Memperlihatkan pesan dari Thalita beberapa jam lalu yang mengatakan akan meminjam suaminya itu untuk pergi berlibur. Entah kenapa, hatinya mulai kesal saat Arlita masih terus menempel pada Nanda. Meski ia tidak mencintai Nanda, tapi dia adalah istri sahnya dan Arlita terang-terangan mengajak suaminya pergi keluar. Rasanya, ia masih tidak percaya bisa hidup dalam rumah tangga yang rumit, rumah tangga yang tidak ada impian di dalamnya meski hanya secuil saja.

"Nan, lebih baik kamu urus pacar kamu ini, ya! Meresahkan banget. Aku males berantem, males ribut-ribut. Jangan sampai aku ketemu langsung sama dia. Meski kamu nggak cinta sama aku, aku tetap istri sah kamu dan aku bisa nuntut kamu karena sudah menelantarkan istrimu."

"Menelantarkan gimana? Aku nafkahi kamu setiap hari, Ay."

"Nafkah dalam rumah tangga itu bukan sekedar uang, Nan. Kamu sama sekali nggak cocok jadi suami, apalagi jadi seorang bapak. Kalau bukan karena desakan keluarga, aku lebih baik jadi single mom seumur hidupku daripada harus menikah sama kamu."

"Ay, kamu jangan mancing emosiku, ya! Aku sudah minta maaf dan ngajak kamu baikan. Kenapa kamu malah kayak gini? Bilang aja kalau kamu tuh mau ketemu mantan pacar kamu itu!" sahut Nanda kesal.

Menikahi Lelaki BrengsekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang