24 : Ep = m.g.h

504 74 8
                                    

"...dan setelah itu kita."

"Kalau seandainya satu per satu dari kita mati---"

Raihan memotong cepat. "Nggak! Kita nggak bakal mati. Mereka yang mati!"

Arash menatap Raihan tajam. Bukan cuma itu yang dia takutkan. Tapi bagaimana jika...

"Lo mau ke mana, Rash?"

...dia yang akan mati berikutnya.

"Ketemu Sela. Gue mau pastiin dia nggak apa-apa!"

Raihan menarik tubuh Arash. Menghalangi laki-laki itu pergi. "Sela nggak penting!"

Tapi perkataan Raihan berhasil memancing emosi Arash. Dia mendorong Raihan sampai tubuhnya terkena pagar besi di belakang rumah.

"Lo bilang Sela nggak penting?! Emang nggak penting buat lo tapi penting buat gue!" Dia berteriak, "PARA ANJING-ANJING ITU, MAU GUE MATI GOBLOK!"

Bugh!

Arash kurang gesit. Raihan justru memukulnya lebih dulu. "Mereka cuma mau lo hancur!"

"Brengsek!"

Mereka bertengkar. Dan bodohnya, Nesya dan Sakha malah diam menyaksikan pertengkaran gila ini.

"Mereka ngincar gue. Mereka ngincar orang-orang terdekat gue. Lo nggak tahu gimana rasanya kehilangan keluarga di waktu yang berurutan. Pertama Maya, dan sekarang bokapnya Sabita. Bukan nggak mungkin mereka nggak ngincar Sela!"

"Kehilangan?! Emang lo ngerasa kehilangan? Lo anggap orang yang ada di peti mati itu aja nggak pernah!"

"Impostor itu cari titik lemah di tim kita. Dan titik lemahnya itu gue!"

Karena gue punya banyak koneksi dari pelaku-pelaku itu. Lo nggak tahu!

"CUKUP!" Nesya bosan menengahi pertengkaran mereka berdua, lagi dan lagi. "Bisa nggak sih nggak usah berantem?! Keluarga lo tuh lagi berduka cita! Nggak seharusnya sikap lo kayak gini dan lo mau pergi ninggalin Sabita cuma karena dia?"

"Cih, pas keadaan kayak gini aja lo baru mau nerima Sabita. Manusia kayak lo tuh sampah!" maki Raihan lagi.

"Raihan udah! Mulut lo bisa dijaga nggak sih?! Manusia kayak lo sekalinya ngomong... rusak semuanya!"

Akhirnya setelah itu semuanya sama-sama diam. Mereka duduk di teras depan bersama para tamu-tamu lainnya. Arash duduk di samping Sakha. Pokoknya tidak lagi deh dekat-dekat dengan manusia kulkas yang agak temperamental itu.

Hening beberapa saat di antara mereka. Hanya terdengar nyanyian lagu-lagu rohani sebelum ibadah penutupan peti. Tapi pikiran mereka liar berkelana. Isi kepala penuh, tapi tidak satu pun mampu disuarakan.

"Kenapa jadi awkward gini, sih? Gue jadi merinding denger lagu rohani. Biasanya kan gue kalau ngelayat baca Yasin," celetuk Sakha sambil menyentuh tengkuknya. Merinding.

"Kenapa? Takut mayatnya bangun lagi?" Spontan Arash menyahutnya.

Tapi, Raihan tiba-tiba bangkit. Dan mengatakan, "Gue punya dugaan!"

Tentang siapa pemilik mobil Jeep hijau tua itu. Pembunuh itu.

Laki-laki itu melangkah pergi. Tanpa memberitahu dugaan apa yang dia maksud.

"Raihan lo mau ke mana?" teriak Nesya.

Dan detik itu juga, Arash berusaha untuk mengejar Raihan. Karena sepertinya Arash tahu, apa yang akan Raihan lakukan.

"Lo jangan ke mana-mana, Arash! Bentar lagi penutupan peti. Dan lo juga harus dampingi ke tempat kremasi! Saat ini lupain ambisi lo. Keluarga lo butuh lo, Rash. Sabita butuh lo!"

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang