Bab 128 : Bantuan dari Karina

123 15 0
                                    


"Nan, kalau kamu nggak keberatan. Aku bisa bantu kamu. Kamu bisa kerja di perusahaanku," tutur Karina setelah mengetahui keadaan Nanda yang diusir keluarga karena menolak perjodohan dengannya.

Nanda menggeleng. "Nggak, Rin. Makasih banget buat niat baikmu. Tapi ... aku nggak bisa menerimanya. Aku nggak mau berhutang budi dan semakin mempersulit hubungan bisnis ini."

"Jadi, mau kamu gimana?" tanya Karina dengan mata berkaca-kaca. Ia benar-benar tidak tega melihat keadaan Nanda saat ini.

"Kalau aku miskin dan nggak punya apa-apa lagi, orang tuamu pasti nggak akan mau nerima aku 'kan?" tanya Nanda.

Karina menggelengkan kepalanya. "Nggak gitu, Nan. Dengan kita menikah, kamu bisa masuk ke perusahaanku dan kita bisa hidup bahagia bareng. Nggak perlu hidup miskin kayak gini, Nan. Demi cintamu ke perempuan itu, kamu sampe rela ngelepasin semuanya? Nggak realistis banget, Nan."

Nanda tertawa kecil mendengar ucapan Karina. "Kalau realistis, itu bukan cinta. Tapi rasa tanggung jawab."

"Cinta juga harus bertanggung jawab 'kan?" tanya Karina sambil menatap wajah Nanda. "Sekarang, mana perempuan yang lagi kamu perjuangkan itu, Nan? Dia ada di saat kamu lagi terpuruk kayak gini? Nggak ada 'kan?"

"Andai dia dekat, dia pasti selalu ada untukku, Rin," jawab Nanda sembari tersenyum membayangkan wajah Ayu yang cantik, lembut dan selalu membuatnya tenang.

Karina menghela napas. "Aku udah tahu semua cerita tentang mantan istrimu itu, Nan. Oom Andre bilang, dia wanita jahat yang sudah memenjarakan kamu dan bikin keluarga kalian bangkrut tiga tahun lalu. Kalau dia itu cinta sama kamu, nggak mungkin ngelakuin itu. Kenapa perempuan kayak gitu masih kamu pertahankan? Ada aku yang selalu baik sama kamu, selalu nolong kamu, selalu ada di saat kamu butuh. Kenapa kamu nggak mau lihat aku?"

Nanda menghela napas dan menatap lekat mata Karina. "Rin, andai cinta itu bisa dipilih. Aku jelas akan pilih kamu. Itu lebih rasional. Tapi cinta itu soal hati, bukan pikiran. Cinta itu tentang ketidakmungkinan, tentang ketidaksempurnaan dan tentang ketidakadilan. Makanya, cinta itu bikin orang bodoh saat hati dan pikirannya nggak sejalan."

Karina menatap wajah Nanda dengan mata berkaca-kaca. "Kamu rela jadi bodoh, jadi badut, jadi sampah demi perempuan itu?" tanyanya. Ia benar-benar merasa sakit karena Nanda tidak pernah melihatnya dan ingin sekali bisa menjadi wanita yang begitu hebat hidup di dalam hati Nanda saat ini. Meski wanita itu sudah menyakiti bertubi-tubi, menjatuhkannya begitu dalam. Tapi Nanda ... tetap saja melihat wanita itu sebagai wanita terbaiknya. Betapa beruntungnya wanita yang bisa dicintai Nanda dan ia juga menginginkan itu.

"Rin, jangan nangis! Sudah banyak air mata wanita di luar sana yang membawaku pada penderitaan dan karma yang berkepanjangan. Saat ini aku bukan siapa-siapa. Aku bukan lagi anak dari keluarga Perdanakusuma. Aku nggak punya apa-apa, nggak akan bisa bikin kamu bahagia," tutur Nanda.

Karina menggelengkan kepala dan langsung memeluk erat tubuh Nanda. "Aku nggak peduli siapa dan bagaimana kamu saat ini, Nan. Aku akan tetap sayang sama kamu. Asal kamu mau buka hatimu buat aku, aku akan menerima kamu apa adanya. Aku nggak akan menuntut apa pun dari kamu. Kalau kamu nggak bisa kerja, biar aku yang kerja dan kita bisa jadi keluarga yang bahagia," ucapnya sambil terisak.

Nanda tersenyum kecil sambil mengusap pundak Karina. "Rin, kamu wanita yang baik, cantik, cerdas dan kaya raya. Kamu lebih pantas untuk dicintai daripada mencintai. Wanita yang lebih mencintai lelaki itu ... akan lebih banyak merasakan sakit. Aku bener-bener nggak punya cinta buat kamu dan aku nggak mau melukai hatimu."

"Huuaa ...! Hiks ... hiks ... hiks ...! Aku harus gimana? Semua keluarga besarku udah tahu kalau kamu calon istriku, Nan. Aku harus ngomong apa sama mereka? Umurku udah nggak muda lagi, aku udah nggak punya waktu buat cari cowok lain lagi," ucap Karina sambil menangis histeris.

Nanda tersenyum sambil memeluk Karina. "Rin, kamu bukan nggak punya waktu buat cari cowok lain. Ada banyak cowok di luar sana yang selalu mengagumi dan menyukaimu. Kamu terlalu sibuk mengejar pria yang tidak mencintaimu sehingga kamu melewatkan pria-pria yang mungkin bisa mencintaimu dengan sungguh-sungguh."

Karina melepas pelukan sambil mengusap air matanya. "Apa iya seperti itu?"

Nanda mengangguk sambil tersenyum lembut. "Kalau nggak percaya, cobalah!"

"Coba?" Karina mengerutkan dahi sambil menatap wajah Nanda. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria itu.

Nanda menangkup kedua pipi Karina dan memutar ke arah lain. "Lihat! Di sana ada banyak cowok ganteng! Coba kamu ajak kenalan!"

[[Bersambung...]]

Menikahi Lelaki BrengsekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang