Nanda menghela napas lega. Ia segera menjalankan mobilnya perlahan menuju bandara yang letaknya tak jauh dari rumah sakit tersebut. Ia langsung berlari melangkahkan kakinya perlahan memasuki bandara tersebut.
TING!
Nanda langsung membuka pesan yang masuk dari papanya.
[Daftar penumpang penerbangan Internasional]
[Nan, Roro Ayu pergi bersama tim dokter. Kedua orang tuanya tidak ada dalam daftar penerbangan mana pun. Mereka sewa jet pribadi. Lokasi tujuannya, papa tidak mendapatkan informasi. Datangi mertuamu dan memohonlah! ]
Nanda terdiam selama beberapa saat ketika membaca pesan dari papanya. Ia berusaha menelan salivanya yang tercekat. Ia benar-benar tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh papa mertuanya hingga membawa Roro Ayu pergi jauh dengan cara seperti ini.
"Aku harus temukan Ayu!" ucap Nanda sambil melangkahkan kakinya keluar dari bandara tersebut. Ia segera mengendari mobilnya menuju rumah mertuanya.
Beberapa menit kemudian, Nanda sudah sampai di kediaman Edi Baskoro. Ia langsung menekan bel karena pagar rumah tersebut tertutup rapat, tak seperti biasanya.
"Mas Nanda?" Seorang pria yang bekerja di rumah tersebut, langsung membukakan pintu untuk Nanda. "Nyari siapa?"
"Bunda dan ayah ada di rumah?" tanya Nanda.
"Nggak ada, Mas. Lagi ke Solo."
"Solo?"
"Iya. Lagi ke keraton, Mas. Katanya ada urusan."
"Keraton yang ...?"
"Keraton Surakarta cuma satu, Mas," sahut pria paruh baya itu sambil tersenyum lebar.
Nanda segera berbalik dan masuk kembali ke dalam mobilnya. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang direncanakan oleh mertuanya itu. Menjauhkan Ayu darinya?
Nanda terus melajukan mobilnya menuju ke kota Solo sambil menekan nomor ponsel Sonny. Beberapa kali menelepon, ia masih belum mendapatkan jawaban. "Aargh ...! Shit! Anak ini pasti tahu ke mana perginya Ayu," ucapnya kesal.
Empat jam kemudian, Nanda sudah memarkirkan mobilnya di pelataran keraton kesultanan Surakarta. Ia menatap bangunan keraton yang sering ia lihat, tapi ia tidak pernah menginjakkan kakinya ke sana meski menjadi bagian dari keluarga besan keraton tersebut.
Nanda langsung melangkah menuju pintu keraton dan disambut oleh empat orang penjaga yang berdiri di sana.
"Orang luar dilarang masuk keraton!" tegas penjaga pintu itu sambil menyilangkan pedang di tangannya, menghalau tubuh Nanda.
Nanda melebarkan kelopak matanya menatap dua pedang yang menyilang tepat di hadapannya. "Ini asli?" gumamnya sambil memperhatikan mata pedang yang berkilauan. Ia langsung memundurkan langkahnya menjauhi pedang tersebut.
"Kalian kenal sama Raden Roro Ayu Rizky Prameswari?" tanya Nanda sambil menatap empat penjaga pintu yang ada di sana.
Empat penjaga pintu itu saling pandang.
"Sampeyan siapanya Ndoro Puteri?" tanya salah satu penjaga yang ada di sana.
"Aku ... eh, saya suaminya," jawab Nanda sambil tersenyum lebar.
Empat penjaga itu kembali saling pandang.
"Tunggu di sini!"
Nanda mengangguk. Ia tersenyum lega sambil menegakkan tubuhnya. Menunggu dengan cemas dan berharap ia mendapatkan akses ke dalam keraton tersebut.
Beberapa menit kemudian, seorang abdi dalem datang bersama penjaga pintu yang tadi.
"Selamat malam, Mas! Mohon maaf, keraton inti tidak menerima tamu saat malam hari. Silakan berkunjung lagi besok pagi!"
"Tapi ... saya suaminya Roro Ayu," ucap Nanda.
"Ndoro Puteri sedang menjalani hukuman dan dilarang menginjakkan kaki ke keraton, termasuk suaminya. Setelah menjalani upacara kesucen, barulah Ndoro Puteri bisa masuk kembali ke keraton."
"Apakah Pak Edi Baskoro ada di dalam?" tanya Nanda.
"Ada, Mas. Raden Mas ada di kediamannya."
"Gimana caranya saya bisa ketemu beliau? Beliau tidak bisa saya telepon."
"Raden Mas sedang melakukan rapat tertutup dengan keluarga. Tidak bisa menggunakan handphone. Sampeyan bisa kembali lagi besok pagi, saya akan sampaikan ke beliau agar menemui Mas ... siapa namanya?"
"Ananda Putera."
"Oh. Iya. Besok pagi datang lagi ke sini!"
"Besok pagi ... apa sudah pasti bisa ketemu dengan Ayah Edi?"
"Saya belum tahu, Mas. Akan saya tanyakan ke beliau."
Pikiran Nanda semakin tidak karuan karena ia tidak mendapatkan akses masuk ke dalam keraton tersebut. Apakah ia harus melompat pagar atau memanjat atap keraton ini supaya dia bisa bertemu dengan Ayah Edi? Melihat empat penjaga di pintu utama saja, ia tidak bisa mengatasinya. Kalau dia memaksa diri menerobos masuk di sana, mungkin saja kepalanya akan terpisah dari tubuhnya hanya dalam hitungan detik.
"Oh, God! Help me! Aku ingin menebus kesalahanku. Tidak adakah kesempatan untukku ... sekali lagi?" batin Nanda dengan perasaan tak karuan.
((Bersambung...))
Mohon doanya semoga author dan keluarga cepet sehat, bisa berkarya lagi dengan tenang dan bahagia.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Lelaki Brengsek
RomanceRaden Roro Ayu Rizki Prameswari adalah seorang puteri bangsawan berpendidikan. Awalnya, hidupnya indah dan baik-baik saja sampai akhirnya bertemu dengan Ananda Putera Perdanakusuma (sahabat baik pacarnya) yang menghamilinya. Hidupnya berubah menjad...