Bab 109 - Menyamar Jadi Pelayan

225 23 1
                                    

Beberapa menit kemudian, pelayan kecil itu keluar dari sana sambil membawa tottebag di tangannya. "Mas pakai ini dan silakan masuk ke kediaman tuan puteri. Kepala pelayan memerintahkan untuk mengambil susu di peternakan sapi perah dan membawanya untuk tuan puteri. Mas bisa masuk lewat pintu ini karena pintu ini khusus untuk pelayan dan ada penjaga di dalamnya. Pelayan dilarang masuk lewat pintu depan. Lakukan dengan baik!" ucap pelayan itu buru-buru dan kembali masuk ke dalam pintu khusus yang diperuntukkan bagi pelayan-pelayan di sana.

Nanda mengangguk. "Terima kasih, Mbak!"

Pelayan kecil itu mengangguk dan segera masuk kembali ke pintu kecil yang ada di sana.

Nanda tersenyum melihat tottebag yang ada di tangannya. Ia pikir, pelayan itu sedang memberinya seragam pelayan pria atau pengawal keraton tersebut. Tapi saat ia mengeluarkan kain yang ada di dalamnya, ia menghela napas lemas. "Aku disuruh pakai baju pelayan? Nggak salah?" Ia mengernyitkan dahi menatap gaun khas pelayan keraton tersebut.

Nanda menghela napas. Ia bangkit sambil melangkah perlahan menuju ke mobilnya yang terparkir di salah satu halaman gedung yang ada di seberang keraton tersebut. "Nggak papalah jadi banci demi Ayu. Daripada nggak bisa masuk sama sekali," gumamnya.

Nanda segera mencari peternakan sapi perah yang dimaksud oleh pelayan kecil itu. Berbekal sifatnya yang ramah dan sok kenal, membuatnya begitu mudah mendapatkan informasi langganan peternakan sapi perah keraton tersebut.

Nanda segera mengenakan pakaian pelayan sebelum ia keluar dari dalam mobil. Ia memperhatikan bagian tubuhnya sebelum ia keluar dari mobil. "Kayak ada yang kurang?" gumamnya sembari memperhatikan wajahnya sendiri.

"Cewek harus pakai make-up 'kan? Gimana caranya?" tanya Nanda pada dirinya sendiri.

Nanda membuka ponsel miliknya dan mencari salon kecantikan yang ada di tempat itu. Ia memilih salon kecantikan tersebut untuk mengubah wujudnya menjadi lebih sempurna dan mengajarinya cara menggunakan make-up yang baik. Banyaknya wanita cantik di sekelilingnya yang suka berdandan, membuatnya tidak asing dengan alat-alat rias khas wanita.

Setelah memastikan penampilannya sempurna, Nanda langsung keluar dari salon tersebut dan kembali ke peternakan sapi perah. Pakaian khas pelayan keraton, membuatnya langsung disambut dengan baik oleh pemilik usaha susu tersebut.

"Saya baru lihat ada pelayan secantik ini di keraton. Pelayan baru?" tanya pengusaha susu tersebut sambil menatap wajah Nanda.

Nanda mengangguk sambil tersenyum sinis. Ia kesulitan mengatur bicaranya agar bisa menyerupai suara wanita.

"Ini susu pesanan untuk tuan puteri. Sudah lama dia tidak terdengar berada di kediaman karena sekolah di luar negeri. Sudah pulang ke sini?"

Nanda mengangguk. Ia tersenyum manis ke arah pengusaha tersebut. "Terima kasih, Pak! Saya harus segera kembali."

Pengusaha itu mengangguk. "Bergegaslah! Jangan sampai terlambat! Tuan Puteri sangat menyukai susu yang masih segar."

Nanda mengangguk sambil tersenyum manis. "Baik, Pak. Permisi ...!" ucapnya sambil membungkuk sopan dan segera masuk ke dalam mobilnya.

"Tumben pelayan naik mobil? Biasanya jalan kaki? Aturan di keraton sudah mulai modern juga?" gumam pengusaha itu sambil menatap tubuh Nanda yang sudah bergerak pergi meninggalkan pelataran tokonya.

Nanda menarik napas dalam-dalam. Ia segera kembali ke halaman belakang keraton tersebut dan mengetuk pintu belakang yang terkunci rapat.

Tok ... tok ... tok ...!

Pintu besi itu terbuka dan seorang pengawal langsung menatap ke arah Nanda. "Bawa susu untuk tuan puteri?"

Nanda mengangguk.

"Cepat! Dari tadi sudah ditanya kepala pelayan!" perintah pengawal itu.

Nanda mengangguk. Ia berjalan menundukkan kepala sembari memperbaiki selendang yang menutupi bagian lehernya. Ia bergegas mengikuti langkah pengawal yang ada di hadapannya dan segera masuk ke gedung yang ditinggali oleh Ayu.

"Sumpah, aku ngerasa kayak balik ke zaman kerajaan Majapahit. Tempat kayak gini beneran masih ada?" batin Nanda sambil memperhatikan arsitektur tempat itu yang begitu menakjubkan. Bahkan, pilar-pilar bangunan tersebut dihiasi oleh emas asli.

"Bawa masuk ke dalam kamar Ndoro Puteri! Dia belum makan dari pagi dan besok harus menjalani hukuman. Bujuk dia supaya mau minum susu dan makan!" perintah kepala pelayan yang sudah menunggu pelayannya mengambilkan susu untuk Roro Ayu.

Nanda mengangguk sambil melangkah masuk ke pintu yang sudah ada di hadapannya. Ia segera menutup pintu berbahan kayu ulin megah itu dan menghampiri Ayu yang sedang duduk berdiam diri di dekat jendela.

"Ay ...!" panggil Nanda berbisik sambil menghampiri Ayu.

Ayu langsung memutar kepala begitu ia mendengar suara Nanda. Ia mengernyitkan dahi menatap wajah pelayan yang tersenyum manis ke arahnya. "Kenapa aku denger suara Nanda? Apa aku berhalusinasi? Apa aku terlalu kangen sama dia? Jangan-jangan aku udah mau mati?" batinnya.

((Bersambung...))

Terima kasih sudah jadi sahabat setia bercerita!

Dukung terus supaya author makin semangat berkarya!

Jangan lupa, bantu promosiin juga, yak! Biar makin banyak yang bisa nikmati cerita dari author.

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

Menikahi Lelaki BrengsekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang