9 : 24, 2, 18, 5, 12, 8, ...

749 108 10
                                    

Suku ke-7, inti dari bab ini.

Bab 9


Drrtt!

"Hallo...."

Tengah malam, Arash menghubungi Nesya dan memberitahukan kabar duka, atas kepergian Maya. Ternyata firasat dan suara yang Nesya dengar memang benar. Bahwa akan ada hal buruk menimpa.

Nesya buru-buru keluar, dia hendak menemui Arash dan melihat jenazah Maya di rumah sakit.

"Mau ke mana kamu, Nesya?!" Suara ayahnya tiba-tiba menimpali. Nesya pikir orang tuanya sudah tidur, jadi Nesya bisa keluar tanpa harus berdebat. Namun ternyata salah.

"Yah, Nesya izin keluar sebentar, ya. Teman Nesya meninggal, dan Nesya harus ke sana."

"Nggak perlu! Masuk kamar, istirahat!" sentak ayahnya.

"Tapi, Yah... bentar aja. Kasihan dia, Yah." Nesya terus memohon. Tapi tahu sendiri, kan, kalau orang tua Nesya keras kepala. Dan malam ini, Nesya lagi-lagi harus berdebat dengan ayahnya.

"Ini sudah tengah malam, Nesya! Besok kamu harus belajar lagi. Ayah nggak mau dengar alasan kamu capek, sehingga menunda untuk belajar. Pergi istirahat yang cukup, Nesya!"

"Nesya tahu maksud Ayah baik. Tapi kali ini Nesya malas debat tentang apa pun itu. Maaf, Nesya harus pergi, Yah."

"Nesya!"

Sekeras apa pun sikap orang tuanya, mulai sekarang Nesya juga harus berani tegas. Jangan sampai orang tuanya seenaknya mengekangnya. Bukan maksud Nesya ingin durhaka, tapi Nesya hanya berupaya membela dirinya. Dia tahu mana yang baik untuknya, orang lain tidak berhak mengatur apa pun. Dan Nesya pun punya batasan, dia tetap menghormati orang tuanya sebagaimana mestinya.

Pukul 01.01 am

Nesya sampai di rumah sakit. Dia menghampiri Arash yang sudah panik. Laki-laki itu ditemani oleh Raihan. Dan Arash adalah satu-satunya keluarga yang Maya punya. Lalu bagaimana mungkin Arash tidak panik melihat Maya mengembuskan napas terakhirnya?

"Dia kecelakaan. Persis setelah dia ketemuan sama kita."

"Tapi ada yang janggal soal kematian Maya. Kayaknya dia sengaja dibunuh."

Itu semua benar. Nesya sudah tahu. Dan semua ini berhubungan dengan penyelidikan ini. Nesya merasa sangat bersalah. Andai saja penyelidikan itu tidak melibatkan Maya. Barangkali semua ini tidak akan terjadi. Satu nyawa, kini telah direnggut karena penyelidikan itu.

"Apa ini gara-gara penyelidikan kita?"

"Maksud lo apa, Nes?" Arash bertanya antipati.

"Sore itu Kak Maya bilang, soal syarat dari temannya. Ya mungkin aja karena Kak Maya bocorin ini ke kita, dia jadi kena imbasnya."

Raihan bangkit dari kursi, mendekat ke posisi Nesya dan Arash berdiri. "Ya udah, kita udahin aja penyelidikan ini! Kita nggak perlu capek-capek buat selesaikan kasus ini. UTBK juga sebentar lagi. Kita sudahin semuanya, dan belajar masing-masing aja," ujar Raihan.

"Nggak bisa gitu, Rai! Kita baru aja mulai dan belum dapat apa-apa!"

"Ya itu bagus. Itu artinya kita masih aman. Kalau kita mengorek penyelidikan ini lebih dalam, bahaya buat kita!"

"Lo gimana, sih?! Giliran gue mau bantu, lo malah bubarin tim ini. Sia-sia aja tahu nggak energi gue selama ini!" Arash pun ikut meyangkal. Dia sama seperti Nesya, punya ambisi besar. Dia tidak ingin penyelidikan ini berhenti hanya karena kematian Maya. "Kalau tahu begini, ngapain gue gabung ke tim kalian! Nggak guna!"

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang