Bab 156 - Dapat Restu

61 3 0
                                    


Nanda menghampiri tubuh Nia yang masih duduk di kursi roda sambil menikmati pemandangan dari luar jendela kamar rawatnya. "Mama, I have something for you," bisiknya sembari memeluk tubuh Nia dari belakang dan mengulurkan bucket bunga untuk wanita istimewa yang telah memberinya hidup dan menghidupkannya itu.

Nia langsung menengadahkan kepalanya menatap Nanda. Ia tersenyum saat puteranya itu begitu romantis. Membuatnya teringat akan masa-masa mudanya saat bersama Andre. "Kenapa tiba-tiba jadi romantis seperti ini ke Mama?" tanyanya.

"Nggak boleh?" tanya Nanda sambil tersenyum manis.

"Boleh banget. Kalau perlu, kamu setiap hari seperti ini. Mama pasti bahagia banget," ucap Nia sambil menyentuh lembut pipi Nanda.

"Dalam satu bulan, Mama udah bisa buka toko bunga," ucap Nanda sambil tertawa kecil.

Nia ikut tertawa menanggapi ucapan Nanda. "Boleh juga. Mama jualan bunga untuk ngisi waktu luang di hari tua biar nggak bosan."

"Hmm ... katanya mau main sama cucu? Kalau sibuk sama bunga, ntar cucunya dicuekin."

"Kalau kamu kasih mama cucu, mama pasti prioritaskan main sama cucu, dong. Kapan kamu menikahi Ayu?" tanya Nia.

Nanda tersenyum dan beringsut ke hadapan Nia. Ia berjongkok tepat di depan wanita itu dan menggenggam tangan Nia. "Ma, kalau aku menikahi Ayu ... apakah Mama akan menyayangi dia seperti anak Mama sendiri?"

Nia mengangguk sambil tersenyum manis. "Siapa pun wanita pilihanmu, Mama akan menyayangi dia seperti Mama menyayangi kamu."

""Makasih, Ma ...! Aku janji akan membuat istriku juga menyayangi Mama seperti mamanya sendiri."

Nia mengangguk sambil tersenyum. "Mama harap, kamu bisa membawa istrimu menjadi anak mama yang baik. Yang sayang sama mama kamu dan tetap sayang sama ibunya sendiri."

Nanda menganggukkan kepala dan mencium punggung tangan Nia. "Maafin Nanda karena selama ini sudah membuat Mama bersedih terus-menerus. Mama harus sehat, ya! Kalau Mama udah sehat, Nanda janji akan kasih cucu yang banyak supaya Mama nggak kesepian di rumah."

Nia menganggukkan kepala. "Jadi, kapan kamu akan menikah dengan Ayu?"

"Setelah papa merestui kami," jawab Nanda sambil melirik ke arah Ayu dan papanya yang sudah berdiri di belakang tubuh mamanya itu.

"Kapan papamu akan memberikan restu, Nan. Usiamu dan Ayu sudah semakin tua. Mau sampai kapan hubungan kalian seperti ini? Kalau nggak bisa punya keturunan, gimana? Mama yang punya anak satu aja, sekarang udah ngerasa kesepian karena anak Mama sudah dewasa dan punya kehidupan sendiri," ucap Nia sambil menatap pilu ke arah Nanda.

Nanda tersenyum sambil menyentuh lembut pipi mamanya. "Mama nggak perlu khawatir! Nanda pasti akan kasih cucu yang banyak buat Mama. Supaya Mama nggak kesepian, supaya istriku juga nggak kesepian di hari tuanya."

"Janji?"

Nanda mengangguk sambil tersenyum manis. Ia memutar kursi roda Nia. Menghadapkan wanita itu pada Andre dan Ayu yang sudah berdiri berdampingan di sana.

"Mas Andre? Ayu? Ka-kalian ...?"

Ayu tersenyum sambil merangkul lengan Andre. "Aku dan Nanda akan segera menikah. Papa Andre sudah merestui hubungan kami. Jadi, Mama Nia harus sehat supaya bisa menikahkan kami!" ucapnya.

Nia langsung tersenyum lebar sambil menutup mulutnya yang ternganga lebar. "Gimana ceritanya ... Mas Andre, kamu benar-benar merestui hubungan Ayu dan anak kita?"

Andre mengangguk sambil tersenyum manis. Ia melangkah perlahan menghampiri Nia. "Maafkan aku karena terlalu takut akan masa depan anak kita. Aku lupa bahwa sekarang dia sudah menjadi pria dewasa."

Nia tersenyum manis. Ia bangkit dari kursi roda dan memeluk tubuh Andre. "Aku juga punya rasa takut yang sama. Tapi kita harus belajar bijak jadi orang tua. Nggak boleh egois. Saat anak udah dewasa, dia bukan milik kita lagi, Mas," ucapnya sambil menitikan air mata.

Sungguh, hati Nia sangat berat ketika mendengar kata pernikahan. Sedih bercampur bahagia. Tidak ada orang tua yang tidak sedih ketika anak yang sudah ia rawat selama kurang lebih dua puluh tahun lamanya, harus ia serahkan untuk orang lain. Membiarkan anak-anak mereka itu menghabiskan waktunya lebih banyak bersama orang yang dicintai daripada dengan orang tuanya sendiri.

Andre memeluk erat tubuh Nia sambil menganggukkan kepala.

Nanda tersenyum sembari menghampiri Ayu yang berdiri di dekat ranjang tidur mamanya. "Ay, sudah tidak ada yang mengganjal dalam hubungan kita. Apa aku sudah boleh melamarmu di depan kedua orang tuaku?"

Menikahi Lelaki BrengsekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang